Tahun Ini Diprediksikan Tak Ada Pemberangkatan Haji ke Tanah Suci
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Komnas Haji dan Umrah Mustolih Siradj menyoroti soal musim haji 2021 yang semakin dekat. Untuk itu, ia mengingatkan pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama ( Kemenag ) dan Komisi VIII DPR perlu segera menyiapkan skenario terburuk penyelenggaraan haji 2021 ini.
Menurut dia, persiapan skenario ini diperlukan dengan berkaca pada pengalaman tahun lalu ketika Arab Saudi hanya menyelenggarakan haji untuk warganya. Tidak ada pengiriman jamaah dari negara di luar Arab Saudi, termasuk Indonesia.
“Ini sangat mungkin terulang pada tahun ini jika melihat kondisi dan situasi kurva penanganan Covid-19 di mana kasus masyarakat yang terkena infeksi terus melonjak. Kemungkinan tidak ada misi haji ke Tanah Suci tahun 2021,” kata Mustolih di Jakarta, Selasa (16/2/2021).
(Baca: Soal Haji 2021, Pelaku Usaha Tunggu Keputusan Pemerintah Arab Saudi)
Mustolih memaparkan, situasi di Arab Saudi sendiri juga tidak jauh berbeda. Terlebih baru-baru ini Pemerintah Arab Saudi menutup pintu bagi warga asing yang ingin menjalankan ibadah umrah. Situasi seperti ini, tentu akan berdampak pada keleluasaan dan mobilitas panitia penyelenggara ibadah haji melakukan survei dan kontrak-kontrak penerbangan, katering, pemondokan, transportasi, dan berbagai persiapan lainnya.
Dia berpandangan, jika tahun ini jamaah haji Indonesia gagal berangkat lahi, maka itu akan berakibat sangat serius terhadap makin panjangnya antrean pemberangkatan calon jamaah haji. Di sisi lain, kuota tidak kunjung bertambah secara signifikan. Hal ini yang perlu diwaspadai dan diantisipasi agar mulai dipikirkan jalan keluarnya.
“Dengan kata lain, Kemenag dan DPR jangan hanya fokus pada masalah BPIH atau anggaran, tetapi juga segala kemungkinan terkait keseluruhan penyelenggaraan haji baik untuk jangka pendek, menengah, dan jangka panjang,” terang dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
(Baca: Ikrar Aqaba: Peristiwa di Musim Haji yang Menegangkan)
Oleh karena itu, Mustolih menambahkan, sejak bulan Rajab Kemenag dan DPR sudah mulai ancang-ancang membahas Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dengan skema kuota normal dan asusmsi kuota hanya diberikan 50%. Menurutnya, dalam kondisi pandemi sekarang ini alokasi anggaran kesehatan agaknya akan menjadi prioritas utama dan menyedot biaya.
“Sebelum pandemi Covid-19 melanda, memang Kemenag dan DPR berupaya melakukan percepatan penetapan BPIH pada awal Ramadhan yang ditandai dengan keluarnya Keputusan Presiden (Keppres), sehingga persiapan calon jamaah haji yang berangkat tahun ini memiliki waktu yang cukup luas untuk pelunasan dan persiapan, termasuk panitia dan Penyelenggara Ibadah Hai Khusus (PIHK),” kata dia.
Menurut dia, persiapan skenario ini diperlukan dengan berkaca pada pengalaman tahun lalu ketika Arab Saudi hanya menyelenggarakan haji untuk warganya. Tidak ada pengiriman jamaah dari negara di luar Arab Saudi, termasuk Indonesia.
“Ini sangat mungkin terulang pada tahun ini jika melihat kondisi dan situasi kurva penanganan Covid-19 di mana kasus masyarakat yang terkena infeksi terus melonjak. Kemungkinan tidak ada misi haji ke Tanah Suci tahun 2021,” kata Mustolih di Jakarta, Selasa (16/2/2021).
(Baca: Soal Haji 2021, Pelaku Usaha Tunggu Keputusan Pemerintah Arab Saudi)
Mustolih memaparkan, situasi di Arab Saudi sendiri juga tidak jauh berbeda. Terlebih baru-baru ini Pemerintah Arab Saudi menutup pintu bagi warga asing yang ingin menjalankan ibadah umrah. Situasi seperti ini, tentu akan berdampak pada keleluasaan dan mobilitas panitia penyelenggara ibadah haji melakukan survei dan kontrak-kontrak penerbangan, katering, pemondokan, transportasi, dan berbagai persiapan lainnya.
Dia berpandangan, jika tahun ini jamaah haji Indonesia gagal berangkat lahi, maka itu akan berakibat sangat serius terhadap makin panjangnya antrean pemberangkatan calon jamaah haji. Di sisi lain, kuota tidak kunjung bertambah secara signifikan. Hal ini yang perlu diwaspadai dan diantisipasi agar mulai dipikirkan jalan keluarnya.
“Dengan kata lain, Kemenag dan DPR jangan hanya fokus pada masalah BPIH atau anggaran, tetapi juga segala kemungkinan terkait keseluruhan penyelenggaraan haji baik untuk jangka pendek, menengah, dan jangka panjang,” terang dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
(Baca: Ikrar Aqaba: Peristiwa di Musim Haji yang Menegangkan)
Oleh karena itu, Mustolih menambahkan, sejak bulan Rajab Kemenag dan DPR sudah mulai ancang-ancang membahas Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dengan skema kuota normal dan asusmsi kuota hanya diberikan 50%. Menurutnya, dalam kondisi pandemi sekarang ini alokasi anggaran kesehatan agaknya akan menjadi prioritas utama dan menyedot biaya.
“Sebelum pandemi Covid-19 melanda, memang Kemenag dan DPR berupaya melakukan percepatan penetapan BPIH pada awal Ramadhan yang ditandai dengan keluarnya Keputusan Presiden (Keppres), sehingga persiapan calon jamaah haji yang berangkat tahun ini memiliki waktu yang cukup luas untuk pelunasan dan persiapan, termasuk panitia dan Penyelenggara Ibadah Hai Khusus (PIHK),” kata dia.
(muh)