Hakim Diminta Adil soal Sita Rekening WanaArtha

Senin, 26 Oktober 2020 - 08:25 WIB
loading...
Hakim Diminta Adil soal...
Penyitaan yang dilakukan Kejaksaan Agung (Kejagung) atas Sub Rekening Efek (SRE) WanaArtha menjadi perbincarang luas. Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Langkah penyitaan yang dilakukan Kejaksaan Agung (Kejagung) atas Sub Rekening Efek (SRE) WanaArtha menjadi perbincangan.

Para nasabah yang juga pemegang polis WanaArtha Life merasa haknya diambil. Terdakwa Benny Tjokrosaputro mengaku juga, rekening tersebut adalah bukan miliknya.

Berbagai pihak mengingatkan Kejaksaan agar tidak sembarang melakukan penyitaan. Majelis hakim di saat sama diminta berhati-hati dan adil melihat fakta-fakta persidangan mengenai bukti dalam kasus yang menarik perhatian ini.

Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak), Barita Simanjuntak meminta majelis hakim melihat secara adil kasus tersebut. Fakta dan peristiwa hukum, termasuk keterangan para saksi meringankan dan memberatkan, serta pledio terdakwa dan penasihat hukum harus menjadi pertimbangan.

"Ini (penyitaan rekening WanaArtha dan lainnya-red) termasuk akan jadi bagian apa yang akan diputus. Karena pemblokiran atau yang dilihat langkah hukum kejaksaan, nanti akan dilihat hakim. Apakah itu betul uang negara atau Jiwasraya atau uang pihak lain ini akan jadi bagian yang akan diadili oleh hakim," kata Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak, Minggu 25 Oktober 2020.( Baca juga: Elektabilitas Ganjar Pranowo Tinggi Malah Bikin Pusing PDIP )

Dia mengatakan, Jaksa juga bertanggung jawab untuk membuktikan yang dilakukannya di penyidikan. Barita menekankan, yang dilakukan jaksa harus lah sesuai prosedur hukum. "Asumsi yang mengatakan bukan uang negara tapi uang para nasabah, di ruang sidang yang menentukan secara hukum," jelasnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, Komisi Kejaksaan akan memonitor jalannya persidangan. Apalagi, diakui ada laporan para nasabah yang telah merasa diperlakukan dengan tidak adil atas pemblokiran SRE WanaArtha. Di mana ada hak-hak para nasabah dalam rekening tersebut.

Adapun buntut dari pemblokiran tersebut, dana premi nasabah menjadi tidak bisa dicairkan. Ratusan pemegang polis WanaArtha Life pun telah menggelar aksi menuntut Kejaksaan Agung untuk membuka blokir tersebut.

Pada persidangan, terdakwa Benny Tjokrosaputro mengaku tidak terkait dengan WanaArtha. Pengaitan namanya dengan WanaArtha dengan adanya penyebutan nominee adalah hal yang sama sekali tak tepat oleh Kejaksaan Agung. Terhadap ini, Komisi Kejaksaan juga mengamati.

Pihaknya menilai, jaksa harus membuktikan sesuai dengan tuntutannya, termasuk apakah uang negara jiwasrya atau siapa. Sebaliknya, terdakwa tentu saja akan mengatakan hal yang meringankan membantu dia lepas dari jerat hukum. Hakim nanti yang menguji kesemuanya.( )

Pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia, Prof Muzakir mengingatkan kejaksaan tidak bisa sembarangan melakukan penyitaan. Penyitaan hanya bisa dilakukan terhadap harta yang dipakai atau hasil dari kejahatan.

"Semua harta atau benda yang tidak terkait dengan kejahatan wajib dikembalikan kepada pemiliknya," jelas Muzakir.

Dia mengatakan, sebagai pihak ketiga, pemilik rekening atau nasabah dapat mengajukan keberatan rekeningnya diblokir sebelum JPU mengajukan tuntutan atau setelah hakim jatuhkan putusan, atau ajukan gugatan perdata ke pengadilan.

Sebelumnya, dalam pleidoi atau nota pembelaan yang dibacakan pada persidangan, Kamis (22/10) lalu, Direktur Utama PT Hanson Internasional Tbk, Benny Tjokrosaputro membantah pernyataan JPU yang mengaitkan dirinya dengan WanaArtha.

Pemilik PT HI dengan kode saham MYRX itu mengaku tidak memiliki saham WanaArtha Life. Dia juga mengaku jadi korban konspirasi Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Banyak tuduhan dan tuntutan yang dialamatkan JPU sangat tidak berdasar. Beberapa dakwaan jaksa penuntut umum dinilai keliru, seperti pelaku-pelaku transaksi saham LCGP bukan nominee. Salah satunya adalah Wana Artha.

Dia mengaku bukan pemiliknya. Jaksa ditudingnya memanipulasi fakta.
Pemilik Hanson International dengan kode saham MYRX ini menyebutkan, tudingan kepemilikannya di Wana Artha adalah kesalahan kejaksaan yang luar biasa.

Benny mempertanyakan tuntutan penjara seumur hidup. Menurutnya, dalam fakta persidangan tidak dapat dibuktikan bahwa Benny Tjokro yang mengatur atau mengendalikan investasi Jiwasraya, baik dalam reksa dana saham maupun transaksi saham yang mereka transaksikan.
(dam)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1494 seconds (0.1#10.140)