Formappi Sebut Pembentukan Satgas Corona oleh DPR Membingungkan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Peneliti senior Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus menyebut pembentukan Satuan Tugas (Satgas) penanganan virus Corona atau Covid-19 oleh DPR nampak membingungkan masyarakat. Menurutnya, dalam Tata tertib (Tatib) DPR, Pimpinan memang berwenang membentuk Tim untuk tugas tertentu.
"Tim yang akan dibentuk harus diberitahukan kepada anggota DPR lainnya pada rapat paripurna. Karena dibentuk secara resmi oleh pimpinan, keberadaan Tim ditanggung oleh anggaran negara," tutur Lucius kepada Sindonews, Sabtu (18/4/2020).
Namun demikian, dalam konteks Satgas DPR itu dasarnya tidak ia temukan di dalam Tatib. Entah apakah pembentukan Satgas ini sesuatu yang formil atau semacam inisiatif anggota saja.
Menurutnya, jika Satgas merupakan alat kelengkapan resmi DPR, maka mestinya kita dengan mudah bisa menemukan di Tatib dasar hukum pembentukannya.
Di sisi lain, jika satgas ini merupakan inisiatif anggota lintas fraksi, yang didorong oleh semangat kemanusiaan atas perkembangan pandemi Covid yang kian mengkhawatirkan, maka seharusnya tak perlu bawa-bawa lembaga DPR dalam pekerjaan mereka. "Ini kan sukarelawanan anggota saja untuk mengekspresikan simpati dan empati mereka pada korban pandemi Covid," ujarnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, jika satgas ini membawa nama lembaga dan diposisikan sebagai alat kelengkapan lembaga, maka tentu jadi sulit ketika mereka harus menjalankan fungsi-fungsi eksekusi langsung ke lapangan.
"DPR didesign untuk merancang kebijakan, mengawasi kebijakan dan menjamin pelaksanaan kebijakan melalui anggaran. Urusan eksekusi ada di tangan pemerintah," kata dia.
Selain itu, kata Lucius, jika DPR menjalankan fungsi eksekusi, maka kesannya mereka tak percaya kepada pemerintah yang lebih dulu membentuk gugus tugas percepatan penanganan corona. Jika mereka percaya pemerintah, kenapa tugas eksekusi tak melalui jalur pemerintah saja agar lebih efektif. "DPR tinggal mengontrol pelaksanaan saja," tuturnya.
Ditambahkan dia, lebih aneh lagi karena satgas yang diposisikan sebagai alat lembaga parlemen harus melakukan pengumpulan sumbangan dari pihak masyarakat umum.
"Mereka juga mengumpulkan sumbangan dari anggota DPR sendiri. Lagi, Satgas ini bekerja untuk dan atas nama lembaga tetapi tak menggunakan anggaran lembaga," ucapnya.
"Wah. Ada upaya untuk menjadi alat kelengkapan DPR, tetapi disisi lain tak mau menggunakan anggaran lembaga. Mulia sih sepintas. Akan tetapi sekaligus mengkhawatirkan," pungkasnya.
"Tim yang akan dibentuk harus diberitahukan kepada anggota DPR lainnya pada rapat paripurna. Karena dibentuk secara resmi oleh pimpinan, keberadaan Tim ditanggung oleh anggaran negara," tutur Lucius kepada Sindonews, Sabtu (18/4/2020).
Namun demikian, dalam konteks Satgas DPR itu dasarnya tidak ia temukan di dalam Tatib. Entah apakah pembentukan Satgas ini sesuatu yang formil atau semacam inisiatif anggota saja.
Menurutnya, jika Satgas merupakan alat kelengkapan resmi DPR, maka mestinya kita dengan mudah bisa menemukan di Tatib dasar hukum pembentukannya.
Di sisi lain, jika satgas ini merupakan inisiatif anggota lintas fraksi, yang didorong oleh semangat kemanusiaan atas perkembangan pandemi Covid yang kian mengkhawatirkan, maka seharusnya tak perlu bawa-bawa lembaga DPR dalam pekerjaan mereka. "Ini kan sukarelawanan anggota saja untuk mengekspresikan simpati dan empati mereka pada korban pandemi Covid," ujarnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, jika satgas ini membawa nama lembaga dan diposisikan sebagai alat kelengkapan lembaga, maka tentu jadi sulit ketika mereka harus menjalankan fungsi-fungsi eksekusi langsung ke lapangan.
"DPR didesign untuk merancang kebijakan, mengawasi kebijakan dan menjamin pelaksanaan kebijakan melalui anggaran. Urusan eksekusi ada di tangan pemerintah," kata dia.
Selain itu, kata Lucius, jika DPR menjalankan fungsi eksekusi, maka kesannya mereka tak percaya kepada pemerintah yang lebih dulu membentuk gugus tugas percepatan penanganan corona. Jika mereka percaya pemerintah, kenapa tugas eksekusi tak melalui jalur pemerintah saja agar lebih efektif. "DPR tinggal mengontrol pelaksanaan saja," tuturnya.
Ditambahkan dia, lebih aneh lagi karena satgas yang diposisikan sebagai alat lembaga parlemen harus melakukan pengumpulan sumbangan dari pihak masyarakat umum.
"Mereka juga mengumpulkan sumbangan dari anggota DPR sendiri. Lagi, Satgas ini bekerja untuk dan atas nama lembaga tetapi tak menggunakan anggaran lembaga," ucapnya.
"Wah. Ada upaya untuk menjadi alat kelengkapan DPR, tetapi disisi lain tak mau menggunakan anggaran lembaga. Mulia sih sepintas. Akan tetapi sekaligus mengkhawatirkan," pungkasnya.
(nag)