Joe Biden Lebih Dialogis, Tensi Ketegangan di LCS Diharapkan Menurun
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dunia masih menunggu proses penghitungan suara dalam Pemilihan Presiden Amerika Serikat (Pilpres AS). Hingga pukul 12.00 WIB, perolehan suara electoral college sementara, dikutip dari AP, calon presiden (capres) yang diusung Partai Demokrat, Joe Biden masih unggul dengan perolehan 264 suara sementara capres incumbent dari Partai Republik, Donald Trump memperoleh 214 suara. Dibutuhkan minimal 270 suara untuk memenangkan pertarungan. Hingga kini masih ada sejumlah negara bagian yang belum menyelesaikan proses penghitungan suara.
Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan (P2P-LIPI) Firman Noor mengatakan, seandainya Joe Biden nantinya memenangkan pertarungan Pilpres AS, secara umum tidak akan ada pengaruh terhadap perpolitikan nasional Indonesia. "Kalau ke dalam politik nasional, saya kira tidak akan dilakukan oleh AS karena fokus AS tidak di situ. AS menganggap Indonesia sudah cukup dewasa, sudah matang demokrasinya jadi tidak perlu diintervensi atau digurui," ujar Firman Noor, Kamis (5/11/2020). (Baca juga: Momentum AS Kokohkan Pimpin Dunia)
Menurutnya, AS akan lebih memperhatikan soal politik luar negeri dimana AS bisa memastikan bahwa kepentingannya di Asia Tenggara akan tetap aman. Tidak hanya dalam kontek mempererat hubungan dengan negara-negara di Asia Tenggara, tapi juga soal ekspansi China khususnya di wilayah Laut China Selatan (LCS). "Itu secara umum kebijakan yang akan diambil oleh AS kurang lebih sama karena untuk kepentingan politik luar negeri mereka," katanya. (Baca juga: Empat Pendukung Trump Ditikam di Dekat Gedung Putih)
Hanya saja, faktor pendekatan yang dilakukan Joe Biden dari Partai Demokrat lebih soft sehingga akan menganjurkan pendekatan-pendekatan dialogis, bukan satu pendekatan yang sifatnya kekuatan militer. "Saya nggak yakin juga kalau Trump kan punya ide kemungkinan dibangunnya basis kekuatan militer AS di RI, tapi saya enggak tahu Joe Biden akan melakukan itu. Tapi saya rasa tidak akan mengarah ke sana karena pendekatan presiden dari kalangan Demokrat itu jauh lebih menekankan pendekatan dialog, jadi secara umum mudah-mudahan ketegangan di Laut China Selatan tensinya bisa lebih berkurang," katanya.
Di sisi lain, kata Firman Noor, mungkin akan ada peluang dialog yang lebih luas yang selama ini tidak dilakukan oleh Trump. Selama ini, banyak jalur diplomasi atau dialog ditutup oleh Trump. "Nah ini yang akan dibuka lagi oleh Joe Biden sebagaimana dulu Obama melakukan hal ini. Mudah-mudahan ini jauh lebih merangkul banyak kalangan sehingga solusinya bukan adu kekuatan, tapi saling pengertian terhadap aktor-aktor yang bermain di kawasan ini," katanya. (Baca juga: Tim Kampanye Biden Nyatakan Siap Bertarung dengan Trump di Mahkamah Agung)
Pakar politik yang meraih magister dari Asian Studies, Faculty of Asian Studies Australian National University ini mengatakan, dengan kepemimpinan baru nanti, diharapkan AS bisa meyakinkan China untuk tidak terlalu provokatif di kawasan. "Biden kan memang dianggap jauh lebih lunak, mengedepankan dialog sehingga mungkin dengan pendekatan seperti ini akan lebih didengarkan oleh China," paparnya.
Firman Noor mengatakan, ke depan, siapapun presidennya, AS akan tetap mengaji partner Indonesia baik dari segi ekonomi dan juga politik. "Secara umum tidak akan ada sesuatu yang berbeda, hanya saja mungkin tensi keakraban dan komunikasi akan lebih kuat di zaman Biden. Trump kan menutup pintu dan cenderung musuh gitu, seperti yang dia lakukan terhadap WHO dan Unesco. Kalau Joe Biden kurang lebih akan seperti Obama lah, jadi banyak langkah diplomatik yang akan dibangun ke depan," tutur peraih gelar doktor dari School of Social Science and Humanities, specialising Indonesia Politics, University of Exeter, Inggris ini.
