Jokowi Minta Permasalahan Redistribusi Lahan Bisa Cepat Diselesaikan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) menegaskan, kembali semangat serta komitmen yang kuat Pemerintah untuk mengatasi berbagai persoalan konflik tenurial di kawasan hutan, yang merupakan persoalan akumulatif.
(Baca juga: Ini yang Perlu Diketahui Saat Vaksin Datang)
Hal ini menjadi bahasan utama dalam rapat yang langsung dipimpin Presiden Jokowi pada 2-3 Desember 2020 di Istana Merdeka, Jakarta. Pertemuan tersebut juga dilakukan untuk mengetahui berbagai persoalan yang ada di lapangan, serta menemukan solusi yang dapat disepakati bersama.
(Baca juga: Perpres Pelibatan TNI dalam Penanggulangan Terorisme Dinilai Harus Segera Disahkan)
"Ini agar betul-betul nanti bisa terealisasi, sehingga masalah-masalah yang berkaitan dengan Reforma Agraria bisa mengalami percepatan dan akselerasi dalam menyelesaikan (persoalan) yang belum-belum," ujar Presiden saat memberikan pengantar pada pertemuan dengan para aktivis Reforma Agraria.
Pemerintah berupaya mempercepat Reforma Agraria agar segera dapat dirasakan manfaat dan dampaknya oleh masyarakat. Berbagai instrumen kebijakan pun telah dikeluarkan, seperti Perpres 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTKH), program Perhutanan Sosial, dan kebijakan Penataan Pemukiman dalam kawasan hutan.
Para pegiat yang hadir yaitu Ketua Umum DPP Gerakan Masyarakat Perhutanan Sosial Siti Fikriyah, Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria Dewi Kartika, Ketua Badan Registrasi Wilayah Adat Kasmita Widodo, dan Sekretaris Umum Serikat Petani Indonesia Agus Ruli.
Turut hadir mendampingi Presiden dalam pertemuan tersebut yaitu Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Sofyan Djalil, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, dan Kapolri Jenderal Idham Azis.
Menteri LHK Siti Nurbaya dalam keterangan tertulis mengungkapkan, pertemuan ini penting agar tercapai kesesuaian antara data dan kebijakan Pemerintah, dengan kondisi di lapangan seperti yang disampaikan para pegiat Reforma Agraria pada pertemuan tersebut.
"Dalam UU 11/2020 sudah dimasukkan tentang penyelesaian masalah pemukiman. Ditegaskan bahwa untuk keterlanjuran masyarakat maka akan ditata dan menerapkan prinsip tata kelola kehutanan, dengan pendekatan (dalam kawasan hutan konservasi dan hutan lindung dengan pola kemitraan dalam zona tradisional) dan dalam kawasan hutan produksi dapat dikeluarkan dari kawasan. UU ini juga mempertegas bahwa tidak boleh ada lagi kriminalisasi kepada masyarakat," terang Menteri Siti, Jumat (4/12/2020).
Lebih lanjut Siti mengatakan, Perhutanan sosial juga untuk pertama kalinya diatur dalam UU. Di dalam RPP nantinya akan diatur bahwa hutan adat telah harus didelineasi awal (sebelum ditetapkan sebagai hutan adat), sehingga tidak terkena peruntukan lain, sambil menunggu penetapan legal aspek Masyarakat Hukum Adat (MHA).
(Baca juga: Ini yang Perlu Diketahui Saat Vaksin Datang)
Hal ini menjadi bahasan utama dalam rapat yang langsung dipimpin Presiden Jokowi pada 2-3 Desember 2020 di Istana Merdeka, Jakarta. Pertemuan tersebut juga dilakukan untuk mengetahui berbagai persoalan yang ada di lapangan, serta menemukan solusi yang dapat disepakati bersama.
(Baca juga: Perpres Pelibatan TNI dalam Penanggulangan Terorisme Dinilai Harus Segera Disahkan)
"Ini agar betul-betul nanti bisa terealisasi, sehingga masalah-masalah yang berkaitan dengan Reforma Agraria bisa mengalami percepatan dan akselerasi dalam menyelesaikan (persoalan) yang belum-belum," ujar Presiden saat memberikan pengantar pada pertemuan dengan para aktivis Reforma Agraria.
Pemerintah berupaya mempercepat Reforma Agraria agar segera dapat dirasakan manfaat dan dampaknya oleh masyarakat. Berbagai instrumen kebijakan pun telah dikeluarkan, seperti Perpres 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTKH), program Perhutanan Sosial, dan kebijakan Penataan Pemukiman dalam kawasan hutan.
Para pegiat yang hadir yaitu Ketua Umum DPP Gerakan Masyarakat Perhutanan Sosial Siti Fikriyah, Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria Dewi Kartika, Ketua Badan Registrasi Wilayah Adat Kasmita Widodo, dan Sekretaris Umum Serikat Petani Indonesia Agus Ruli.
Turut hadir mendampingi Presiden dalam pertemuan tersebut yaitu Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Sofyan Djalil, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, dan Kapolri Jenderal Idham Azis.
Menteri LHK Siti Nurbaya dalam keterangan tertulis mengungkapkan, pertemuan ini penting agar tercapai kesesuaian antara data dan kebijakan Pemerintah, dengan kondisi di lapangan seperti yang disampaikan para pegiat Reforma Agraria pada pertemuan tersebut.
"Dalam UU 11/2020 sudah dimasukkan tentang penyelesaian masalah pemukiman. Ditegaskan bahwa untuk keterlanjuran masyarakat maka akan ditata dan menerapkan prinsip tata kelola kehutanan, dengan pendekatan (dalam kawasan hutan konservasi dan hutan lindung dengan pola kemitraan dalam zona tradisional) dan dalam kawasan hutan produksi dapat dikeluarkan dari kawasan. UU ini juga mempertegas bahwa tidak boleh ada lagi kriminalisasi kepada masyarakat," terang Menteri Siti, Jumat (4/12/2020).
Lebih lanjut Siti mengatakan, Perhutanan sosial juga untuk pertama kalinya diatur dalam UU. Di dalam RPP nantinya akan diatur bahwa hutan adat telah harus didelineasi awal (sebelum ditetapkan sebagai hutan adat), sehingga tidak terkena peruntukan lain, sambil menunggu penetapan legal aspek Masyarakat Hukum Adat (MHA).