Libur Akhir Tahun Dipangkas demi Tekan Penyebaran Covid-19

Selasa, 24 November 2020 - 06:32 WIB
loading...
Libur Akhir Tahun Dipangkas demi Tekan Penyebaran Covid-19
Keputusan pemerintah untuk memangkas waktu libur tahun 2020 mendapat respons beragam dari sejumlah kalangan. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Keputusan pemerintah untuk memangkas waktu libur tahun 2020 mendapat respons beragam dari sejumlah kalangan. Ada yang menilai keputusan tersebut tepat untuk mengurangi tingkat penyebaran Covid-19, namun di sisi lain para pelaku usaha melihat ada potensi kehilangan pendapatan.



Kendati demikian, keputusan diperpendeknya waktu liburan akhir tahun diharapkan dapat mempertimbangkan segala aspek, termasuk kesehatan dan ekonomi. “Yang berkaitan dengan masalah libur cuti bersama akhir tahun termasuk libur pengganti cuti bersama Hari Raya Idulfitri, Bapak Presiden memberikan arahan supaya ada pengurangan, pengurangan,” ujar Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy seusai rapat terbatas di Jakarta kemarin. (Baca: Apakah Amal Bisa Mengubah Takdir?)

Muhadjir mengatakan, Presiden meminta agar ketetapan pemangkasan libur tersebut segera dikoordinasikan dengan kementerian/lembaga terkait. “Presiden memerintahkan supaya segera ada rapat koordinasi yang dilakukan oleh Kemenko PMK dengan kementerian dan lembaga terkait, terutama yang berkaitan dengan masalah libur akhir tahun dan pengganti libur cuti bersama Idulfitri,” katanya.

Sebelumnya Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengatakan masih akan mengkaji perkembangan kasus Covid-19 pascalibur panjang akhir Oktober hingga awal November. Menurut Doni, Satgas masih mengikuti perkembangan sampai satu minggu yang akan datang, apakah dampak dari libur panjang ini signifikan terjadi kasus atau karena memang sudah semakin baik masyarakat.

Dia menambahkan, jika penambahan kasus tidak mengalami peningkatan signifikan dan masih bisa dikendalikan, maka Satgas akan tetap merekomendasikan untuk melanjutkan libur panjang akhir tahun mendatang.

Seperti diketahui, pada akhir Desember 2020 akan ada kembali masa libur panjang bertepatan dengan libur nasional Hari Raya Natal pada 25 Desember 2020 dan Tahun Baru 1 Januari 2021. (Baca juga: Siap-siap! Seleksi PPPK Guru Honorer Segera Dibuka)

Selain itu, sebelumnya pemerintah menetapkan cuti bersama Natal pada 24 Desember 2020. Kemudian ada juga cuti bersama Lebaran yang digeser ke bulan Desember tahun ini yakni pada 28, 29, 30, dan 31 Desember 2020.

Akan tetapi, apabila kenaikan kasus signifikan, maka Satgas akan merekomendasikan untuk memperpendek libur panjang ataupun meniadakannya. “Apabila kasusnya meningkat seperti pada periode Agustus dan September yang lalu, tentu rekomendasinya adalah libur panjang diperpendek atau ditiadakan sama sekali,” ucap Doni.

Menanggapi rencana pemangkasan waktu libur panjang Natal dan Tahun Baru 2021, Pemerintah Provinsi Bali berharap keputusan tersebut tidak berdampak pada tingkat kunjungan wisatawan ke Pulau Dewata.

Kepala Dinas Pariwisata Bali Putu Astawa menegaskan, keputusan pemerintah memperpendek waktu liburan merupakan kewajiban negara untuk menekan penyebaran Covid-19.

Menurutnya, pariwisata Bali telah menerapkan protokol kesehatan yang ketat, baik di objek wisata, hotel, restoran, hingga toko oleh-oleh. “Setiap orang yang masuk ke Bali juga masih diwajibkan menunjukkan hasil rapid test hingga swab test,” katanya. (Baca juga: Tips Memilih Dokter untuk Konsultasi Anak)

Kesiapan Bali juga dilakukan melalui program “We Love Bali” sebagai bentuk edukasi sekaligus kampanye penerapan protokol kesehatan berbasis clean, healthy, safety, environment (CHSE).

Astawa mengaku yakin wisatawan yang akan berlibur ke Bali telah jauh hari melakukan perencanaan, termasuk menyiapkan protokol kesehatannya. “Jadi, silakan datang ke Bali dengan menerapkan protokol kesehatan,” katanya.

