Soal Sanksi Penolak Vaksinasi, DPR Ingatkan Pemerintah Tidak Represif
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati meminta pemerintah mengingat janji bahwa dalam program vaksinasi Covid-19 kepada masyarakat agar tak melakukan pendekatan sanksi. Hal itu diungkapkan menyusul diterbitkannya Peraturan Presiden No. 14 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 99 tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksin dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19 pada Sabtu (13/2/2021).
Mufida melihat, peraturan tersebut lebih menekankan pada pendekatan represif ketimbang tindakan persuasif oleh pemerintah.
Baca juga: Sudah 24 Ribu Tenaga Kesehatan Surabaya Divaksinasi, KIPI Hanya 0,1 Persen
Dalam Pasal 13 A ayat (4) Perpres tersebut mengatur bahwa masyarakat yang ditetapkan sebagai penerima vaksin namun tidak mau divaksin maka akan mendapatkan sanksi berupa: a. Penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial ; b. Penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintah; dan/atau c. denda. Sanksi-sanksi tersebut dapat dilakukan oleh Pemerintah di tingkat kementerian, lembaga, pemerintah daerah ataupun badan lainnya yang berwenang.
"Kami ingatkan pemerintah hasil Rapat Kerja Komisi antara DPR dan Pemerintah sesuai UUMD3 pasal 98 ayat 6 menyebut kesimpulan rapat kerja antara DPR dan pemerintah bersifat mengikat dan wajib dilaksanakan oleh pemerintah. Keluarnya Perpres soal sanksi vaksinasi mencederai kesimpulan Rapat Kerja ini," kata Mufida dalam keterangannya, Senin (15/2/2021).
Baca juga: Puluhan Orang Alami KIPI Setelah Divaksin COVID-19
Politikus PKS itu menyayangkan pendekatan represif tersebut, apalagi jaminan dan bantuan sosial serta layanan administrasi pemerintah merupakan hak-hak dasar warga negara yang memang harus dipenuhi oleh pemerintah. Menurut dia, seharusnya pemerintah mengutamakan sosialisasi, edukasi dan tindakan persuasif lainnya terkait pelaksanaan vaksinasi bukannya mengancam akan mengebiri hak-hak masyarakat.
"Sikap pemerintah yang menggunakan bansos sebagai alat agar masyarakat menjadi patuh merupakan tindakan yang sangat disayangkan. Masyarakat kita banyak yang belum teredukasi terkait program vaksin ini. Sebagian masyarakat bahkan masih merasa khawatir dan takut untuk divaksin," ujarnya.
Ia melihat, hingga saat ini sosialisasi vaksinasi belum menjamah seluruh lapisan masyarakat. Masih banyak masyarakat yang belum paham, bahkan belum mendapatkan informasi apapun terkait program vaksinasi dari Pemerintah.
"Pemerintah seharusnya fokus pada sosialisasi dan evaluasi pengadaan serta pelaksanaan vaksinasi yang sudah dilakukan, dengan begitu kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan kesadaran dalam melaksanakan program vaksin akan timbul dengan sendirinya. Masyarakat akan dengan ikhlas dan sukarela divaksin tanpa adanya ancaman-ancaman yang sebetulnya tidak perlu," tegasnya
Menurut Mufida, jika pemerintah lalai melaksanakan sosialiasi dan edukasi program vaksin, hal ini justru akan menimbulkan kekacauan dan masalah yang tidak diinginkan. Bisa saja, kata dia, dalam pelaksanaannya masyarakat ikut vaksin hanya karena takut bansosnya dihentikan, lalu mereka mengabaikan ketentuan dan persyaratan bagi penerima vaksin, mengaku sehat dan mengisi lembar screening asal-asalan. Hal ini dapat menimbulkan adanya kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) .
Ia mengatakan, pemerintah memang sudah menyiapkan program untuk menanggulangi terjadinya KIPI. Namun, jika terlalu banyak KIPI, bisa menimbulkan masalah baru dan masyarakat yang belum divaksin menjadi khawatir dan tidak mau divaksin.
Baca juga: Vaksin Sinovac Aman, Belum Ditemukan KIPI usai Vaksinansi
"Hal tersebut jangan sampai terjadi, oleh karena itu akan lebih baik jika pemerintah mengutamakan dan memasifkan sosialisasi dan edukasi terkait program vaksinasi Covid-19 daripada membuat aturan-aturan yang justru dapat menimbulkan dampak yang tidak diinginkan," pungkasnya.
