Generasi Milenial Merasa Indonesia Kurang Demokratis
loading...
A
A
A
JAKARTA - Demokrasi di Indonesia dirasakan kurang sebagian besar responden survei Indikator Politik Indonesia yang dirilis hari ini. Hal tersebut diketahui melalui pertanyaan apakah Indonesia lebuh demokratis, kurang, atau tetap sama saja dalam beberapa tahun terakhir.
”Ada 36 persen yang mengatakan indonesia saat ini menjadi kurang demokratis. Proporsi tersebut lebih besar dari yang mengatakan indonesia menjadi lebih demokrasi 17,7 persen. Ada 37 persen yang mengatakan Indonesia tetap sama," kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi secara daring, Minggu (25/10/2020).
Burhanuddin menjelaskan, ada kondisi satu persepsi yang bisa benar dan salah, tapi dalam studi pemilih, persepsi itu mempengaruhi tindakan dan evaluasi. Kalau misalnya persepsi sekarang dirasakan kurang demokratis dan jumlahnya lebih besar ketimbang yang mengatakan demokratis. "Para elite politik perlu untuk mengantisipasinya," ujarnya.
(Baca: Survei Indikator Ungkap Lebih Banyak Masyarakat Minta Pilkada 2020 Ditunda)
Setelah diteliti lebih dalam, perempuan mengatakan kurang demokratis yakni 43,6%, 32,8% perempuan mengatakan sama saja, 16,2% menyatakan demokratis dan sisanya tidak tahu dan tidak menjawab. Sementara laki-laki 19,3 menyatakan lebih demokratis, 41,1% menyatakan sama saja dan hanya 28,4% yang menyatakan kurang demokratis dan sisanya tidak tahu dan tidak menjawab.
Sementara milenial cenderung mengatakan kurang demokratis dibanding kelompok tua. Sebanyak 40,3% usia di bawah 21 tahun menyatakan kurang demokratis, 44,7% sama saja dan hanya 7,9% akui lebih demokratis. Untuk usia 22-25 tahun, 48,8% nyatakan kurang demokratis, 23,9% sama saja dan 20,3% nyatakan lebih demokratis. Untuk usia pertengahan 26-40 tahun, 36,8% nyatakan kurang demokratis, 38,3% bilang sama saja dan 16,4% lebih demokratis.
"Ini menarik, anak-anak muda lahir setelah 98, jadi mereka mungkin comparatif reference-nya adalah pada era reformasi, bukan era sebelum reformasi," tuturnya.
Burhanuddin menjelaskan, kondisi ini berbeda dengan para orang tua yang mungkin merasa kondisi sekarang demokratis sekali. Sebab perspektif mereka membandingkan dengan era Soeharto. Untuk usia 41-55 tahun, 33,1% nyatakan kurang demokratis, 38,3% sama saja dan 18% lebih demokratis. Dan usia di atas 55 tahun ada 26,7% nyatakan Indonesia kurang demokratis, 33,1% sama saja dan 26,7% akui lebih demokratis.
"Tetapi buat anak-anak muda, mereka sejak di dalam kandungan sampai lahir itu sudah menghirup udara demokrasi. Jadi makanya kondisi sekarang dibandingkan evaluasinya berdasarkan situasi pasca reformasi," imbuhnya.
(Baca: Mardani: Saat Ini Ada Kemunduran Kehidupan Demokrasi)
Kemudian, kata Burhanuddin, semakin tinggi tingkat pendidikan, mereka merasa bahwa situasi sekarang lebih kurang demokratis. Lulusan SD ke bawah menyatakan bahwa kondisinya sama saja atau 43,3%, 30% nyatakan kurang demokratis dan 11,9% nyatakan lebih demokratis. Lulusan SMP, 37% nyatakan kurang demokratis, 31,3% sama saja dan 21,7% lebih demokratis. Lulusan SMA, 37% nyatakan kurang demokratis, 35,1% sama saja dan 19,6% lebih demokratis. Dan yang kuliah, 41,4% nyatakan kurang demokratis, 42,4% sama saja dan 14,3 lebih demokratis.
"Ini (orang berpendidikan tinggi) kelompok critical mess. Meskipun jumlahnya tidak terlalu besar, tapi merekalah yang menjadi vokal. Jadi harus diwaspadai kekecewaan dari menengah atas terutama dari sisi pendidikan, meskipun secara statistik jumlahnya tidak besar, mereka bagaimana pun punya opini yang mempengaruhi publik secara luas. Jadi kalau nggak segera diantisipasi punya dampak yang besar," terangnya.
Begitu juga dengan pendapatan, menurut surveu, semakin tinggi pendapatan maka semakin tinggi angka yang menyatakan tidak demokratis. Pendapatan kurang dari Rp 2 juta, 34% nyatakan kurang demokratis, 38,9% sama saja dan 14,5% lebih demokratis. Rp 2 juta- >Rp 4 juta, 35,4% nyatakan kurang demokratis, 32,5% sama saja dan 25,1% lebih demokratis. Dan penghasilan di atas Rp 4 juta, 43,4% nyatakan kurang, 37,6% sama saja dan 16,8% lebih demokratis.
