1.000 Sekolah Islam Mau Ditutup, MUI Minta Indonesia Berupaya Hentikan Srilanka
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia ( MUI ) Anwar Abbas mengecam keras kebijakan Pemerintah Srilanka yang menutup sekitar 1.000 sekolah Islam. baginya itu adalah tindakan kekerasan dan teroristik yang dilakukan Srilanka kepada umat Islam di negara tersebut.
"Tindakan tersebut jelas2 akan sangat2 menyakiti hati umat islam tifak hanya umat Islam Srilanka tapi juga umat Islam di seluruh dunia," katanya, Senin (15/3/2021).
(Baca: Sri Lanka Melarang Burqa, Menutup Lebih dari Seribu Sekolah Islam)
Untuk itu, pihaknya mendesak pemerintah Srilanka agar menghentikan kebijakan tersebut karena hal itu jelas-jelas mencerminkan sikap islamic phobia yang tidak bisa diterima karena akan merusak dan mengganggu hak-hak umat islam dan ketentraman dunia.
"Kedua MUI meminta pemerintah Indonesia untuk melakukan usaha dan upaya bagi menghentikan tindakan Pemerintah Srilanka yang berkelebihan tersebut yang sudah tidak lagi menghormati hak-hak kebebasan beragama dari umat Islam Srilanka," paparnya.
Ketiga, kalau seandainya pemerintah Srilanka terlalu dihantui oleh tindakan-tindakan kekerasan dan terorisme maka langkah yang harus ditempuh dan diambil bukanlah dengan menutup sekolah-sekolah Islam melainkan meningkatkan kemampuan para intelijennya.
"Hal itu akan bisa dilakukan dengan meningkatkan kemampuan aparat intelijennya juga bisa dengan mempergunakan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada sehingga hal-hal yang bersifat islamic phobia dan tidak proporsional serta tidak etis ini tidak harus terjadi," pungkasnya.
(Baca: MUI Banten Sebut Aliran Sesat Hakekok Tersebar di Beberapa Daerah)
Seperti diberitakan sebelumnya, Pemerintah Srilanka bakal melarang pemakaian burka atau cadar, serta menutup lebih dari 1.000 sekolah Islam (madrasah). Kebijakan tersebut menjadi langkah keras terbaru pemerintah yang berdampak terhadap penduduk minoritas muslim di negara itu.
Sekolah Islam atau madrasah yang menurut Pemerintah Srilanka, melanggar kebijakan pendidikan nasional. “Tidak ada yang bisa membuka sekolah dan mengajarkan apa pun yang Anda inginkan kepada anak-anak,” ujar Menteri Keamanan Publik Sri Lanka, Sarath Weerasekera, Minggu (14/3/2021).
"Tindakan tersebut jelas2 akan sangat2 menyakiti hati umat islam tifak hanya umat Islam Srilanka tapi juga umat Islam di seluruh dunia," katanya, Senin (15/3/2021).
(Baca: Sri Lanka Melarang Burqa, Menutup Lebih dari Seribu Sekolah Islam)
Untuk itu, pihaknya mendesak pemerintah Srilanka agar menghentikan kebijakan tersebut karena hal itu jelas-jelas mencerminkan sikap islamic phobia yang tidak bisa diterima karena akan merusak dan mengganggu hak-hak umat islam dan ketentraman dunia.
"Kedua MUI meminta pemerintah Indonesia untuk melakukan usaha dan upaya bagi menghentikan tindakan Pemerintah Srilanka yang berkelebihan tersebut yang sudah tidak lagi menghormati hak-hak kebebasan beragama dari umat Islam Srilanka," paparnya.
Ketiga, kalau seandainya pemerintah Srilanka terlalu dihantui oleh tindakan-tindakan kekerasan dan terorisme maka langkah yang harus ditempuh dan diambil bukanlah dengan menutup sekolah-sekolah Islam melainkan meningkatkan kemampuan para intelijennya.
"Hal itu akan bisa dilakukan dengan meningkatkan kemampuan aparat intelijennya juga bisa dengan mempergunakan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada sehingga hal-hal yang bersifat islamic phobia dan tidak proporsional serta tidak etis ini tidak harus terjadi," pungkasnya.
(Baca: MUI Banten Sebut Aliran Sesat Hakekok Tersebar di Beberapa Daerah)
Seperti diberitakan sebelumnya, Pemerintah Srilanka bakal melarang pemakaian burka atau cadar, serta menutup lebih dari 1.000 sekolah Islam (madrasah). Kebijakan tersebut menjadi langkah keras terbaru pemerintah yang berdampak terhadap penduduk minoritas muslim di negara itu.
Sekolah Islam atau madrasah yang menurut Pemerintah Srilanka, melanggar kebijakan pendidikan nasional. “Tidak ada yang bisa membuka sekolah dan mengajarkan apa pun yang Anda inginkan kepada anak-anak,” ujar Menteri Keamanan Publik Sri Lanka, Sarath Weerasekera, Minggu (14/3/2021).
(muh)