PPKM Tak Efektif, PKS: Kebijakan Jangan Jadi Gimik Politik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher meminta pemerintah mencari terobosan inovatif guna menekan angka kasus COVID-19 . Hal tersebut dikatakan Netty merespons pemerintah yang mengakui kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat ( PPKM ) di Jawa dan Bali tidak efektif. Indikasinya adalah mobilitas masyarakat masih tinggi, sehingga di beberapa provinsi kasus positif COVID-19 tetap naik.
"Jika PPKM dianggap tidak efektif, seharusnya pemerintah kerja ekstra keras guna mencari terobosan inovatif dalam menekan angka kasus COVID-19. Untuk apa kewenangan kebijakan dan dukungan anggaran yang luar biasa besar jika tidak ada perubahan kondisi yang terukur. Kewenangan eksekusi harus digunakan dengan benar dan sungguh-sungguh," katanya dalam keterangan media, Senin (1/2/2020).
Baca Juga: Kunjungan Wisman Anjlok 75,03% di 2020, Tantangan Masih Berat di 2021
Salah satu terobosan yang disarankan Netty adalah melakukan karantina wilayah secara penuh serta fokus pada pembenahan sistem kesehatan. "Kebijakan setengah hati antara penguatan sistem kesehatan dan pemulihan ekonomi telah membawa kita pada situasi sulit di mana pandemi tidak terkendali, dan pemulihan ekonomi pun tidak terjadi. Sudah saatnya pemerintah fokus pada penanganan kesehatan dan lakukan karantina wilayah secara penuh. Pemerintah harus berani ambil opsi ini dan bertanggung jawab atas risikonya," kata Ketua Tim Covid-19 Fraksi PKS DPR RI ini.
Dia menilai salah satu bentuk kebijakan setengah hati adalah PSBB dan PPKM. Dia melanjutkan, PSBB dan PPKM bertujuan untuk membatasi mobilitas penduduk agar mata rantai penularan terputus.
"Perkantoran, pusat perbelanjaan dan tempat hiburan dibatasi, tapi kenyataannya kerumunan massa tetap terjadi di banyak titik. Di pasar tradisional, antrian dalam pengurusan SIM/STNK, rumah makan, bahkan kegiatan perkumpulan di masyarakat masih berjalan tanpa menaati prokes. Tokoh publik dan influencer pun belum bisa jadi contoh yang baik bagi masyarakat dalam menjalankan PPKM," katanya.
Dia menunjukkan bukti bahwa kebijakan setengah hati membuat kasus makin melonjak dan ekonomi tetap tidak pulih. "Sampai saat ini angka kasus sudah mencapai lebih dari 1 juta dengan positifity rate yang terus meningkat. Angka pertumbuhan ekonomi pun masih terpuruk. Jadi, pemerintah bukan hanya melakukan evaluasi PPKM Jawa Bali, tetapi harus mengerahkan segenap upaya guna mencari formulasi kebijakan yang lebih efektif, yang memang cocok diterapkan di Indonesia," kata Netty.
Netty juga menyinggung soal orkestrasi penangananan pandemi Covid-19 agar tidak terjadi kebijakan yang tumpang tindih dan tidak sinkron. "Untuk menang melawan pandemi Covid-19, kita butuh sosok pemimpin yang mampu mengorkestrasikan semua lini pengambilan kebijakan penanganan pandemi," ujarnya.
"Jika PPKM dianggap tidak efektif, seharusnya pemerintah kerja ekstra keras guna mencari terobosan inovatif dalam menekan angka kasus COVID-19. Untuk apa kewenangan kebijakan dan dukungan anggaran yang luar biasa besar jika tidak ada perubahan kondisi yang terukur. Kewenangan eksekusi harus digunakan dengan benar dan sungguh-sungguh," katanya dalam keterangan media, Senin (1/2/2020).
Baca Juga: Kunjungan Wisman Anjlok 75,03% di 2020, Tantangan Masih Berat di 2021
Salah satu terobosan yang disarankan Netty adalah melakukan karantina wilayah secara penuh serta fokus pada pembenahan sistem kesehatan. "Kebijakan setengah hati antara penguatan sistem kesehatan dan pemulihan ekonomi telah membawa kita pada situasi sulit di mana pandemi tidak terkendali, dan pemulihan ekonomi pun tidak terjadi. Sudah saatnya pemerintah fokus pada penanganan kesehatan dan lakukan karantina wilayah secara penuh. Pemerintah harus berani ambil opsi ini dan bertanggung jawab atas risikonya," kata Ketua Tim Covid-19 Fraksi PKS DPR RI ini.
Dia menilai salah satu bentuk kebijakan setengah hati adalah PSBB dan PPKM. Dia melanjutkan, PSBB dan PPKM bertujuan untuk membatasi mobilitas penduduk agar mata rantai penularan terputus.
"Perkantoran, pusat perbelanjaan dan tempat hiburan dibatasi, tapi kenyataannya kerumunan massa tetap terjadi di banyak titik. Di pasar tradisional, antrian dalam pengurusan SIM/STNK, rumah makan, bahkan kegiatan perkumpulan di masyarakat masih berjalan tanpa menaati prokes. Tokoh publik dan influencer pun belum bisa jadi contoh yang baik bagi masyarakat dalam menjalankan PPKM," katanya.
Dia menunjukkan bukti bahwa kebijakan setengah hati membuat kasus makin melonjak dan ekonomi tetap tidak pulih. "Sampai saat ini angka kasus sudah mencapai lebih dari 1 juta dengan positifity rate yang terus meningkat. Angka pertumbuhan ekonomi pun masih terpuruk. Jadi, pemerintah bukan hanya melakukan evaluasi PPKM Jawa Bali, tetapi harus mengerahkan segenap upaya guna mencari formulasi kebijakan yang lebih efektif, yang memang cocok diterapkan di Indonesia," kata Netty.
Netty juga menyinggung soal orkestrasi penangananan pandemi Covid-19 agar tidak terjadi kebijakan yang tumpang tindih dan tidak sinkron. "Untuk menang melawan pandemi Covid-19, kita butuh sosok pemimpin yang mampu mengorkestrasikan semua lini pengambilan kebijakan penanganan pandemi," ujarnya.