Belajar dari Rumah di Tengah Pandemi dan Bencana

Selasa, 26 Januari 2021 - 08:00 WIB
loading...
Belajar dari Rumah di Tengah Pandemi dan Bencana
Muhbib Abdul Wahab (Foto: Istimewa)
A A A
Muhbib Abdul Wahab
Dosen Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Wakil Ketua Umum IMLA Indonesia

PADA awal tahun 2021 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) merilis taklimat capaian 2020 dan target Kemendikbud 2021. Kebijakan transformasi pendidikan Indonesia dimulai dari Merdeka Belajar. Konsep Merdeka Belajar sesungguhnya bukan merupakan hal baru, karena sudah pernah digagas Ki Hadjar Dewantara. Namun, konteks implementasi dan aktualisasinya relatif berbeda, terutama ketika dunia dan Indonesia dilanda pandemi Covid-19.

Merdeka Belajar menemukan momentumnya ketika belajar dari rumah (BDR) atau belajar secara daring (dalam jaringan) menjadi kebijakan nasional dalam rangka memutus mata rantai penyebaran dan penularan Covid-19. Pada mulanya BDR dirasakan sulit oleh peserta didik, bahkan dinilai merepotkan, dan kurang efektif, karena interaksi pembelajaran berlangsung secara virtual. Akan tetapi, seiring dengan proses adaptasi new normal, BDR menjadi pilihan tepat untuk melindungi keselamatan dan menjaga kesehatan peserta didik.

Sampai saat ini, pandemi di tanah air belum menunjukkan tanda melandai dan segera berakhir, sementara aneka musibah dan bencana beruntun mendera bangsa ini. Pada awal tahun 2021 ini, bangsa ini kembali berduka, dengan jatuhnya pesawat Sriwijaya di laut Kepulauan Seribu, gempa bumi di Sulawesi Barat, banjir besar di Kalimantan Selatan, tanah longsor di Sumedang, erupsi Merapi dan Semeru, dan musibah lainnya. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sebanyak 185 bencana terjadi sejak 1 hingga 21 Januari 2021. Data per 21 Januari 2021, bencana hidrometeorologi masih mendominasi jumlah bencana hingga minggu keempat Januari tahun ini.

Bencana hidrometeorologi, seperti banjir, tanah longsor dan puting beliung mendominasi kejadian bencana. Catatan BNPB, sebanyak 127 kejadian banjir terjadi di beberapa wilayah Tanah Air, sedangkan tanah longsor 30 dan puting beliung 21. Kejadian bencana lain yang tercatat yaitu gelombang pasang 5 kejadian dan gempa bumi 2.

Dari sejumlah kejadian, meskipun banjir paling sering terjadi, gempa bumi paling banyak mengakibatkan korban jiwa hingga kini. Korban meninggal akibat gempa bumi berjumlah 91 jiwa, tanah longsor 41 dan banjir 34, sedangkan hilang banjir 8 dan gempa 3. Demikian juga korban luka, gempa bumi masih paling banyak mengakibatkan tingginya jumlah korban. BNPB mencatat korban luka-luka akibat gempa bumi 1.172 jiwa, tanah longsor 26, puting beliung 7 dan banjir 5.

Banyak korban jiwa, harta benda, dan fasilitas umum (fasum) akibat bencana tersebut. Sementara itu, BDR bagi para peserta didik harus tetap berjalan. Pertanyaannya, “Bagaimana BDR tetap asyik dan menarik, tidak menyebabkan peserta didik stres, dan tetap dinikmati sepenuh hati? Peran strategis apa yang idealnya diperankan oleh semua pihak dalam membantu anak-anak bangsa untuk menyukseskan BDR di masa pandemi dan bencana ini?”

BDR Asyik
Menurut Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Tahun Ajaran 2020/2021 di masa Pandemi Covid-19 Kemendikbud, pembelajaran jarak jauh (BDR) masih dihadapkan kepada berbagai kendala. Perbedaan akses dan kualitas selama pembelajaran jarak jauh dapat mengakibatkan kesenjangan capaian belajar, terutama anak dari latar belakang sosio-ekonomi berbeda. Minimnya interaksi dengan guru, teman, dan lingkungan luar ditambah tekanan akibat sulitnya pembelajaran jarak jauh dapat menyebabkan stress dan depresi pada anak.

Dari pengalaman BDR selama musim pandemi ini, keterbatasan alat komunikasi (ponsel, laptop, komputer), koneksi jaringan (sinyal) yang tidak stabil, keterbatasan kuota data, dan rendahnya literasi digital orang tua dalam mendampingi putera dan puteri mereka masih merupakan masalah yang perlu diberi perhatian khusus. Beberapa keluarga dengan tiga anak misalnya, dan semua mengikuti BDR, kerapkali dihadapkan pada keterbatasan laptop atau ponsel dan kuota data. Di beberapa daerah tertentu, alat komunikasi tersedia, tetapi jaringan dan akses internet tidak stabil dan kurang mendukung.

Oleh karena itu, BDR ke depan harus didesain menjadi lebih asyik dan inspiratif, dengan mengurangi potensi kendala teknis tersebut. Dalam waktu yang sama, bantuan kuota data, terutama bagi para keluarga yang terdampak bencana dan keluarga kurang mampu perlu diberikan. Bahkan, akses internet perlu digratiskan. Organisasi penggerak dan guru penggerak dipandang penting berperan aktif dan solutif dalam memberikan pendampingan literasi digital bagi para orang tua, memberikan penyuluhan dan konsultasi psikologis untuk mengurasi potensi stres, depresi, dan disorientasi dalam kegiatan BDR.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1650 seconds (0.1#10.140)