Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. Foto/SINDOnews
AAA
JAKARTA - Presidium Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI), Sri Mulyono ikut menanggapi polemik di Partai Demokrat yang memunculkan Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang dengan Ketua Umum (Ketum) Moeldoko.
Dibeberkan Sri Mulyono, kalau saat itu 8 Februari 2013, Anas Urbaningrum belum mempunyai status apa-apa dan belum dijadikan tersangka, hanya baru dipanggil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Inilah awal kudeta Partai Demokrat di sini ini, ini awalnya. Kenapa saya katakan kudeta? karena proses pengambilalihan ketua umum dari Anas ke SBY tidak melalui mekanisme AD/ART," ucapnya.
Ditanyakan oleh Politisi Partai Nasdem, Akbar Faizal, apakah maksudnya bahwa Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat ini sedang menghadapi karma. Dia menjawab nantinya begitu, dengan menyebut kalau aksi yang dilakukan SBY adalah kudeta pertama yang terjadi di tubuh Partai Demokrat.
"Banyak lagi peristiwa-peristiwa sebelumnya, Pak SBY mengumpulkan semua ketua DPD I di Cikeas dengan tidak mengundang Anas sebagai ketua umum, ini juga ilegal dan ini arogan," ucapnya.
Sri Mulyono menyatakan, contoh-contoh itulah yang telah dipertontonkan oleh SBY kepada semua kadernya. Sehingga pada hari ini para kader tersebut mencontoh apa yang dulu dilakukan oleh SBY.
"Karena kami diajari begini ya kita sikat saja Pak SBY hari ini, kira-kira begitulah. Seperti yang dikatakan Bang Ruhut semut saja diinjak menggigit apalagi ini tokoh-tokoh yang sudah berjuang, yang senior, otomatis begitulah kan," katanya.
Sri Mulyono pun mengulas sedikit peristiwa kongres di tubuh Demokrat. Dia memaparkan pada saat Kongres Bali yang kedua pada tahun 2005 ada lima calon yang diajukan dan pada finalnya tersisa dua nama yakni Subur Budhisantoso dan Hadi Utomo, lalu Hadi Utomo keluar sebagai pemenang dengan cara yang demokratis dengan 264 suara.
Kemudian pada kongres 2010, ada tiga calon, yaitu Andi Mallarangeng, Marzuki Alie, dan Anas Urbaningrum. Pada kongres 2010, menurut Sri Mulyono pemilihan ketua umum saat itu disebutnya berjalan sangat demokratis dan Anas Urbaningrum dinyatakan sebagai pemenang dengan cara yang juga demokratis.
Lalu di 2013, diungkapkannya, SBY mengambil alih Partai Demokrat dari Anas Urbaningrum dengan cara yang tidak demokratis dan melanggar AD/ART setelah itu dikatakannya tidak ada lagi demokrasi di Demokrat.
"Pak SBY mengangkat dirinya sendiri jadi ketum, calon tunggal, setelah itu Pak SBY mengondisikan aklamasi AHY calon tunggal, tidak ada lagi demokrasi. Jadi yang membunuh demokrasi dalam demokrat ya Pak SBY sendiri, bukan orang lain," kata Sri Mulyono.