Sekum Muhammadiyah Tolak Posisi Wamen, Pengamat: Boleh Jadi Porsinya Kurang Seimbang
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sekretaris Umum PP Muhammadiyah , Abdul Mu'ti menolak menjadi Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Wamendikbud) dalam reshuffle kabinet yang dilakukan Presiden Joko Widodo ( Jokowi ). Mu'ti sebelumnya masuk dalam daftar Wamen yang bakal dilantik bersamaan dengan enam menteri baru. Ia disebut-sebut akan mengisi posisi Wamendikbud, tapi namanya mendadak hilang jelang pelantikan tersebut.
Abdul Mu'ti pun menyampaikan alasannya kenapa menolak menjadi Wamendikbud. Kader Muhammadiyah itu berdalih, tak mampu mengemban amanah yang cukup berat itu dan dia merasa bukan figur yang tepat mengisi jabatan tersebut. (Baca juga: Abdul Mu'ti: Saya Putuskan Tak Bergabung dalam Kabinet)
Menanggapi hal ini, Dosen Ilmu Politik UIN Jakarta, Bakir Ihsan menilai hak semua orang untuk menolak jabatan politik. Termasuk yang dilakukan Mu'ti. Bakir hanya percaya keputusan yang diambil Guru Besar UIN itu sudah matang berdasarkan subyektifitas bersangkutan.
"Itu hak Pak Mu'ti untuk menerima atau tidak menerima tawaran menjadi Wamendikbud, termasuk alasan tidak mampu mengemban amanah itu," ujar Bakir saat dihubungi SINDOnews, Rabu (23/12/2020).
Hal senada disampaikan Direktur Eksekutif Sudut Demokrasi Research and Analysis (Sudra), Fadhli Harahab. Bagi Fadhli, keputusan Mu'ti yang menolak menjadi menjadi Wamen patut diapresiasi. Namun, keputusan itu agaknya juga mengundang tafsir publik.
Menurut Fadhli, karena Wamen juga jabatan yang dipilih secara politik maka masyarakat juga berasumsi lain tentang alasan yang dikemukakan Mu'ti tersebut. Fadhli menduga karena pembagian kekuasaan di dalam reshuffle dirasa masih kurang seimbang.
"Bicara integritas, Pak Mu'ti sudah tak diragukan lagi lah. Tapi, boleh jadi porsinya kurang seimbang. Kan bisa-bisa saja orang nyangka itu NU dapat Menag, tapi Muhammadiyah cuma dapat Wamen. Ya kira-kira begitu, kalau kita mau menduga-duga," kata Fadhli yang dihubungi terpisah.
Lebih lanjut Fadhli mengatakan apalagi sebelumnya banyak informasi yang beredar bahwa Mendikbud, Nadiem Makarim bakal diganti namun ternyata masih aman. Menurutnya, dari asumsi awal jika Nadiem diganti maka penggantinya berasal dari kader Muhammadiyah dan jika Menag diganti maka diberikan kepada kader NU. (Baca juga:Nama Sempat Beredar, Sekjen Muhammadiyah Abdul Mu'ti Tolak Jadi Wamendikbud?)
"Tapi ternyata yang lolos sensor kader NU. Gus Yaqut (Yaqut Cholil Qoumas) itu kan NU yang di PKB. Itu (NU) masih ditambah Wakil (menteri) Pertanian. Mas (Harvick) Hasnul Qolbi infonya kan Bendahara PBNU. Jadi sekali itu kalau kita mau menduga-duga secara politik," jelas pria yang juga analis politik dari UIN Jakarta ini menandaskan.
Abdul Mu'ti pun menyampaikan alasannya kenapa menolak menjadi Wamendikbud. Kader Muhammadiyah itu berdalih, tak mampu mengemban amanah yang cukup berat itu dan dia merasa bukan figur yang tepat mengisi jabatan tersebut. (Baca juga: Abdul Mu'ti: Saya Putuskan Tak Bergabung dalam Kabinet)
Menanggapi hal ini, Dosen Ilmu Politik UIN Jakarta, Bakir Ihsan menilai hak semua orang untuk menolak jabatan politik. Termasuk yang dilakukan Mu'ti. Bakir hanya percaya keputusan yang diambil Guru Besar UIN itu sudah matang berdasarkan subyektifitas bersangkutan.
"Itu hak Pak Mu'ti untuk menerima atau tidak menerima tawaran menjadi Wamendikbud, termasuk alasan tidak mampu mengemban amanah itu," ujar Bakir saat dihubungi SINDOnews, Rabu (23/12/2020).
Hal senada disampaikan Direktur Eksekutif Sudut Demokrasi Research and Analysis (Sudra), Fadhli Harahab. Bagi Fadhli, keputusan Mu'ti yang menolak menjadi menjadi Wamen patut diapresiasi. Namun, keputusan itu agaknya juga mengundang tafsir publik.
Menurut Fadhli, karena Wamen juga jabatan yang dipilih secara politik maka masyarakat juga berasumsi lain tentang alasan yang dikemukakan Mu'ti tersebut. Fadhli menduga karena pembagian kekuasaan di dalam reshuffle dirasa masih kurang seimbang.
"Bicara integritas, Pak Mu'ti sudah tak diragukan lagi lah. Tapi, boleh jadi porsinya kurang seimbang. Kan bisa-bisa saja orang nyangka itu NU dapat Menag, tapi Muhammadiyah cuma dapat Wamen. Ya kira-kira begitu, kalau kita mau menduga-duga," kata Fadhli yang dihubungi terpisah.
Lebih lanjut Fadhli mengatakan apalagi sebelumnya banyak informasi yang beredar bahwa Mendikbud, Nadiem Makarim bakal diganti namun ternyata masih aman. Menurutnya, dari asumsi awal jika Nadiem diganti maka penggantinya berasal dari kader Muhammadiyah dan jika Menag diganti maka diberikan kepada kader NU. (Baca juga:Nama Sempat Beredar, Sekjen Muhammadiyah Abdul Mu'ti Tolak Jadi Wamendikbud?)
"Tapi ternyata yang lolos sensor kader NU. Gus Yaqut (Yaqut Cholil Qoumas) itu kan NU yang di PKB. Itu (NU) masih ditambah Wakil (menteri) Pertanian. Mas (Harvick) Hasnul Qolbi infonya kan Bendahara PBNU. Jadi sekali itu kalau kita mau menduga-duga secara politik," jelas pria yang juga analis politik dari UIN Jakarta ini menandaskan.
(kri)