Tembus 1 Juta Kasus, Penanganan Covid-19 Belum Efektif

Selasa, 26 Januari 2021 - 19:07 WIB
loading...
Tembus 1 Juta Kasus,...
Kasus positif virus Corona (Covid-19) di Tanah Air terus bertambah. Saat ini tercatat akumulasi positif Covid-19 sebanyak 1.012.350 kasus. Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
DEPOK - Kasus positif virus Corona (Covid-19) di Tanah Air terus bertambah. Tercatat hingga Selasa (26/1/2021) hari ini ada penambahan sebanyak 13.094 kasus.

Dengan demikian akumulasi positif Covid-19 saat ini sebanyak 1.012.350 kasus. Saat ini pemerintah masih memperpanjang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Ari Fahrial Syam menilai ada inkonsistensi dalama penanganan Covid-19. Itu terlihat dari berubah-ubahnya istilah dan peraturan membuat masyarakat semakin sulit memahami bagaimana sebenarnya arah pengendalian penanganan Covid-19.

Pandemi yang awalnya diperkirakan berakhir dalam satu tahun, kata dia, hingga kini tidak ada tanda-tanda berakhirnya pandemi.

“Melihat kondisi Indonesia yang tembus satu juta kasus COVID-19, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap upaya pembatasan sosial saat ini karena tampaknya masih belum efektif untuk mengendalikan jumlah kasus. Jumlah kasus aktif juga masih tinggi, yakni di atas 150.000 kasus,” kata Ari Fahrial, Selasa (26/1/2021).

Akademisi dan praktisi klinis ini menuturkan, kondisi ini membuat ketersediaan berbagai fasilitas kesehatan, seperti ruang isolasi dan ICU menjadi sangat terbatas, sebagian bahkan menyampaikan bahwa kapasitas ruangan sudah digunakan lebih dari 90%.

Kondisi ini membuat pasien-pasien yang membutuhkan ruang perawatan juga menumpuk di IGD, terutama pada beberapa rumah sakit rujukan di kota-kota besar, seperti Jakarta. “Bahkan kita sudah juga mendengar ada pasien yang meninggal di IGD karena tidak sempat masuk ICU,” paparnya.

Dia juga menyoroti kondisi jalan raya yang masih macet padahal masih diberlakukan PSBB ketat. Bahkan bisa dibilang tidak ada perbendaan dengan kondisi sebelum pandemi. Kemacetan masih terjadi di jalan.

“Saya sedikit punya harapan ketika di malam Tahun Baru beberapa kota melakukan penjagaan yang ketat, polisi dan tentara turun ke jalan turun menjaga masyarakat tidak berkumpul dan efektif. Kenapa kondisi penjagaan yang ketat ini tidak terus dipertahankan terutama pada malam hari, agar kita bisa mengurangi kasus dulu, rem dan gas harus benar-benar diterapkan,” tuturnya.Baca juga: Tembus 1 Juta Kasus Corona, Menkes: Kita Berduka dan Harus Lebih Kerja Keras

Dia juga mengkritisi soal istilah yang bergonta-ganti dan membingungkan. Mengenai istilah pembatasan sosal berskala besar (PSBB) atau pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) saat ini.

Ari menuturkan, dari awal istilah locked down atau karantina wilayah seperti tabu untuk digunakan atau dijalankan. Jika melihat Australia atau China sudah berhasil mengendalikan pandemi ini.

“Secara umum peningkatan jumlah kasus harian juga semakin turun di belahan negara lain. Kita masih ingat dulu dulu ada istilah OTG, ODP dan PDP yang berganti menjadi suspek, kontak erat dan konfirmasi,” ungkapnya.

Di sisi lain dia juga menilai penegakan hukum masih lemah. Menurut dia, penegakan hukum tidak dilakukan secara masif dan konsisten. “Sedihnya pelanggar protokol Kesehatan dilakukan oleh para tokoh politik atau tokoh masyarakat yang harusnya menjadi health influencer malah sebaliknya memberi contoh yang tidak baik kepada masyarakat,” katanya.

Kemudian dia juga melihat terjadinya bencana alam juga berdampak dalam pengendalian Covid-19. Ketika pemerintah sedang berjuang untuk menekan angka Covid-19 di awal tahun 2021, Indonesia mengalami berbagai musibah besar.

“Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyampaikan dalam akun Twitter-nya bahwa pada periode Januari 2021 ini telah terjadi 201 bencana dan sebagian besar adalah bencana banjir, yaitu 136 kasus. Musibah ini menyisakan tempat-tempat pengungsian. Berdasarkan data dari BNPB, ada 1.677.133 penduduk yang menderita dan terpaksa mengungsi,” tukasnya.

Ari berpendapat dalam situasi seperti itu agak sulit menerapkan protokol kesehatan kepada para korban bencana di pengungsian. Di satu sisi, juga bisa melihat bahwa daya tahan tubuh mereka rentan mengalami penurunan, mengingat stres akibat kehilangan atau kerusakan harta benda, kondisi istirahat yang tidak optimal, dan makan minum yang juga terganggu karena tinggal di pengungsian.

“Tetap kita berharap tidak terjadi peningkatan kasus Covid-19 di antara para pengungsi. Oleh karena itu, dukungan tim kesehatan termasuk kesehatan masyarakat untuk melakukan mitigasi adanya peningkatan kasus Covid-19 di tempat-tempat pengungsian sangat diperlukan,” tuturnya.
(dam)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1376 seconds (0.1#10.140)