Sengketa Lahan Megamendung, PTPN Bisa Gugat Perdata Habib Rizieq Shihab
loading...
A
A
A
JAKARTA - PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII bisa menggugat perdata Habib Rizieq Shihab terkait dugaan penggunaan lahan tanpa izin di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Sejauh ini, langkah hukum yang sudah diambil PTPN VIII adalah melaporkan Rizieq ke Bareskrim Mabes Polri .
Pengamat hukum sumber daya alam Universitas Tarumanagara Ahmad Redi berpendapat PTPN bisa menuntut Rizieq secara perdata sesuai Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. "Sangat bisa, selama memang ada kerugian yang diterima pihak tertentu, dalam hal ini PTPN," kata Redi kepada wartawan, Sabtu (20/2/2021).
(Baca: Habib Bahar Kirim Surat: Darahku Mendidih Mendengar Habib Rizieq Ditahan)
Pasal 1365 KUH Perdata menyebutkan bahwa setiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Redi menilai gugatan perdata tidak akan mengganggu proses hukum pidana. "Keduanya bisa jalan bersamaan," ujar Redi.
Laporan polisi PTPN VIII yang teregister dengan nomor: LP/B/0041/I/2021/Bareskrim tertanggal 22 Januari 2021 mempersangkakan Habib Rizieq dengan Pasal 107 Undang-Undang Nomor 39/2014 tentang Tindak Pidana Kejahatan Perkebunan, Pasal 69 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Kejahatan Penataan Ruang, Pasal 167 KUHP tentang Memasuki Pekarangan Tanpa Izin, Pasal 385 KUHP tentang Penyerobotan Tanah dan Pasal 480 KUHP tentang Penadahan. Sampai saat ini Polri masih menangani laporan tersebut.
Di sisi lain, PTPN VIII bakal mengambil alih lahan yang ditempati Pondok Pesantren Agrokultural Markaz Syariah yang diasuh Rizieq Shihab di Kecamatan Megamendung.
Sekretaris Perusahaan PTPN VIII Naning Diah Trisnowati menyatakan bahwa pihaknya berupaya menyelamatkan aset-aset negara, termasuk lahan berstatus hak guna usaha (HGU) di lahan Pesantren itu. Menurut Naning, langkah ini diambil untuk mengoptimalkan lahan yang masih produktif untuk dikelola, sehingga memberikan hasil keuangan kepada negara.
(Baca: Dalami Laporan Penyerobotan Lahan PTPN VIII, Polda Jabar Cek ke Megamendung)
Pakar pertanahan dari Dewan Nasional Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin menilai FPI tidak berhak mendapat ganti rugi jika lahan yang ditempati Pondok Pesantren Markaz Syariah diambil oleh PT PTPN VIII. Sebab FPI melanggar banyak Undang-Undang (UU) terkait keberadaan dan berdirinya Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah di atas kavling seluas kurang lebih 31,91 hektare.
“Terutama UU Perkebunan mereka langgar dan ada denda yang kurang lebih Rp4 miliar kalau melakukan penyerobotan tanah perkebunan yang telah memiliki HGU,” ujar Iwan, beberapa waktu lalu.
Dia menilai akad jual beli tanah yang dilakukan tidak dapat dibenarkan menurut hukum Indonesia. Karena, pemegang hak atas tanah adalah PTPN VIII. Dengan demikian, akad terkait lahan harus dilakukan oleh PTPN VIII.
“Bahwa akadnya hanya pengalihan penggarapan juga tidak bisa diterima. Sebab, fakta di lapangan menunjukkan FPI tidak hanya menanami lahan dengan aneka tumbuhan namun juga membuat aneka bangunan,” ujarnya.
Dia menambahkan, HGU yang dimiliki PTPN VIII diperuntukan bagi usaha perkebunan, pertanian, peternakan, tambak perikanan. Sementara untuk bangunan, maka sertifikat dalam bentuk Hak Guna Bangunan (HGB). “Harusnya untuk perkebunan bukan untuk pendidikan dan bangunan,” imbuhnya.
Pengamat hukum sumber daya alam Universitas Tarumanagara Ahmad Redi berpendapat PTPN bisa menuntut Rizieq secara perdata sesuai Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. "Sangat bisa, selama memang ada kerugian yang diterima pihak tertentu, dalam hal ini PTPN," kata Redi kepada wartawan, Sabtu (20/2/2021).
(Baca: Habib Bahar Kirim Surat: Darahku Mendidih Mendengar Habib Rizieq Ditahan)
Pasal 1365 KUH Perdata menyebutkan bahwa setiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Redi menilai gugatan perdata tidak akan mengganggu proses hukum pidana. "Keduanya bisa jalan bersamaan," ujar Redi.
Laporan polisi PTPN VIII yang teregister dengan nomor: LP/B/0041/I/2021/Bareskrim tertanggal 22 Januari 2021 mempersangkakan Habib Rizieq dengan Pasal 107 Undang-Undang Nomor 39/2014 tentang Tindak Pidana Kejahatan Perkebunan, Pasal 69 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Kejahatan Penataan Ruang, Pasal 167 KUHP tentang Memasuki Pekarangan Tanpa Izin, Pasal 385 KUHP tentang Penyerobotan Tanah dan Pasal 480 KUHP tentang Penadahan. Sampai saat ini Polri masih menangani laporan tersebut.
Di sisi lain, PTPN VIII bakal mengambil alih lahan yang ditempati Pondok Pesantren Agrokultural Markaz Syariah yang diasuh Rizieq Shihab di Kecamatan Megamendung.
Sekretaris Perusahaan PTPN VIII Naning Diah Trisnowati menyatakan bahwa pihaknya berupaya menyelamatkan aset-aset negara, termasuk lahan berstatus hak guna usaha (HGU) di lahan Pesantren itu. Menurut Naning, langkah ini diambil untuk mengoptimalkan lahan yang masih produktif untuk dikelola, sehingga memberikan hasil keuangan kepada negara.
(Baca: Dalami Laporan Penyerobotan Lahan PTPN VIII, Polda Jabar Cek ke Megamendung)
Pakar pertanahan dari Dewan Nasional Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin menilai FPI tidak berhak mendapat ganti rugi jika lahan yang ditempati Pondok Pesantren Markaz Syariah diambil oleh PT PTPN VIII. Sebab FPI melanggar banyak Undang-Undang (UU) terkait keberadaan dan berdirinya Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah di atas kavling seluas kurang lebih 31,91 hektare.
“Terutama UU Perkebunan mereka langgar dan ada denda yang kurang lebih Rp4 miliar kalau melakukan penyerobotan tanah perkebunan yang telah memiliki HGU,” ujar Iwan, beberapa waktu lalu.
Dia menilai akad jual beli tanah yang dilakukan tidak dapat dibenarkan menurut hukum Indonesia. Karena, pemegang hak atas tanah adalah PTPN VIII. Dengan demikian, akad terkait lahan harus dilakukan oleh PTPN VIII.
“Bahwa akadnya hanya pengalihan penggarapan juga tidak bisa diterima. Sebab, fakta di lapangan menunjukkan FPI tidak hanya menanami lahan dengan aneka tumbuhan namun juga membuat aneka bangunan,” ujarnya.
Dia menambahkan, HGU yang dimiliki PTPN VIII diperuntukan bagi usaha perkebunan, pertanian, peternakan, tambak perikanan. Sementara untuk bangunan, maka sertifikat dalam bentuk Hak Guna Bangunan (HGB). “Harusnya untuk perkebunan bukan untuk pendidikan dan bangunan,” imbuhnya.
(muh)