Masih Proses Riset, GeNose untuk Penumpang KA Berpotensi False Negatif
loading...
A
A
A
JAKARTA - Alat pendeteksi Covid-19, Gadjah Mada Electric Nose Covid-19 atau GeNose C19 resmi digunakan sebagai syarat perjalanan penumpang kereta api (KA) jarak jauh. GeNose diklaim memiliki akurasi 90%.
Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman justru mengkritisi penggunaan GeNose ini untuk deteksi di populasi umum seperti yang digunakan untuk penumpang KA . Sebab akurasi lebih dari 90% diperoleh dari riset di rumah sakit.
“Akurasi deteksi lebih dari 90% itu, itu yang berbasis di setting rumah sakit ya, di setting rumah sakit. Tapi kalau di populasi itu belum ada datanya, di populasi umum,” ungkap Dicky kepada SINDOnews, Jumat (5/2/2021).
(Baca: Hasil Tes GeNose Positif, Ini yang Harus Dilakukan Penumpang Kereta)
Apalagi, kata Dicky, hingga saat ini belum ada data riset GeNose untuk mendeteksi orang yang tidak bergejala Covid-19. “Apalagi mendeteksi orang tidak bergejala, orang berisiko rendah, itu belum ada datanya. Jadi berbeda ya setting pada fase 1, 2 nya itu berbeda dengan peruntukannya. Ini yang nggak bisa disamakan,” katanya.
Bahkan, Genose juga masih dalam proses riset. Sehingga, kata Dicky, bisa berpotensi false negatif ketika Genose ini digunakan. “Jadi, masih ada proses yang harus dilakukan untuk itu (riset). Terutama karena ada bias seleksi partisipan, di fase 1 nya, termasuk fase 2 nya. Jadi ini akan berpotensi terjadinya false negatif, akan sangat berpotensi,” jelasnya.
Selain itu, Dicky juga mengkritisi pelaksanaan pengambilan sampel Genose yang mulai hari ini digunakan di Stasiun Pasar Senen, Jakarta. Ia mengatakan pengambilan sampel riskan potensi paparan Covid-19. Apalagi, penularan Covid-19 terjadi melalui udara.
“Dan ditambah lagi ada potensi paparan ya, ketika pengambilan melakukan tesnya di tempat yang menurut saya itu sangat riskan ya. Apalagi sangat jelas saat ini penularan Covid ini melalui udara,” jelas Dicky.
(Baca: Bayar Rp20 Ribu, Tes GeNose di Stasiun Jogja Lebih Diminati Dibanding Swab Antigen)
Oleh karena itu, Dicky pun menegaskan jika penggunaan GeNose ini untuk umum terlalu terburu-buru, bahkan cenderung berbahaya. “Jadi ini menurut saya terlalu terburu-buru, sangat terburu-buru. Dan sangat berbahaya ya, cenderung berbahaya,” tegasnya.
Apalagi, kata Dicky, saat ini riset GeNose juga belum selesai dan masih ada titik lemah di sisi metodologinya. “Apalagi ini belum tuntas ya, belum tuntas ini risetnya. Dan banyak hal titik lemahnya ya dari sisi metodologi risetnya,” katanya.
“Jadi lebih tepat kalau mau diuji gunakan ya di setting yang sama yaitu di rumah sakit atau fasilitas kesehatan. Karena memang mesinnya, mesin pintarnya dilatih itu dengan setting rumah sakit dari awal. Kemudian divalidasi juga sama, sehingga kalau tiba-tiba diperuntukkan untuk populasi umum, itu yang salah kaprah menurut saya, salah kaprah. Dan berbahaya,” ungkap Dicky.
Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman justru mengkritisi penggunaan GeNose ini untuk deteksi di populasi umum seperti yang digunakan untuk penumpang KA . Sebab akurasi lebih dari 90% diperoleh dari riset di rumah sakit.
“Akurasi deteksi lebih dari 90% itu, itu yang berbasis di setting rumah sakit ya, di setting rumah sakit. Tapi kalau di populasi itu belum ada datanya, di populasi umum,” ungkap Dicky kepada SINDOnews, Jumat (5/2/2021).
(Baca: Hasil Tes GeNose Positif, Ini yang Harus Dilakukan Penumpang Kereta)
Apalagi, kata Dicky, hingga saat ini belum ada data riset GeNose untuk mendeteksi orang yang tidak bergejala Covid-19. “Apalagi mendeteksi orang tidak bergejala, orang berisiko rendah, itu belum ada datanya. Jadi berbeda ya setting pada fase 1, 2 nya itu berbeda dengan peruntukannya. Ini yang nggak bisa disamakan,” katanya.
Bahkan, Genose juga masih dalam proses riset. Sehingga, kata Dicky, bisa berpotensi false negatif ketika Genose ini digunakan. “Jadi, masih ada proses yang harus dilakukan untuk itu (riset). Terutama karena ada bias seleksi partisipan, di fase 1 nya, termasuk fase 2 nya. Jadi ini akan berpotensi terjadinya false negatif, akan sangat berpotensi,” jelasnya.
Selain itu, Dicky juga mengkritisi pelaksanaan pengambilan sampel Genose yang mulai hari ini digunakan di Stasiun Pasar Senen, Jakarta. Ia mengatakan pengambilan sampel riskan potensi paparan Covid-19. Apalagi, penularan Covid-19 terjadi melalui udara.
“Dan ditambah lagi ada potensi paparan ya, ketika pengambilan melakukan tesnya di tempat yang menurut saya itu sangat riskan ya. Apalagi sangat jelas saat ini penularan Covid ini melalui udara,” jelas Dicky.
(Baca: Bayar Rp20 Ribu, Tes GeNose di Stasiun Jogja Lebih Diminati Dibanding Swab Antigen)
Oleh karena itu, Dicky pun menegaskan jika penggunaan GeNose ini untuk umum terlalu terburu-buru, bahkan cenderung berbahaya. “Jadi ini menurut saya terlalu terburu-buru, sangat terburu-buru. Dan sangat berbahaya ya, cenderung berbahaya,” tegasnya.
Apalagi, kata Dicky, saat ini riset GeNose juga belum selesai dan masih ada titik lemah di sisi metodologinya. “Apalagi ini belum tuntas ya, belum tuntas ini risetnya. Dan banyak hal titik lemahnya ya dari sisi metodologi risetnya,” katanya.
“Jadi lebih tepat kalau mau diuji gunakan ya di setting yang sama yaitu di rumah sakit atau fasilitas kesehatan. Karena memang mesinnya, mesin pintarnya dilatih itu dengan setting rumah sakit dari awal. Kemudian divalidasi juga sama, sehingga kalau tiba-tiba diperuntukkan untuk populasi umum, itu yang salah kaprah menurut saya, salah kaprah. Dan berbahaya,” ungkap Dicky.
(muh)