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengatakan, keputusan untuk memangkas waktu libur panjang di penghujung tahun akan membuat industri hotel semakin merana karena tidak ada keuntungan yang masuk.

“Hotel pasti terdampak okupansinya karena kalau kita lihat hotel ini bisa ada pengunjung saat liburan panjang, tapi dengan liburan dipotong maka keuntungan perhotelan makin minus,” ucap Maulana.

Tidak hanya itu, kata dia, industri pariwisata juga pasti terdampak karena momen liburan biasanya memicu pergerakan orang sehingga bisnis turisme berjalan. “Tapi, dengan liburnya dikurangi pasti terdampak,” ujarnya. (Baca juga: Mendadak Ngangur, Kartu Prakerja Banyak Diburu Laki-laki)

Dia menegaskan, sedianya ada libur panjang bisa membangkitkan pariwisata sehingga bisnis hotel ikut terdampak. “Kita akui liburan ini okupansinya enggak terlalu besar dan pada saat weekdays okupansinya akan drop,” katanya.

Kemenhub Siapkan

Pada bagian lain, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyatakan masih menunggu keputusan pemerintah mengenai penetapan libur panjang menjelang Natal dan Tahun Baru 2021. Jika kepastian libur panjang sudah ditetapkan, Kemenhub dapat melakukan antisipasi lonjakan penumpang sektor transportasi udara.

“Untuk Natal dan Tahun Baru 2021, kami masih menunggu keputusan resmi kapan libur panjang akan ditetapkan. Apakah tanggal 20 atau tanggal 24? Ini semua akan berpengaruh besar terhadap ketersediaan armada dari setiap maskapai,” ucap Direktur Jenderal Perhubungan Udara (Dirjen Hubud) Kementerian Perhubungan Novie Riyanto di Jakarta kemarin.

Meski begitu, jika melihat kondisi sekarang, Novie memprediksi jumlah pergerakan pesawat bakal meningkat pada angka tertinggi 800 pergerakan pesawat per hari. (Baca juga: AC Milan Masih Tunggu Pemeriksaan Separuh Nyawa Tim)

“Kalau jumlah pergerakan pesawat, saya bisa prediksi di angka 750-800 pergerakan dari kondisi saat ini yang rata-rata mencapai 650 pergerakan pesawat per hari, untuk ukuran Bandara Soekarno-Hatta ke berbagai destinasi,” sebutnya.

Prediksi jumlah pergerakan pesawat hingga akhir tahun mencapai 750-800 pesawat per hari diakuinya masih jauh dari kondisi normal dibanding tahun lalu sebelum pandemi Covid-19 yang mencapai 1.200 pergerakan pesawat.

“Dengan prediksi 800 pergerakan pesawat, maka armada cadangan pastinya bisa lebih besar dari setiap maskapai sehingga bisa lebih terukur jika terjadi lonjakan penumpang,” ungkapnya.

Kendati begitu, dia tetap menegaskan untuk terus memastikan protokol Covid-19 berjalan. Hingga akhir tahun diperkirakan jumlah penerbangan akan terus bertambah seiring dengan pembukaan penerbangan internasional, terutama menuju ke bandara-bandara yang ada di Indonesia.

“Kita selalu siap, makanya protokol kesehatan selalu kita tegaskan berkali-kali jangan kendur karena bubble (gelembung) perjalanan bisa saja terjadi. Koordinasi bersama Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) di bandara terus kita pacu, dan kita ingatkan jangan kendur,” pungkasnya. (Lihat videonya: Hati-hati Modus Penipuan Modifikasi ATM)

Sementara itu, peneliti Indef Bhima Yudistira menilai, keputusan diperpendeknya waktu liburan akhir tahun tidak akan berdampak signifikan pada ekonomi Indonesia. “Masih kecil pengaruhnya karena masyarakat kelas menengah ke atas juga memang masih membatasi diri untuk berlibur. Kekhawatiran Covid-19 masih cukup tinggi,” kata Bhima.

Dia mengatakan, biasanya libur panjang memang dimanfaatkan kelas menengah atas untuk pergi berlibur ke luar kota, bahkan luar negeri. Akan tetapi, situasi tahun ini sepertinya berbeda. Aktivitas perjalanan diperkirakannya masih belum normal, apalagi perjalanan keluar negeri yang masih dibatasi. “Jadinya belanjauntuk tiket, hotel, dan restoran juga masih rendah,” kata Bhima. (Dita Angga/Ichsan Amin/Miftahul Chusna/Rina Anggraeni)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1867 seconds (0.1#10.140)