Mufida melihat, peraturan tersebut lebih menekankan pada pendekatan represif ketimbang tindakan persuasif oleh pemerintah.
Baca juga: Sudah 24 Ribu Tenaga Kesehatan Surabaya Divaksinasi, KIPI Hanya 0,1 Persen
Dalam Pasal 13 A ayat (4) Perpres tersebut mengatur bahwa masyarakat yang ditetapkan sebagai penerima vaksin namun tidak mau divaksin maka akan mendapatkan sanksi berupa: a. Penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial ; b. Penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintah; dan/atau c. denda. Sanksi-sanksi tersebut dapat dilakukan oleh Pemerintah di tingkat kementerian, lembaga, pemerintah daerah ataupun badan lainnya yang berwenang.
"Kami ingatkan pemerintah hasil Rapat Kerja Komisi antara DPR dan Pemerintah sesuai UUMD3 pasal 98 ayat 6 menyebut kesimpulan rapat kerja antara DPR dan pemerintah bersifat mengikat dan wajib dilaksanakan oleh pemerintah. Keluarnya Perpres soal sanksi vaksinasi mencederai kesimpulan Rapat Kerja ini," kata Mufida dalam keterangannya, Senin (15/2/2021).
Baca juga: Puluhan Orang Alami KIPI Setelah Divaksin COVID-19
Politikus PKS itu menyayangkan pendekatan represif tersebut, apalagi jaminan dan bantuan sosial serta layanan administrasi pemerintah merupakan hak-hak dasar warga negara yang memang harus dipenuhi oleh pemerintah. Menurut dia, seharusnya pemerintah mengutamakan sosialisasi, edukasi dan tindakan persuasif lainnya terkait pelaksanaan vaksinasi bukannya mengancam akan mengebiri hak-hak masyarakat.
"Sikap pemerintah yang menggunakan bansos sebagai alat agar masyarakat menjadi patuh merupakan tindakan yang sangat disayangkan. Masyarakat kita banyak yang belum teredukasi terkait program vaksin ini. Sebagian masyarakat bahkan masih merasa khawatir dan takut untuk divaksin," ujarnya.
Ia melihat, hingga saat ini sosialisasi vaksinasi belum menjamah seluruh lapisan masyarakat. Masih banyak masyarakat yang belum paham, bahkan belum mendapatkan informasi apapun terkait program vaksinasi dari Pemerintah.
"Pemerintah seharusnya fokus pada sosialisasi dan evaluasi pengadaan serta pelaksanaan vaksinasi yang sudah dilakukan, dengan begitu kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan kesadaran dalam melaksanakan program vaksin akan timbul dengan sendirinya. Masyarakat akan dengan ikhlas dan sukarela divaksin tanpa adanya ancaman-ancaman yang sebetulnya tidak perlu," tegasnya
Menurut Mufida, jika pemerintah lalai melaksanakan sosialiasi dan edukasi program vaksin, hal ini justru akan menimbulkan kekacauan dan masalah yang tidak diinginkan. Bisa saja, kata dia, dalam pelaksanaannya masyarakat ikut vaksin hanya karena takut bansosnya dihentikan, lalu mereka mengabaikan ketentuan dan persyaratan bagi penerima vaksin, mengaku sehat dan mengisi lembar screening asal-asalan. Hal ini dapat menimbulkan adanya kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) .
Ia mengatakan, pemerintah memang sudah menyiapkan program untuk menanggulangi terjadinya KIPI. Namun, jika terlalu banyak KIPI, bisa menimbulkan masalah baru dan masyarakat yang belum divaksin menjadi khawatir dan tidak mau divaksin.
Baca juga: Vaksin Sinovac Aman, Belum Ditemukan KIPI usai Vaksinansi
"Hal tersebut jangan sampai terjadi, oleh karena itu akan lebih baik jika pemerintah mengutamakan dan memasifkan sosialisasi dan edukasi terkait program vaksinasi Covid-19 daripada membuat aturan-aturan yang justru dapat menimbulkan dampak yang tidak diinginkan," pungkasnya.
(zik)