Menurutnya, AS akan tetap menganggap Indonesia sebagai rekan yang strategis di kawasan Asia Tenggara, juga sebagai negara yang mempromosikan nilai-nilai moderat keislaman. Namun, di sisi lain juga tetap ada ketidakcocokan antara AS dengan Indonesia dalam konteks Palestina yang tidak akan pernah berubah. "Dalam konteks Palestina kan sikap AS jelas, siapapun presidennya, pasti akan mem-backup Israel. Begitu pula kita, siapapun presiden AS, pasti akan support Palestina," pungkasnya.
Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan (P2P-LIPI) Firman Noor mengatakan, seandainya Joe Biden nantinya memenangkan pertarungan Pilpres AS, secara umum tidak akan ada pengaruh terhadap perpolitikan nasional Indonesia. "Kalau ke dalam politik nasional, saya kira tidak akan dilakukan oleh AS karena fokus AS tidak di situ. AS menganggap Indonesia sudah cukup dewasa, sudah matang demokrasinya jadi tidak perlu diintervensi atau digurui," ujar Firman Noor, Kamis (5/11/2020). (Baca juga: Momentum AS Kokohkan Pimpin Dunia)
Menurutnya, AS akan lebih memperhatikan soal politik luar negeri dimana AS bisa memastikan bahwa kepentingannya di Asia Tenggara akan tetap aman. Tidak hanya dalam kontek mempererat hubungan dengan negara-negara di Asia Tenggara, tapi juga soal ekspansi China khususnya di wilayah Laut China Selatan (LCS). "Itu secara umum kebijakan yang akan diambil oleh AS kurang lebih sama karena untuk kepentingan politik luar negeri mereka," katanya. (Baca juga: Empat Pendukung Trump Ditikam di Dekat Gedung Putih)
Hanya saja, faktor pendekatan yang dilakukan Joe Biden dari Partai Demokrat lebih soft sehingga akan menganjurkan pendekatan-pendekatan dialogis, bukan satu pendekatan yang sifatnya kekuatan militer. "Saya nggak yakin juga kalau Trump kan punya ide kemungkinan dibangunnya basis kekuatan militer AS di RI, tapi saya enggak tahu Joe Biden akan melakukan itu. Tapi saya rasa tidak akan mengarah ke sana karena pendekatan presiden dari kalangan Demokrat itu jauh lebih menekankan pendekatan dialog, jadi secara umum mudah-mudahan ketegangan di Laut China Selatan tensinya bisa lebih berkurang," katanya.
Di sisi lain, kata Firman Noor, mungkin akan ada peluang dialog yang lebih luas yang selama ini tidak dilakukan oleh Trump. Selama ini, banyak jalur diplomasi atau dialog ditutup oleh Trump. "Nah ini yang akan dibuka lagi oleh Joe Biden sebagaimana dulu Obama melakukan hal ini. Mudah-mudahan ini jauh lebih merangkul banyak kalangan sehingga solusinya bukan adu kekuatan, tapi saling pengertian terhadap aktor-aktor yang bermain di kawasan ini," katanya. (Baca juga: Tim Kampanye Biden Nyatakan Siap Bertarung dengan Trump di Mahkamah Agung)
Pakar politik yang meraih magister dari Asian Studies, Faculty of Asian Studies Australian National University ini mengatakan, dengan kepemimpinan baru nanti, diharapkan AS bisa meyakinkan China untuk tidak terlalu provokatif di kawasan. "Biden kan memang dianggap jauh lebih lunak, mengedepankan dialog sehingga mungkin dengan pendekatan seperti ini akan lebih didengarkan oleh China," paparnya.
Firman Noor mengatakan, ke depan, siapapun presidennya, AS akan tetap mengaji partner Indonesia baik dari segi ekonomi dan juga politik. "Secara umum tidak akan ada sesuatu yang berbeda, hanya saja mungkin tensi keakraban dan komunikasi akan lebih kuat di zaman Biden. Trump kan menutup pintu dan cenderung musuh gitu, seperti yang dia lakukan terhadap WHO dan Unesco. Kalau Joe Biden kurang lebih akan seperti Obama lah, jadi banyak langkah diplomatik yang akan dibangun ke depan," tutur peraih gelar doktor dari School of Social Science and Humanities, specialising Indonesia Politics, University of Exeter, Inggris ini.
Menurutnya, AS akan tetap menganggap Indonesia sebagai rekan yang strategis di kawasan Asia Tenggara, juga sebagai negara yang mempromosikan nilai-nilai moderat keislaman. Namun, di sisi lain juga tetap ada ketidakcocokan antara AS dengan Indonesia dalam konteks Palestina yang tidak akan pernah berubah. "Dalam konteks Palestina kan sikap AS jelas, siapapun presidennya, pasti akan mem-backup Israel. Begitu pula kita, siapapun presiden AS, pasti akan support Palestina," pungkasnya.
(cip)