Suap Bansos COVID-19, Tersangka Harry Van Sidabukke Bawa Nama LKPP
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tersangka pemberi suap pengadaan paket bantuan sosial (bansos) sembako penanganan COVID-19 di Kementerian Sosial (Kemensos) Tahun 2020 untuk wilayah Jabodetabek, Harry Van Sidabukke membawa-bawa nama LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) dalam proses penunjukkan langsung. Menurut Sekretaris Umum BPC Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jakarta Pusat periode 2017-2020 ini, penunjukkan langsung rekanan memang diperbolehkan.
"Penunjukkan langsung memang boleh sama (diperbolehkan oleh) LKPP," kata Harry usai pemeriksaan di Gedung KPK, Selasa (29/12/2020) sore. Dia hanya diapit satu orang pengawal tahanan KPK saat menuruni tangga lantai dua ruang pemeriksaan menuju ruang steril KPK sekitar pukul 15.46 WIB.
Harry mengaku tidak mengetahui berapa jatah fee per paket bansos sembako dan apakah hanya Rp10.000 per paket. Ia juga membantah dugaan HIPMI ikut "main" atau "cawe-cawe" dalam pengadaaan bansos sembako COVID-19. "Nggak. Nggak ada. Nggak. Nggak ada," kilahnya sambil menggelengkan kepala. ( )
Harry tetap kukuh saat disinggung jatah fee untuk pihak lain maupun yang berasal dari pengusaha lain untuk tersangka Juliari Peter Batubara dan tersangka dua pejabat Kemensos. Dia mengaku tidak tahu-menahu dugaan tersebut. "Nggak, nggak," kata Harry.
Untuk diketahui, kasus suap pengadaaan paket bansos sembako penanganan COVID-19 di Kemensos Tahun 2020 untuk wilayah Jabodetabek senilai Rp5,9 triliun, total 272 kontrak, dan dilaksanakan dalam 2 periode. Secara keseluruhan, KPK telah menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan suap ini dan terbagi dalam dua bagian. Sebagai penerima suap adalah Juliari Peter Batubara selaku Menteri Sosial, Matheus Joko Santoso selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kementerian Sosial (Kemensos) sekaligus pemilik pemilik PT Rajawali Parama Indonesia (RPI), dan Adi Wahyono selaku PPK Kemensos sekaligus Kepala Biro Umum Sekretariat Jenderal Kemensos.
Dua tersangka pemberi suap yakni pertama, Ardian Iskandar Maddanatja alias Ardian Maddanatja yang merupakan Presiden Direktur PT Tiga Pilar Agro Utama atau PT Tigapilar Agro Utama (TPAU/TAU) dengan akronim TIGRA. Kedua, Sekretaris Umum BPC HIPMI Jakarta Pusat periode 2017-2020 sekaligus advokat, Harry Van Sidabukke. ( )
Penetapan lima orang tersangka bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK terhadap Matheus, Ardian, Harry, dan tiga orang lainnya pada Sabtu, 5 Desember 2020 dini hari. Saat OTT, tim KPK menyita uang tunai yang simpan di dalam 7 koper, 3 tas ransel dan amplop kecil yang jumlahnya sekitar Rp14,5 miliar dalam pecahan mata uang rupiah dan mata uang asing. Masing-masing yakni sejumlah sekitar Rp11,9 miliar, sekitar USD171,085 (setara Rp2,420 M), dan sekitar SGD23.000 (setara Rp243 juta).
Diduga dalam kasus ini pelaksanaan proyek tersebut dilakukan dengan cara penunjukkan langsung para rekanan dan diduga disepakati ditetapkan adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kemenso melalui Matheus.
Untuk fee tiap paket bansos disepakati oleh Matheus dan Adi sebesar Rp10 ribu per paket sembako dari nilai Rp300.000 per paket bansos. Pada pelaksanaan paket Bansos sembako periode pertama diduga diterima fee Rp12 miliar, yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Matheus kepada Juliari Peter Batubara melalui Adi dengan nilai sekitar Rp8,2 miliar.
