Satu Tahun Jokowi-Ma'ruf, Komunikasi Publik Perlu Dibenahi

Selasa, 20 Oktober 2020 - 06:35 WIB
loading...
Satu Tahun Jokowi-Maruf, Komunikasi Publik Perlu Dibenahi
Presiden Jokowi dan Wapres KH Maruf Amin di sidang MPR Ri. Foto/Koran SINDO/Yulianto
A A A
JAKARTA - Satu tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi)-Wakil Presiden Ma’ruf Amin resmi berakhir hari ini, 20 Oktober. Di awal periode kepemimpinan periode kedua tersebut harus diakui menjadi tahun yang sangat sulit karena dihadapkan sejumlah tantangan yang sangat berat.



Tantangan yang paling mengemuka adalah pandemi Covid-19 yang melanda hingga saat ini dan memukul sendiri perekonomian. Celakanya, upaya strategis yang diambil pemerintah untuk mengungkit perekonomian melalui Omnibus Law Undang-Undang tentang Cipta Kerja (Ciptaker) justru mulai polemik.

Satu Tahun Jokowi-Ma'ruf, Komunikasi Publik Perlu Dibenahi


Direktur Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie menilai, berlarutnya kondisi yang terjadi akibat persoalan komunikasi publik pemerintah. Karena itu, dia menyarankan Jokowi memperbaiki kelemahan tersebut. (Baca: Agar Doa Cepat Dikabulkan, Perhatikan Tiga Hal Ini)

“Komunikasi publik dari para pembantu Presiden masih agak lemah dan perlu diubah. Tak perlu banyak juru bicara, cukup Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno yang dimaksimalkan untuk menjelaskan apa yang menjadi program Presiden Jokowi,” ucap Jerry, kepada SINDOnews, kemarin.

Dalam pandangannya, Omnibus Law merupakan upaya memperbaiki regulasi dan kemudahan investasi dan merupakan terobosan hukum pertama di Tanah Air karena menggabungkan 70 undang-undang. Namun, pada saat penyusunan kurang melibatkan lembaga terkait dan berbagai pakar-pakar di bidang masing-masing.

“Jokowi juga dinilai perlu untuk menegur keras para bawahannya dan perlunya me-reshuffle menteri yang berkinerja buruk. Saya sarankan Ma'ruf Amin sebagai wapres perlu dilibatkan juga, baik ide dan pemikiran,” katanya.

Kemarin Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan akan memperbaiki komunikasi publik. Langkah ini diimplementasikan menyambut pelaksanaan vaksinasi untuk menghentikan pandemi Covid-19. Dia tidak ingin muncul persepsi kurang baik karena buruknya komunikasi publik. (Baca juga: Wawancara Beasiswa Unggulan Kemendikbud Dilakukan Daring)

“Vaksin ini jangan tergesa-gesa karena sangat kompleks, menyangkut nanti persepsi di masyarakat. Kalau komunikasinya kurang baik, bisa kejadian kayak Undang-Undang (UU) Cipta Kerja,” katanya saat membuka rapat terbatas di Istana Merdeka kemarin.

Pentingnya komunikasi publik di antaranya terkait persoalan halal dan haram, harga, kualitas, dan distribusi vaksin. “Meskipun tidak semuanya perlu kita sampaikan ke publik, harga ini juga tidak harus kita sampaikan ke publik,” ungkapnya.

Dia kemudian menekankan bahwa titik kritis dari vaksin adalah implementasinya. Mantan wali Kota Solo ini berharap pelaksanaan vaksinasi tidak dianggap mudah seperti prosesnya seperti apa atau siapa yang pertama disuntik terlebih dahulu dan kenapa dia.

“Harus detail ini. Ini jangan sampai nanti dihantam oleh isu, dipelintir, kemudian kejadiannya bisa masyarakat demo-demo lagi karena sekarang memang masyarakat pada posisi yang sulit,” tandasnya. (Baca juga: Ibu Penyitas Covid-19 Jangan Berhenti Menyusui)

Sebelumnya survei yang dilakukan Indikator Politik Indonesia mengungkapkan, sebanyak 60% masyarakat mengaku cukup percaya dengan langkah Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam menangani pandemi Covid-19.

Tingkat kepuasan ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kepuasan publik terhadap langkah yang dilakukan Terawan Agus Putranto sebagai menteri kesehatan. “Terhadap Pak Terawan itu lebih rendah, sekitar 45%,” ujar Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi dalam konferensi pers secara virtual.

Masih berdasar survei, Burhanuddin mengungkapkan, responden yang menyatakan cukup percaya kepada Jokowi sebanyak 57,7%. Adapun responden yang sangat percaya 3%. Kemudian, responden yang tingkat kepercayaannya biasa saja 24,1% dan tidak percaya 12,7%. Responden yang sangat tidak percaya 1,8%.

Terhadap menteri kesehatan, responden yang sangat percaya kepada Terawan hanya 1%. Responden yang cukup percaya sebanyak 44,6%, biasa saja 30,9%, tidak percaya 15%, dan sangat tidak percaya 2%.“Tetapi, masih lebih baik dibandingkan apa yang muncul di Twitter itu kan. Saya kira tidak nyampe 20 persen terhadap Pak Terawan,” tutur Burhanuddin.

Dia lantas mengungkapkan, tingkat kepuasan masyarakat terhadap pemerintah pusat dalam mencegah penyebaran Covid-19 cukup besar di angka 60,5%. Adapun responden yang kurang puas 29,2%, tidak puas sama sekali 3,8%, dan sangat puas 5,8%. (Baca juga: DPR Minta Perjokian Kartu Prakerja Diusut Tuntas)

Burhanuddin mengatakan, tingkat kepuasan ini satu di antaranya dipengaruhi sejumlah bantuan sosial (bansos) yang disalurkan pemerintah pusat kepada masyarakat terdampak pandemi. Mereka yang puas terhadap kinerja pemerintah pusat di masa pandemi biasanya berpendidikan dan berpenghasilan rendah.

“Jadi, kalau pendidikannya rendah, pendapatan yang rendah, cenderung puas salah satunya ada bansos, ada program-program mitigasi dampak ekonomi Covid-19,” jelasnya.

Tahun yang Tidak Mudah

Sementara itu, Ketua Dewan Kehormatan (Wanhor) Partai Demokrat Hinca Pandjaitan mengakui bahwa 2020 merupakan tahun yang tidak mudah karena pemerintah harus menghadapi pandemi Covid-19 dan muncul ancaman resesi ekonomi. Hal ini juga dihadapi pemerintahan Joko Widodo dan Ma’ruf Amin.

“Diperlukan leadership yang jelas dalam mengelola negara di situasi seperti ini,” mata Hinca dalam keterangannya kemarin. (Lihat videonya: Diduga Depresi Sekolah Daring, Pelajar Nekat Bunuh Diri)

Pelaksana Harian (Plh) Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Saleh Partaonan Daulay menilai tugas utama pemerintahan Indonesia hari ini dan tiga tahun kedepan adalah benar-benar memutus mata rantai penyebaran Covid-19 supaya hilang dari Bumi Pertiwi. (Kiswondari/SINDOnews.com)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1958 seconds (0.1#10.140)