Demokrat: Ambang Batas Parlemen dan Presiden Jangan Batasi Hak Rakyat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Draf Rancangan Undang-Undang tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu dan Undang-Undang Nomor 10/2016 tentang Pilkada ( RUU Pemilu ) mulai menjadi perdebatan, meskipun RUU tersebut belum masuk pembahasan.
Salah satu yang diperdebatkan adalah ambang batas parlemen ( parliamentary threshold ) dan juga ambang batas pencalonan presiden ( presidential threshold ).
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Irwan mengatakan, kekuasaan tertinggi dalam negara yang menganut demokrasi konstitusional ada pada rakyat, untuk menggunakan haknya untuk memilih dan juga dipilih.
"Makin banyak pilihan makin bagus. Itulah daulat rakyat sesungguhnya," kata Irwan kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (29/1/2021).
(Baca:PBB Anggap Usulan Kenaikan Ambang Batas Parlemen Bentuk Ketamakan Partai Besar)
Untuk itu, Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Demokrat ini berpendapat sebaiknya presidential threshold ataupun parliamentary threshold tidak hanya angka-angka. Keduanya harusnya menjadi cerminan aspirasi masyarakat Indonesia terhadap pilihan politik mereka.
"Dialog dan komunikasi politik konstruktif harus ditempuh untuk keberlanjutan demokrasi Indonesia di masa depan," tegas legislator asal Kalimantan Timur (Kaltim) itu.
(Baca:Ambang Batas Presiden Dipertahankan, Indonesia Harus Belajar dari Pemilu 2019)
Oleh karena itu, Irwan menegaskan, meskipun pembentuk undang-undang dalam hal ini DPR dan pemerintah punya privillege untuk menentukan angka tersebut, karena kedua ketentuan itu masuk kategori open legal policy, pembuat UU juga harus memikirkan hal tersebut secara matang.
"Agar kemudian presidential dan parliamentary threshold tidak dimaknai pembatasan hak rakyat berdaulat, namun memang dalam kerangka penguatan sistem kepartaian, pemilu dan presidensial," tegasnya.
Salah satu yang diperdebatkan adalah ambang batas parlemen ( parliamentary threshold ) dan juga ambang batas pencalonan presiden ( presidential threshold ).
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Irwan mengatakan, kekuasaan tertinggi dalam negara yang menganut demokrasi konstitusional ada pada rakyat, untuk menggunakan haknya untuk memilih dan juga dipilih.
"Makin banyak pilihan makin bagus. Itulah daulat rakyat sesungguhnya," kata Irwan kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (29/1/2021).
(Baca:PBB Anggap Usulan Kenaikan Ambang Batas Parlemen Bentuk Ketamakan Partai Besar)
Untuk itu, Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Demokrat ini berpendapat sebaiknya presidential threshold ataupun parliamentary threshold tidak hanya angka-angka. Keduanya harusnya menjadi cerminan aspirasi masyarakat Indonesia terhadap pilihan politik mereka.
"Dialog dan komunikasi politik konstruktif harus ditempuh untuk keberlanjutan demokrasi Indonesia di masa depan," tegas legislator asal Kalimantan Timur (Kaltim) itu.
(Baca:Ambang Batas Presiden Dipertahankan, Indonesia Harus Belajar dari Pemilu 2019)
Oleh karena itu, Irwan menegaskan, meskipun pembentuk undang-undang dalam hal ini DPR dan pemerintah punya privillege untuk menentukan angka tersebut, karena kedua ketentuan itu masuk kategori open legal policy, pembuat UU juga harus memikirkan hal tersebut secara matang.
"Agar kemudian presidential dan parliamentary threshold tidak dimaknai pembatasan hak rakyat berdaulat, namun memang dalam kerangka penguatan sistem kepartaian, pemilu dan presidensial," tegasnya.
(muh)