Pemerintah Diminta Tinjau Ulang Rencana Pelibatan TNI Berantas Terorisme
loading...
A
A
A
Dengan demikian, menurut Stanislaus, jika draf Perpres tersebut disetujui, maka dapat disimpulkan bahwa negara memberikan kewenangan kepada TNI untuk melakukan penangkalan, penindakan dan pemulihan atas aksi terorisme dengan cakupan yang cukup luas.
Kata Stanislaus, kewenangan itu berpotensi konflik karena adanya kewenangan yang hampir sama dengan institusi lain seperti Polri dan BNPT. Dengan sasaran yang sama, dan kewenangan yang sama, namun dilakukan oleh institusi yang berbeda akan cukup rawan gesekan lapangan.
Di sisi lain, lanjut dia, penanganan terorisme banyak yang dilakukan dengan cara tertutup atau ndercover. Jika masing-masing lembaga yang mempunyai kewenangan untuk menangani terorisme melakukan aksi undercover terhadap sasaran yang sama, maka potensi benturan di lapangan sangat besar.
"Mencegah hal tersebut terjadi maka perlu koordinasi dan kerjasama terkait informasi intelijen terorisme. Kerja sama antara lembaga ini tidak akan berjalan dengan baik jika ada ego sektoral," ucapnya.
Di samping itu, saat ini BNPT adalah leading sector dalam penanggulangan terorisme. Jika secara resmi kewenangan untuk penangkalan, penindakan dan pemulihan atas aksi teror juga diberikan kepada TNI maka diperkirakan BNPT akan mengalami kesulitan dalam menjalankan tugasnya.
Secara organisasi, TNI merupakan organisasi yang lebih solid dan besar dibandingkan BNPT, tentu tidak mudah jika dalam penanggulangan terorisme TNI dibawah koordinasi BNPT.
Sedangkan, sisi positif dari pemberiaan kewenangan kepada TNI untuk mengatasi aksi teror adalah negara mempunyai amunisi yang kuat untuk melawan teroris dengan kekuatan militer. Tentu saja kekuatan ini harus digunakan secara selektif seperti terhadap kelompok teror yang menggunakan teknik perang hutan, gerilya, di Poso dan Papua.
"Menghadapi kelompok bersenjata, terutama jika senjata yang digunakan adalah standar militer, membutuhkan kemampuan khusus sehingga sangat tepat jika TNI mempunyai kewenangan untuk hal tersebut," katanya.
Masih kata dia, kesiapan TNI dalam menghadapi kelompok bersenjata yang ingin mengganggu negara tidak perlu diragukan lagi. Sumber daya manusia dan infrastruktur yang dimiliki TNI sangat siap untuk menjalankan tugas pemberantasan terorisme.
"Namun dengan mempertimbangkan reformasi sipil serta tugas dan kewenangan masing-masing lembaga yang terlibat dalam penanganan terorisme, maka Perpres tentang Tugas TNI dalam penanganan terorisme perlu diperbaiki terutama pada kewenangan, koordinasi, dan pembagian tugas. Perbaikan ini sangat perlu terutama jika yang dihadapi adalah target dan kasus yang sama," pungkasnya.
Kata Stanislaus, kewenangan itu berpotensi konflik karena adanya kewenangan yang hampir sama dengan institusi lain seperti Polri dan BNPT. Dengan sasaran yang sama, dan kewenangan yang sama, namun dilakukan oleh institusi yang berbeda akan cukup rawan gesekan lapangan.
Di sisi lain, lanjut dia, penanganan terorisme banyak yang dilakukan dengan cara tertutup atau ndercover. Jika masing-masing lembaga yang mempunyai kewenangan untuk menangani terorisme melakukan aksi undercover terhadap sasaran yang sama, maka potensi benturan di lapangan sangat besar.
"Mencegah hal tersebut terjadi maka perlu koordinasi dan kerjasama terkait informasi intelijen terorisme. Kerja sama antara lembaga ini tidak akan berjalan dengan baik jika ada ego sektoral," ucapnya.
Di samping itu, saat ini BNPT adalah leading sector dalam penanggulangan terorisme. Jika secara resmi kewenangan untuk penangkalan, penindakan dan pemulihan atas aksi teror juga diberikan kepada TNI maka diperkirakan BNPT akan mengalami kesulitan dalam menjalankan tugasnya.
Secara organisasi, TNI merupakan organisasi yang lebih solid dan besar dibandingkan BNPT, tentu tidak mudah jika dalam penanggulangan terorisme TNI dibawah koordinasi BNPT.
Sedangkan, sisi positif dari pemberiaan kewenangan kepada TNI untuk mengatasi aksi teror adalah negara mempunyai amunisi yang kuat untuk melawan teroris dengan kekuatan militer. Tentu saja kekuatan ini harus digunakan secara selektif seperti terhadap kelompok teror yang menggunakan teknik perang hutan, gerilya, di Poso dan Papua.
"Menghadapi kelompok bersenjata, terutama jika senjata yang digunakan adalah standar militer, membutuhkan kemampuan khusus sehingga sangat tepat jika TNI mempunyai kewenangan untuk hal tersebut," katanya.
Masih kata dia, kesiapan TNI dalam menghadapi kelompok bersenjata yang ingin mengganggu negara tidak perlu diragukan lagi. Sumber daya manusia dan infrastruktur yang dimiliki TNI sangat siap untuk menjalankan tugas pemberantasan terorisme.
"Namun dengan mempertimbangkan reformasi sipil serta tugas dan kewenangan masing-masing lembaga yang terlibat dalam penanganan terorisme, maka Perpres tentang Tugas TNI dalam penanganan terorisme perlu diperbaiki terutama pada kewenangan, koordinasi, dan pembagian tugas. Perbaikan ini sangat perlu terutama jika yang dihadapi adalah target dan kasus yang sama," pungkasnya.