Bareskrim Polri Bongkar 455 Kasus Kejahatan Lingkungan Hidup Penyebab Bencana Alam
loading...
A
A
A
Sepanjang perjalanan pengungkapan kasus, dikatakan Sigit, lantaran adanya indikasi pelanggaran hukum yang dilakukan baik perorangan maupun korporasi. "Dari hasil penyelidikan tim Bareskrim di beberapa titik bencana awal 2020, ditemukan adanya indikasi pelanggaran hukum yang dilakukan oleh korporasi maupun masyarakat dalam melakukan aktifitas penambangan tanpa izin," ujar Sigit.
Adapun modus operandi ilegal mining, diantaranya melakukan kegiatan pertambangan di wilayah hutan tanpa izin yang syah dari menteri, melakukan kegiatan penambangan tanpa izin usaha pertambangan yang sah, melakukan kegiatan penambangan diluar koordinat izin usaha pertambangan, melakukan pemanfaatan dan pengolahan hasil tambang tanpa izin, setiap orang yang dengan s engaja merintangi atau menggangu kegiatan usaha pertambangan yang telah memiliki IUP OP, pemegang IUP OP menyampaikan laporan tidak sesuai atau palsu dan tidak melaksanakan reklamasi pasca tambang.
(Baca Juga: Dinilai Cukup Mumpuni, Menteri LHK Sambut Baik Pelantikan Kepala BRGM)
Lalu modus operandi tindak pidana perkebunan, yaitu, melakukan kegiatan usaha perkebunan tanpa izin usaha perkebunan, melakukan kegiatan usaha perkebunan di luar izin lokasi/Izin Usaha Perkebunan, melakukan usaha-usaha perkebunan di dalam kawasan hutan, membuka lahan dengan cara membakar, mengerjakan, menggunakan, menduduki atau menguasai lahan perkebunan.
Listyo memaparkan, terkait penyelidikan penyebab bencana di Provinsi Banten pada Januari 2020 yang dilakukan oleh Bareskrim dengan bersama-sama dengan Kementerian LHK, ditemukan lebih dari 40 titik pertambangan ilegal yamg menyebabkan banjir dan longsor.
"Saat itu dari hasil penyelidikan bersama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, ada kurang lebih 40 titik (aktiffitas tambang ilegal). Telah ditutup dan dilakukan pemeriksaan para pelakunya," ujar Listyo.
Selanjutnya aktivitas pertambangan emas ilegal ditemukan oleh Bareskrim dari hasil penyelidikan penyebab bencana di Kabupaten Solok, Sumbar pada akhir 2019 dan awal 2020. "Terhadap peristiwa bencana di Solok, temuan tim Bareskrim dan Polda Sumbar yaitu bahwa selain faktor cuaca (alam), bencana juga diakibatkan oleh pertambangan tanpa izin dan pembalakan liar," kata eks Kapolda Banten itu.
(Baca Juga: Komisi VII DPR Desak Menteri LHK Ungkap Nama Perusahaan Pembakar Hutan-Lahan)
Namun hal yang berbeda ditemukan dalam upaya penyelidikan peristiwa banjir dan longsor di daerah Bondowoso dan Jember, Jawa Timur yang terjadi pada akhir bulan Januari 2020. Temuan di Jawa Timur diketahui bahwa banjir dan longsor terjadi karena adanya alih fungsi lahan konservasi menjadi perkebunan dan sisa-sisa pembakaran hutan/lahan.
"Di Bondowoso dan Jember, hasil penyelidikan terdapat 2 hal yaitu alih fungsi lahan menjadi perkebunan dan dari sisa-sisa karhutla terbawa arus sungai sehingga berdampak semakin menigkatnya debit air saat curah hujan tinggi," ujar Sigit.
Adapun modus operandi ilegal mining, diantaranya melakukan kegiatan pertambangan di wilayah hutan tanpa izin yang syah dari menteri, melakukan kegiatan penambangan tanpa izin usaha pertambangan yang sah, melakukan kegiatan penambangan diluar koordinat izin usaha pertambangan, melakukan pemanfaatan dan pengolahan hasil tambang tanpa izin, setiap orang yang dengan s engaja merintangi atau menggangu kegiatan usaha pertambangan yang telah memiliki IUP OP, pemegang IUP OP menyampaikan laporan tidak sesuai atau palsu dan tidak melaksanakan reklamasi pasca tambang.
(Baca Juga: Dinilai Cukup Mumpuni, Menteri LHK Sambut Baik Pelantikan Kepala BRGM)
Lalu modus operandi tindak pidana perkebunan, yaitu, melakukan kegiatan usaha perkebunan tanpa izin usaha perkebunan, melakukan kegiatan usaha perkebunan di luar izin lokasi/Izin Usaha Perkebunan, melakukan usaha-usaha perkebunan di dalam kawasan hutan, membuka lahan dengan cara membakar, mengerjakan, menggunakan, menduduki atau menguasai lahan perkebunan.
Listyo memaparkan, terkait penyelidikan penyebab bencana di Provinsi Banten pada Januari 2020 yang dilakukan oleh Bareskrim dengan bersama-sama dengan Kementerian LHK, ditemukan lebih dari 40 titik pertambangan ilegal yamg menyebabkan banjir dan longsor.
"Saat itu dari hasil penyelidikan bersama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, ada kurang lebih 40 titik (aktiffitas tambang ilegal). Telah ditutup dan dilakukan pemeriksaan para pelakunya," ujar Listyo.
Selanjutnya aktivitas pertambangan emas ilegal ditemukan oleh Bareskrim dari hasil penyelidikan penyebab bencana di Kabupaten Solok, Sumbar pada akhir 2019 dan awal 2020. "Terhadap peristiwa bencana di Solok, temuan tim Bareskrim dan Polda Sumbar yaitu bahwa selain faktor cuaca (alam), bencana juga diakibatkan oleh pertambangan tanpa izin dan pembalakan liar," kata eks Kapolda Banten itu.
(Baca Juga: Komisi VII DPR Desak Menteri LHK Ungkap Nama Perusahaan Pembakar Hutan-Lahan)
Namun hal yang berbeda ditemukan dalam upaya penyelidikan peristiwa banjir dan longsor di daerah Bondowoso dan Jember, Jawa Timur yang terjadi pada akhir bulan Januari 2020. Temuan di Jawa Timur diketahui bahwa banjir dan longsor terjadi karena adanya alih fungsi lahan konservasi menjadi perkebunan dan sisa-sisa pembakaran hutan/lahan.
"Di Bondowoso dan Jember, hasil penyelidikan terdapat 2 hal yaitu alih fungsi lahan menjadi perkebunan dan dari sisa-sisa karhutla terbawa arus sungai sehingga berdampak semakin menigkatnya debit air saat curah hujan tinggi," ujar Sigit.