Musyawarah Mufakat 'Teknologi Canggih' Warisan Budaya Pecahkan Persoalan

Rabu, 17 Februari 2021 - 16:31 WIB
loading...
Musyawarah Mufakat Teknologi Canggih Warisan Budaya Pecahkan Persoalan
Indonesia dengan demokrasi Pancasila dinilai sudah memiliki landasan baik untuk membangun kemerdekaan dan kebebasan berpendapat. Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Kritik ibarat vitamin dalam demokrasi sebagai masukan, nasihat dan aspirasi yang konstruktif. Namun, kritik harus dibangun tidak berdasarkan kebencian, menghasut dan memecah belah, apalagi mencaci maki secara personal, bukan aspek subtansial.

Indonesia dengan demokrasi Pancasila dinilai sudah memiliki landasan baik untuk membangun kemerdekaan dan kebebasan berpendapat.

“Indonesia sudah punya 'teknologi' yang diwariskan oleh para pendiri bangsa, teknologi yang sangat 'canggih' dalam sistem demokrasi dan dapat digunakan untuk memecahkan masalah. Namanya musyawarah dan mufakat,” ujar pengamat komunikasi politik Hendri Satrio di Jakarta, Selasa 16 Februari 2021.

Namun, kata dia, musyararah mufakat sudah jarang digunakan, bahkan hampir saja dilupakan orang dalam berdemokrasi di Indonesia. Terbukti akhir-akhir ini suasana berbangsa dan bernegara sangat gaduh akibat "perang" kritik, baik di media maupun media sosial.

Padahal, kata founder lembaga survei KedaiKOPI ini, kalau teknologi musyawarah dan mufakat ini terpelihara dengan baik maka berbagai perbedaan pendapat yang ada di Indonesia akan selesai dengan indah.

“Demokrasi itu perbedaan pendapat wajar dan biasa disampaikan. Kalau selisih paham, ya kita bisa selesaikan dengan bermufakat dan bermusyawarah. Intinya dalam demorasi dalam menyampaikan pendapat Pancasila harus dijadikan dasar dalam berkomunikasi,” tutur Hendri.

Selain itu, lanjut Hendri, kritik harus disampaikan dengan baik. Lebih penting lagi, jangan melakukan kritik yang berbau SARA, terutama agama. “Selalu junjung tinggi asas saling menghormati antarsesama dan kedepankan Persatuan Indonesia,” tukas dosen komunikasi politik Universitas Paramadina ini," tandasnya.

Dia yakin bila musyawarah dan muafakat itu dilakukan maka komunikasi yang terjadi dalam demokrasi adalah saling menghormati. Itu sangat elok dalam membangun dan menjaga keutuhan bangsa dan negara.

Apalagi saat ini banyak sekali musibah dan gangguan yang tengah dihadapi Indonesia. Baik itu berupa pendami maupun serangan ideologi asing. Selain itu dalam berkomunikasi terutama saat memberikan kritik, sambung dia, semua pihak harus bisa menjaga emosi. Itu penting agar pesan komunikasi bisa tersampaikan sehingga tidak berimbas negatif di masyarakat.

Mengenai riuh rendahnya kritik atau komunikasi kepada pemerintah yang disampaikan oleh kelompok atau perorangan baik berupa komunikasi politik, sosial, ekonomi, bahkan kebangsaan, dan lain-lain, Hendri memiliki pesan kepada pemerintah.

“Pertama, pemerintah harus mempelajari bahasa rakyat dalam menyampaikan kritik. Kadang bahasa berbeda, kesantunan berbeda, dan etikanya berbeda antara rakyat dengan pemerintah,” tutur Hendri.

Pemerintah dikatakannya harus membuka ruang dialog kepada rakyat yang emosi dengan menyampaikan pendapat dengan kritik tajam.

Kedua, lanjut Hendri, pemerintah sebaiknya lebih banyak mendengarkan. Karena dengan mendengarkan pemerintah akan lebih mengerti kondisi masyarkaat yang sebenarnya terjadi.

“Apa pun hasilnya, apapun keadannya, pemerintah itu pasti leibh bijaksana dibandingkan rakyat. Oleh karena itu yang harus lebih banyak mengerti dan bersabar adalah pemerintah,” pungkas Hendri Satrio.
(dam)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1253 seconds (0.1#10.140)