KSPI Sebut Hilangnya Upah Minimum Rugikan Buruh secara Konstitusi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) AGN akan menghadapi sidang ketiga judicial review Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Kedua konfederasi mengklaim sudah memperbaiki gugatan berdasarkan nasihat hakim Mahkamah Konstitusi (MK).
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan perbaikan yang dilakukan mengenai legal standing KSPI dan KSPSI AGN, serta pokok perkara. Dia mengklaim KSPI dan KSPSI AGN berhak mewakili buruh dalam judicial review karena tercantum di anggaran dasar dan rumah tangga, serta aturan organisasi. (Baca juga: UU Omnibus Law Ciptaker Beri Perlindungan Hak-hak Pekerja)
Sementara itu, perbaikan pokok perkara itu ada dua hal, yakni kerugian hak konstitusional dan hak ekonomi. “Kami merangkum ada 69 pasal di klaster ketenagakerjaan yang digugat. Kemudian kalau dirangkum lagi, ada 12 isu perburuhan yang menjadi gugatan,” ujarnya dalam konferensi pers daring, Selasa (15/12/2020). (Baca juga: Pengamat Sebut Ada Ketentuan Baru yang Lindungi Buruh dalam UU Ciptaker)
Pokok perkara terkait hak konstitusi, antara lain, dihilangkannya upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK). Dalam UU Ciptaker, UMK itu bersifat opsional alias bisa ada atau ditiadakan oleh gubernur. “Kenaikan UMK dalam UU Cipatker hanya opsional. Naiknya sebesar inflasi atau pertumbuhan ekonomi. UMK yang bisa naik atau tidak, dan UMSK yang dihilangkan dalam UU Ciptaker itu membuat buruh secara konstitusi dirugikan,” pungkasnya.
Said menerangkan batu ujinya adalah Pasal 28 D Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Pada Pasal 28 D ayat 2 dinyatakan: setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapatkan imbalan dan perlakuan adil dan layak dalam hubungan kerja.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan perbaikan yang dilakukan mengenai legal standing KSPI dan KSPSI AGN, serta pokok perkara. Dia mengklaim KSPI dan KSPSI AGN berhak mewakili buruh dalam judicial review karena tercantum di anggaran dasar dan rumah tangga, serta aturan organisasi. (Baca juga: UU Omnibus Law Ciptaker Beri Perlindungan Hak-hak Pekerja)
Sementara itu, perbaikan pokok perkara itu ada dua hal, yakni kerugian hak konstitusional dan hak ekonomi. “Kami merangkum ada 69 pasal di klaster ketenagakerjaan yang digugat. Kemudian kalau dirangkum lagi, ada 12 isu perburuhan yang menjadi gugatan,” ujarnya dalam konferensi pers daring, Selasa (15/12/2020). (Baca juga: Pengamat Sebut Ada Ketentuan Baru yang Lindungi Buruh dalam UU Ciptaker)
Pokok perkara terkait hak konstitusi, antara lain, dihilangkannya upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK). Dalam UU Ciptaker, UMK itu bersifat opsional alias bisa ada atau ditiadakan oleh gubernur. “Kenaikan UMK dalam UU Cipatker hanya opsional. Naiknya sebesar inflasi atau pertumbuhan ekonomi. UMK yang bisa naik atau tidak, dan UMSK yang dihilangkan dalam UU Ciptaker itu membuat buruh secara konstitusi dirugikan,” pungkasnya.
Said menerangkan batu ujinya adalah Pasal 28 D Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Pada Pasal 28 D ayat 2 dinyatakan: setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapatkan imbalan dan perlakuan adil dan layak dalam hubungan kerja.
(cip)