"Semakin tinggi tingkat pendapatan kecenderungan menganggap kondisi demokrasi kurang demokratis hari ini dibanding sebelumnya itu lebih besar," tandasnya.
”Ada 36 persen yang mengatakan indonesia saat ini menjadi kurang demokratis. Proporsi tersebut lebih besar dari yang mengatakan indonesia menjadi lebih demokrasi 17,7 persen. Ada 37 persen yang mengatakan Indonesia tetap sama," kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi secara daring, Minggu (25/10/2020).
Burhanuddin menjelaskan, ada kondisi satu persepsi yang bisa benar dan salah, tapi dalam studi pemilih, persepsi itu mempengaruhi tindakan dan evaluasi. Kalau misalnya persepsi sekarang dirasakan kurang demokratis dan jumlahnya lebih besar ketimbang yang mengatakan demokratis. "Para elite politik perlu untuk mengantisipasinya," ujarnya.
(Baca: Survei Indikator Ungkap Lebih Banyak Masyarakat Minta Pilkada 2020 Ditunda)
Setelah diteliti lebih dalam, perempuan mengatakan kurang demokratis yakni 43,6%, 32,8% perempuan mengatakan sama saja, 16,2% menyatakan demokratis dan sisanya tidak tahu dan tidak menjawab. Sementara laki-laki 19,3 menyatakan lebih demokratis, 41,1% menyatakan sama saja dan hanya 28,4% yang menyatakan kurang demokratis dan sisanya tidak tahu dan tidak menjawab.
Sementara milenial cenderung mengatakan kurang demokratis dibanding kelompok tua. Sebanyak 40,3% usia di bawah 21 tahun menyatakan kurang demokratis, 44,7% sama saja dan hanya 7,9% akui lebih demokratis. Untuk usia 22-25 tahun, 48,8% nyatakan kurang demokratis, 23,9% sama saja dan 20,3% nyatakan lebih demokratis. Untuk usia pertengahan 26-40 tahun, 36,8% nyatakan kurang demokratis, 38,3% bilang sama saja dan 16,4% lebih demokratis.
"Ini menarik, anak-anak muda lahir setelah 98, jadi mereka mungkin comparatif reference-nya adalah pada era reformasi, bukan era sebelum reformasi," tuturnya.
Burhanuddin menjelaskan, kondisi ini berbeda dengan para orang tua yang mungkin merasa kondisi sekarang demokratis sekali. Sebab perspektif mereka membandingkan dengan era Soeharto. Untuk usia 41-55 tahun, 33,1% nyatakan kurang demokratis, 38,3% sama saja dan 18% lebih demokratis. Dan usia di atas 55 tahun ada 26,7% nyatakan Indonesia kurang demokratis, 33,1% sama saja dan 26,7% akui lebih demokratis.
"Tetapi buat anak-anak muda, mereka sejak di dalam kandungan sampai lahir itu sudah menghirup udara demokrasi. Jadi makanya kondisi sekarang dibandingkan evaluasinya berdasarkan situasi pasca reformasi," imbuhnya.
(Baca: Mardani: Saat Ini Ada Kemunduran Kehidupan Demokrasi)
Kemudian, kata Burhanuddin, semakin tinggi tingkat pendidikan, mereka merasa bahwa situasi sekarang lebih kurang demokratis. Lulusan SD ke bawah menyatakan bahwa kondisinya sama saja atau 43,3%, 30% nyatakan kurang demokratis dan 11,9% nyatakan lebih demokratis. Lulusan SMP, 37% nyatakan kurang demokratis, 31,3% sama saja dan 21,7% lebih demokratis. Lulusan SMA, 37% nyatakan kurang demokratis, 35,1% sama saja dan 19,6% lebih demokratis. Dan yang kuliah, 41,4% nyatakan kurang demokratis, 42,4% sama saja dan 14,3 lebih demokratis.
"Ini (orang berpendidikan tinggi) kelompok critical mess. Meskipun jumlahnya tidak terlalu besar, tapi merekalah yang menjadi vokal. Jadi harus diwaspadai kekecewaan dari menengah atas terutama dari sisi pendidikan, meskipun secara statistik jumlahnya tidak besar, mereka bagaimana pun punya opini yang mempengaruhi publik secara luas. Jadi kalau nggak segera diantisipasi punya dampak yang besar," terangnya.
Begitu juga dengan pendapatan, menurut surveu, semakin tinggi pendapatan maka semakin tinggi angka yang menyatakan tidak demokratis. Pendapatan kurang dari Rp 2 juta, 34% nyatakan kurang demokratis, 38,9% sama saja dan 14,5% lebih demokratis. Rp 2 juta- >Rp 4 juta, 35,4% nyatakan kurang demokratis, 32,5% sama saja dan 25,1% lebih demokratis. Dan penghasilan di atas Rp 4 juta, 43,4% nyatakan kurang, 37,6% sama saja dan 16,8% lebih demokratis.
"Semakin tinggi tingkat pendapatan kecenderungan menganggap kondisi demokrasi kurang demokratis hari ini dibanding sebelumnya itu lebih besar," tandasnya.
(muh)