Memperkuat Ketahanan Pangan

Senin, 08 Maret 2021 - 06:00 WIB
loading...
Memperkuat Ketahanan Pangan
Memperkuat Ketahanan Pangan
A A A
Memperkuat Ketahanan Pangan

Di awal masa pandemi korona (Covid-19) yang melanda negara-negara di dunia, termasuk Indonesia, banyak warga yang melakukan aksi borong kebutuhan bahan pokok di pasar-pasar maupun supermarket.

Aksi borong itu tak hanya pada komoditas makanan, tetapi juga pada produk lain seperti tisu toilet dan produk esensiallainnya.

Gelombang pembelian dalam jumlah besar itu semata-mata karena penduduk khawatir pasokan dari produsen terganggu akibat pandemi. Bahkan ada juga mereka yang sengaja menimbun bahan makanan pokok untuk persediaan.

Banyak negara yang mengalami gelombang aksi pembelian karena panik. Tingkat permintaan terhadap produk pangan yang melonjak inilah yang memberikan gambaran bahwa pemenuhan kebutuhan makanan dan minuman merupakan hal yang tidak bisa ditawar lagi.

Sejumlah kalangan juga mengkhawatirkan melonjaknya kebutuhan yang membuat kosongnya pasokan ke pasar mengindikasikan lemahnya ketahanan pangan suatu negara. Padahal belum tentu demikian. Kosongnya stok di rak-rak supermarket juga tidak berarti terjadi kekurangan pangan. Pasalnya bisa jadi hal itu hanya karena terganggunya pasokan akibat permintaan melebihi pasokan.

Berdasarkan indeks Global Food Security Index (GFSI) 2020 yang dikeluarkan oleh The Economist dan Corteva, Indonesia berada di posisi ke-65 dari 113 negara yang dinilai indeks ketahanan pangannya. Adapun urutan teratas diduduki Finlandia dengan skor keseluruhan 85,3%.

Dalam urusan ketahanan pangan, Finlandia mengungguli negara-negara maju baik di Eropa maupun Amerika. Secara keseluruhan Finlandia unggul hampir pada semua indikator seperti program jaminan pangan bagi penduduk, keamanan produk, standar nutrisi, kualitas protein, akses pasar danakses layanan keuangan bagi sektor pertanian hingga urusan dukungan politik ke sektor pertanian.

Dari beberapa faktor tersebut Finlandia menjadi yang terbaik karena poinnya didominasi angka di atas 75 dengan total skor mencapai 85,3. Bahkan ada empat sektor yang nilainya sempurna, 100, yakni program ketahanan pangan bagi masyarakat, jaminan keamanan pangan, standar nutrisi dan kualitas protein bagi masyarakatnya.

Lalu bagaimana dengan Indonesia? Dalam GFSI 2020, skor total indeks ketahanan pangan Indonesia adalah 59,5.Dari sekian banyak indikator yang diteliti, ada beberapa sektor yang masih lemah dalam tata kelola ketahanan pangan kita.Di antaranya akses terhadap layanan keuangan yang masih minim, infrastruktur pertanian yang masih kurang, dan minimnya riset-riset untuk menghasilkan produk pangan unggul.

Di luar itu yang masih menjadi pekerjaan rumah adalah faktor standar nutrisi, pemenuhan kualitas protein, dan keragaman makanan.Yang terakhir ini sungguh ironis karena di negeri ini ada banyak sumber makanan yang bisa dijadikan makanan pokok selain beras. Bahkan setiap daerah memiliki makanan khas tersendiri sebagai sumber karbohidrat sesuai dengan kearifan lokal masing-masing.

Seandainya saja ini bisa terpenuhi, rasanya tidak perlu lagi kita mengimpor beras dari luar negeri untuk memenuhi pasokan pangan dalam negeri. Jika diversifikasi ini berjalan baik, bisa jadi juga pemerintah tidak perlu repot-repot melakukan impor 1 juta ton untuk ketersediaan cadangan saat Puasa dan Lebaran tahun ini.

Guna memperkuat ketahanan pangan nasional, sebenarnya pemerintah telah menyiapkan program jangka panjang, termasuk mengembangkan kawasan lumbung pangan ataufood estatedi Kalimantan Tengah, Sumatera Utara, dan Nusa Tenggara Timur.

Namun program itu tentu saja tidak akan terasa dalam waktu dekat. Apalagi lahan yang akan digarap adalah kawasan baru yang memerlukan perlakuan khusus, termasuk menerapkan teknologi pertanian yang mumpuni.

Guna merealisasinya tentu saja harus melibatkan parastakeholderterkait, termasuk melakukan pendampingan kepada petani yang menggarapnya. Ihwal strategi ini telah disampaikan oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo pada pekan lalu.

Menurut dia, peningkatan produksi dan penguatan cadangan pangan menjadikan program pengembangan ini harus ditangani secaraextra-ordinary. Untuk itu Kementerian Pertanian (Kementan) akan memaksimalkan semua lini agar pendampingan yang diberikan terhadap petani di kawasan lumbung pangan di tiga provinsibisa berjalan maksimal.

Pada tahap awal, berdasarkan informasi dari situssetkab.go.id, tim pendamping tersebut akan bekerja secara intensif selama tiga bulan ke depan. Adapun anggota tim terdiri atas 70 tenaga fungsional meliputi peneliti, penyuluh pusat, akademisi, pengawas benih tanaman, peneliti dan perekayasa, pengamat organisme pengganggu tanaman dan fungsional umum lainnya.
(war)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1905 seconds (0.1#10.140)