KPK Jamin Pemerintah Hati-hati dan Mitigasi Risiko Pengadaaan Vaksin Corona
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) menjamin bahwa pemerintah tetap dan terus menerapkan asas kehati-hatian dan melakukan mitigasi risiko dalam pengadaan hingga penyaluran vaksin virus Corona (Covid-19) dan pelaksanaan vaksinasi untuk masyarakat.
(Baca juga: Indonesia Amankan Pasokan Vaksin Melalui Skema Covax)
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan, sehubungan dengan penanganan dan penanggulangan penyebaran pandemi Covid-19 maka pada tahun ini KPK memang fokus untuk melakukan kajian cepat melalui reviu hingga melakukan asesmen risiko korupsi pada program dan kebijakan pemerintah dalam rangka penanganan Covid-19 maupun pemulihan ekonomi nasional.
(Baca juga: Kabar Baik dari Turki Bisa Jadi 'Vaksin' buat Pasar Modal di Tahun Depan)
Satu di antaranya, ujar Alexander, sehubungan dengan pengadaaan vaksin Covid-19. Untuk pengadaan vaksin tersebut kata dia, KPK sudah memberikan rekomendasi ke pemerintah terkait pencegahan korupsi pengadaan vaksin Covid-19 dalam jumlah yang sangat besar. Musababnya untuk pengadaan vaksin Covid-19 dianggarkan atau menggu anggaran sekitar Rp60 triliun untuk 2021 dan 2022.
"Pengadaan vaksin Covid-19 melalui Kemenkes tentu selain mekanisme pengadaan vaksin yang memakan biaya puluhan triliun, kita pastikan pengadaan vaksin hati-hati, memperhatikan risiko, dan harapannya vaksin tersalurkan kepada masyarakat luas dan yang berhak mendapatkan vaksin dengan segera," ujar Alexander saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (31/12/2020).
Mantan hakim adhoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta ini membeberkan, secara spesifik rekomendasi yang telah disampaikan KPK yakni agar pembelian tidak langsung dalam jumlah besar. Jika pembelian vaksin dalam jumlah besar dilakukan, maka KPK merekomendasikan untuk menunggu selesai hasil uji klinis tahap 3.
"Rekomendasi lainnya adalah harus mendapatkan pertimbangan dari Komite Kebijakan Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Kemudian meminta pertimbangan Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan TUN (Jamdatun), LKPP, dan BPKP untuk membantu menganalisis draf kontrak pengadaan vaksin," paparnya.
Alexander mengungkapkan, berdasarkan pemberitaan media massa bahwa pemerintah telah sepakat dengan perusahan produsen/penyedia untuk membeli vaksin Covid-19. Tapi ujar dia, KPK nantin akan melakukan koordinasi lagi dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), LKPP, BPKP. Apalagi, pemerintah sudah menugaskan LKPP dan BPKP untuk mengawal pengadaan barang dan jasa (PBJ) untuk vaksin Covid-19.
"Kami belum lihat kontrak seperti apa. Tapi kami percaya pemerintah mempertimbangkan aspek kehati-hatian dan berbagai risiko yang akan muncul di kontrak. Tidak mungkin pemerintah tergesa-gesa mengadakan vaksin kalau efektivitas belum terbukti," tegasnya.
(Baca juga: Indonesia Amankan Pasokan Vaksin Melalui Skema Covax)
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan, sehubungan dengan penanganan dan penanggulangan penyebaran pandemi Covid-19 maka pada tahun ini KPK memang fokus untuk melakukan kajian cepat melalui reviu hingga melakukan asesmen risiko korupsi pada program dan kebijakan pemerintah dalam rangka penanganan Covid-19 maupun pemulihan ekonomi nasional.
(Baca juga: Kabar Baik dari Turki Bisa Jadi 'Vaksin' buat Pasar Modal di Tahun Depan)
Satu di antaranya, ujar Alexander, sehubungan dengan pengadaaan vaksin Covid-19. Untuk pengadaan vaksin tersebut kata dia, KPK sudah memberikan rekomendasi ke pemerintah terkait pencegahan korupsi pengadaan vaksin Covid-19 dalam jumlah yang sangat besar. Musababnya untuk pengadaan vaksin Covid-19 dianggarkan atau menggu anggaran sekitar Rp60 triliun untuk 2021 dan 2022.
"Pengadaan vaksin Covid-19 melalui Kemenkes tentu selain mekanisme pengadaan vaksin yang memakan biaya puluhan triliun, kita pastikan pengadaan vaksin hati-hati, memperhatikan risiko, dan harapannya vaksin tersalurkan kepada masyarakat luas dan yang berhak mendapatkan vaksin dengan segera," ujar Alexander saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (31/12/2020).
Mantan hakim adhoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta ini membeberkan, secara spesifik rekomendasi yang telah disampaikan KPK yakni agar pembelian tidak langsung dalam jumlah besar. Jika pembelian vaksin dalam jumlah besar dilakukan, maka KPK merekomendasikan untuk menunggu selesai hasil uji klinis tahap 3.
"Rekomendasi lainnya adalah harus mendapatkan pertimbangan dari Komite Kebijakan Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Kemudian meminta pertimbangan Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan TUN (Jamdatun), LKPP, dan BPKP untuk membantu menganalisis draf kontrak pengadaan vaksin," paparnya.
Alexander mengungkapkan, berdasarkan pemberitaan media massa bahwa pemerintah telah sepakat dengan perusahan produsen/penyedia untuk membeli vaksin Covid-19. Tapi ujar dia, KPK nantin akan melakukan koordinasi lagi dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), LKPP, BPKP. Apalagi, pemerintah sudah menugaskan LKPP dan BPKP untuk mengawal pengadaan barang dan jasa (PBJ) untuk vaksin Covid-19.
"Kami belum lihat kontrak seperti apa. Tapi kami percaya pemerintah mempertimbangkan aspek kehati-hatian dan berbagai risiko yang akan muncul di kontrak. Tidak mungkin pemerintah tergesa-gesa mengadakan vaksin kalau efektivitas belum terbukti," tegasnya.