Untuk periode kedua pelaksanaan paket bansos sembako, terkumpul uang fee dari bulan Oktober sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan Juliari. Kalau Rp8,8 miliar dijumlahkan dengan Rp8,2 miliar, maka jatah dugaan suap untuk Juliari sebesar Rp17 miliar.
"Penunjukkan langsung memang boleh sama (diperbolehkan oleh) LKPP," kata Harry usai pemeriksaan di Gedung KPK, Selasa (29/12/2020) sore. Dia hanya diapit satu orang pengawal tahanan KPK saat menuruni tangga lantai dua ruang pemeriksaan menuju ruang steril KPK sekitar pukul 15.46 WIB.
Harry mengaku tidak mengetahui berapa jatah fee per paket bansos sembako dan apakah hanya Rp10.000 per paket. Ia juga membantah dugaan HIPMI ikut "main" atau "cawe-cawe" dalam pengadaaan bansos sembako COVID-19. "Nggak. Nggak ada. Nggak. Nggak ada," kilahnya sambil menggelengkan kepala. ( )
Harry tetap kukuh saat disinggung jatah fee untuk pihak lain maupun yang berasal dari pengusaha lain untuk tersangka Juliari Peter Batubara dan tersangka dua pejabat Kemensos. Dia mengaku tidak tahu-menahu dugaan tersebut. "Nggak, nggak," kata Harry.
Untuk diketahui, kasus suap pengadaaan paket bansos sembako penanganan COVID-19 di Kemensos Tahun 2020 untuk wilayah Jabodetabek senilai Rp5,9 triliun, total 272 kontrak, dan dilaksanakan dalam 2 periode. Secara keseluruhan, KPK telah menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan suap ini dan terbagi dalam dua bagian. Sebagai penerima suap adalah Juliari Peter Batubara selaku Menteri Sosial, Matheus Joko Santoso selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kementerian Sosial (Kemensos) sekaligus pemilik pemilik PT Rajawali Parama Indonesia (RPI), dan Adi Wahyono selaku PPK Kemensos sekaligus Kepala Biro Umum Sekretariat Jenderal Kemensos.
Dua tersangka pemberi suap yakni pertama, Ardian Iskandar Maddanatja alias Ardian Maddanatja yang merupakan Presiden Direktur PT Tiga Pilar Agro Utama atau PT Tigapilar Agro Utama (TPAU/TAU) dengan akronim TIGRA. Kedua, Sekretaris Umum BPC HIPMI Jakarta Pusat periode 2017-2020 sekaligus advokat, Harry Van Sidabukke. ( )
Penetapan lima orang tersangka bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK terhadap Matheus, Ardian, Harry, dan tiga orang lainnya pada Sabtu, 5 Desember 2020 dini hari. Saat OTT, tim KPK menyita uang tunai yang simpan di dalam 7 koper, 3 tas ransel dan amplop kecil yang jumlahnya sekitar Rp14,5 miliar dalam pecahan mata uang rupiah dan mata uang asing. Masing-masing yakni sejumlah sekitar Rp11,9 miliar, sekitar USD171,085 (setara Rp2,420 M), dan sekitar SGD23.000 (setara Rp243 juta).
Diduga dalam kasus ini pelaksanaan proyek tersebut dilakukan dengan cara penunjukkan langsung para rekanan dan diduga disepakati ditetapkan adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kemenso melalui Matheus.
Untuk fee tiap paket bansos disepakati oleh Matheus dan Adi sebesar Rp10 ribu per paket sembako dari nilai Rp300.000 per paket bansos. Pada pelaksanaan paket Bansos sembako periode pertama diduga diterima fee Rp12 miliar, yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Matheus kepada Juliari Peter Batubara melalui Adi dengan nilai sekitar Rp8,2 miliar.
Untuk periode kedua pelaksanaan paket bansos sembako, terkumpul uang fee dari bulan Oktober sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan Juliari. Kalau Rp8,8 miliar dijumlahkan dengan Rp8,2 miliar, maka jatah dugaan suap untuk Juliari sebesar Rp17 miliar.
(abd)