BRG dan PP Muhammadiyah Gagas Kader Jihad Ekologi Gambut

Jum'at, 13 November 2020 - 19:15 WIB
loading...
BRG dan PP Muhammadiyah Gagas Kader Jihad Ekologi Gambut
Badan Restorasi Gambut dan Muhammadiyah menggelar pelathan sebagai bagian dari eduksi teknik pembukaan lahan tanpa bakar. Foto: SINDOnews/Hendri Irawan
A A A
JAKARTA - Kegiatan pertanian sudah menjadi sejarah panjang di area gambut. Secara tradisional, membuka lahan dengan membakar dianggap mudah dan murah. Akibatnya, larangan membuka lahan secara praktis menimbulkan resistensi dari petani dan warga.

Badan Restorasi Gambut (BRG) pun menggali teknik dan formulasi hingga tercetuslah teknologi pembukan lahan tanpa bakar. “Para petani dapat mengembangkan pertanian tanpa membakar, sehingga menjaga alam sedemikian rupa,” ujar Deputi Bidang Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi, dan Kemitraan BRG, Myrna A.Safitri dalam webinar Training of Trainers Peningkatan Kapasitas Tani Jemaah Tani Muhammadiyah Peduli Gambut, Kamis (12/11/2020)..

Myrna mengatakan kegiatan Sekolah Lapang Pengelolaan Lahan Tanpa Bakar ini merupakan bagian dari MoU antara BRG dan Muhammadiyah. Kerja sama membicarakan bagaimana gerakan dan upaya mendukung petani gambut,” kata Myrna,

(Baca: BRG Manfaatkan Data Indikasi Pembukaan Gambut untuk Peringatan Dini)

Wakil Majelis Pemberdayaan Masyarakat PP Muhammadiyah, Budi Nugroho mengatakan program kolaborasi BRG dan tiga majelis ini sebagai usaha untuk mengatasi persoalan lahan gambut. Kegiatan ini sendiri dilakukan dengan tiga pendekatan, diantaranya, pendekatan spiritual melalui Majelis Tabligh; pendekatan sosio-ekologi melalui Majelis Lingkungan Hidup; dan pendekatan pemberdayaan umat melalui Majelis Pemberdayaan Masyarakat.

Direktur Institut Agroekologi Indonesia (INAgri) Syahroni Yunus mengungkapkan, masalah gambut bukan semata soal kebakaran lahan. Lahan gambut yang umumnya berada di area terpencil, membuat akses warga terhadap informasi pengolahan lahan tanpa bakar menjadi penting.

Sebagai langkah awal, Syahroni menyarankan pentingnya memetakan area yang bisa dikelola dan tidak bisa dikelola. Setelah itu, petani perlu menyiapkan penggunaan produk ramah lingkungan. Salah satu pendekatan yang disarankan yaitu penggunaan bahan pembenah tanah yang berasal dari mikro organisme lokal (MOL).

Penggunaan pupuk alami juga menjadi bagian penting dalam membangun ekosistem pertanian di lahan gambut. Syahroni mengatakan, penggunaan pupuk organik didasarkan pada jenis tanaman. “Pilih tanaman yang cocok baru kita lakukan intervensi pupuk organik cair yang dihasilkan dari tanaman kita,” ucap Syahroni.

(Baca: Lahan Gambut Butuh Manajemen Konservasi)

Dalam pandangannya, pertanian alami berarti mengendalikan hama, bukan membasminya. Cara mengendalikannya yaitu dengan memberikan apa yang tidak disukai hama seperti rasa pahit, yang beracun, yang menimbulkan gas, yang memabukkan, serta yang warnanya cerah.

Selain dari teknis perawatan tanaman, Syahroni juga menyarankan metode tanam. Salah satunya kebun melingkar. Teknik kebun melingkar akan membuat air dan siklus di lahan rawa gambut terjaga. “ini juga punya nilai estetika. Sehingga generasi muda tertarik dan orang yang bertani tidak monoton dengan bedengan,” ujar dia.

Teknik bertani lain yang dia bagi yaitu hugelkultur. Teknik ini tidak perlu membuka lahan secara massif. Sisa kayu dari pohon bisa dimanfaatkan sebagai media tanam. Kayu-kayu itu ditumpuk dan dilapisi semak belukar. Dia berharap wawasan semacam ini bisa membuka pemahaman baru bagi petani. Terutama saat menjalankan praktik pertanian.

Kapokja Edukasi dan Sosialisasi BRG, Suwignyo Utama mengatakan, saat ini terdapat 1.109 kader petani gambut. Dari jumlah itu mereka membuat 265 demonstrasi plot (demplot) pertanian alami. “Kerja sama dengan Muhammadiyah dari sini petani ke depan bisa memiliki kemandirian tinggi dan lingkungan terjaga, serta masyarakat mengalami peningkatan kesejahteraan,” ujar dia.
(muh)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3750 seconds (0.1#10.140)