Sejumlah Pekerjaan Rumah bagi Dirjen Pas Baru
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Ditjen PAS Kemenkumham) mempunyai bos baru dari Polri, Irjen Reynhard Silitonga. Sederet permasalahan di lembaga pemasyarakatan (lapas) menunggu pembenahan.
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyatakan lembaga pemasyarakatan itu memang peranan penting dalam sistem peradilan pidana (SPP). Meskipun, dalam prakteknya, lapas seringkali dianaktirikan.
"Pemasyarakatan menjadi pihak yang selalu terdampak dari masalah besar SPP Indonesia yang terlah berlangsung bertahun-tahun: overcrowding rutan dan lapas. Dengan dilantiknya Dirjen Pas baru, kami berharap perubahan dan perbaikan akan dilakukan untuk menyelesaikan pekerjaan rumah,” ujarnya Direktur Eksekutif ICJR, Erasmus Napitupulu, Rabu (6/5/2020).
Erasmus mengatakan, sesaknya rutan dan lapas mengakibatkan besarnya kemungkinan transaksi untuk memenuhi kebutuhan dasar. Itu dijadikan komoditas di dalam fasilitas. Penanganan yang salah terhadap pengguna narkotika membuat lapas penuh. Warga binaan pemasyarakatan (WBP) kasus narkotika itu mencapai 55 persen di seluruh Indonesia.
"Pengguna narkotika harus dkirim ke penjara tanpa intervensi dan jaminan kesehatan yang memadai. Ini berdampak pada terjadi peredaran narkotika di rutan dan lapas Indonesia. Itu tidak pernah teratasi secara komprehensif," terang Erasmus.
(Baca juga: Jika Perppu 1/2020 Jadi UU, Uji Materi di MK Bakal Gugur)
ICJR meminta Reynhard, untuk melakukan beberapa hal, antara lain, memperketat pengawasan terhadap praktik korupsi, pengguna narkotika sebaiknya tidak dipenjara, pelepasan WBP lagi untuk mengurangi kemungkinan penyebaran Sars Cov-II di lapas, dan penguatan balai pemasyarakatan (bapas) dan pembimbingnya.
Menkumham Yasonna Laoly dalam pelantikan Reynhard meminta pejabatnya itu mampu memberantas praktik korupsi di lingkungan lapas dan rutan. Transaksi ilegal diduga kerap terjadi untuk mendapatkan fasilitas tertentu. Hal ini karena kapasitas lapas yang tidak sebanding dengan jumlah WBP.
"Lapas dan rutan seharusnya dihuni oleh warga binaan yang memerlukan intervensi penahanan dan pidana penjara. Lapas dan Rutin bisa memastiskan sumber dayanya tercukupi untuk memenuhi kebutuhan dasar penghuni dan menjalankan fungsi pembinaannya," tuturnya.
ICJR mendorong untuk dilakukan pembebasan lagi terhadap WBP kelompk rentan dan tingkat risiko tinggi terpapar Covid-19. Mereka adalah WBP lansia, ibu hamil dan ibu dengan anak, yang mengalami ganggung jiwa, dan pengguna narkotika. Membludaknya penghuni lapas itu tidak sebanding dengan tenaga kesehatan atau fasilitas kesehatan.
Hal itu ditakutkan akan memudahkan atau berpotensi terjadi penularan di tengah pandemi Covid-19. Peran bapas sangat penting dalam melakukan pengawasan dan penilaian keberhasilan program pembinaan. "Maka, masa depan reformasi sistem peradilan pidana bertumpu pada penguatan peran bapas dan tenaga pembimbungan kemasyarakatan," ucap Erasmus.
Dia mendorong pengembalian fungsi rutan dan lapas. Prang yang dipenjara itu harus yang sangat perlu diasingkan dari masyarakat. Sedangkan, pengguna narkotika dan terpidana kasus ringan itu sebaiknya hukumannya diganti dengan pidana percobaan, kerja sosial, dan membayar ganti rugi.
"Ataupun jenis intervensi lain di luar pemenjaraan yang berdampak bukan hanya kepada pelaku, tapi juga korban dan masyarakat," pungkasnya.
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyatakan lembaga pemasyarakatan itu memang peranan penting dalam sistem peradilan pidana (SPP). Meskipun, dalam prakteknya, lapas seringkali dianaktirikan.
"Pemasyarakatan menjadi pihak yang selalu terdampak dari masalah besar SPP Indonesia yang terlah berlangsung bertahun-tahun: overcrowding rutan dan lapas. Dengan dilantiknya Dirjen Pas baru, kami berharap perubahan dan perbaikan akan dilakukan untuk menyelesaikan pekerjaan rumah,” ujarnya Direktur Eksekutif ICJR, Erasmus Napitupulu, Rabu (6/5/2020).
Erasmus mengatakan, sesaknya rutan dan lapas mengakibatkan besarnya kemungkinan transaksi untuk memenuhi kebutuhan dasar. Itu dijadikan komoditas di dalam fasilitas. Penanganan yang salah terhadap pengguna narkotika membuat lapas penuh. Warga binaan pemasyarakatan (WBP) kasus narkotika itu mencapai 55 persen di seluruh Indonesia.
"Pengguna narkotika harus dkirim ke penjara tanpa intervensi dan jaminan kesehatan yang memadai. Ini berdampak pada terjadi peredaran narkotika di rutan dan lapas Indonesia. Itu tidak pernah teratasi secara komprehensif," terang Erasmus.
(Baca juga: Jika Perppu 1/2020 Jadi UU, Uji Materi di MK Bakal Gugur)
ICJR meminta Reynhard, untuk melakukan beberapa hal, antara lain, memperketat pengawasan terhadap praktik korupsi, pengguna narkotika sebaiknya tidak dipenjara, pelepasan WBP lagi untuk mengurangi kemungkinan penyebaran Sars Cov-II di lapas, dan penguatan balai pemasyarakatan (bapas) dan pembimbingnya.
Menkumham Yasonna Laoly dalam pelantikan Reynhard meminta pejabatnya itu mampu memberantas praktik korupsi di lingkungan lapas dan rutan. Transaksi ilegal diduga kerap terjadi untuk mendapatkan fasilitas tertentu. Hal ini karena kapasitas lapas yang tidak sebanding dengan jumlah WBP.
"Lapas dan rutan seharusnya dihuni oleh warga binaan yang memerlukan intervensi penahanan dan pidana penjara. Lapas dan Rutin bisa memastiskan sumber dayanya tercukupi untuk memenuhi kebutuhan dasar penghuni dan menjalankan fungsi pembinaannya," tuturnya.
ICJR mendorong untuk dilakukan pembebasan lagi terhadap WBP kelompk rentan dan tingkat risiko tinggi terpapar Covid-19. Mereka adalah WBP lansia, ibu hamil dan ibu dengan anak, yang mengalami ganggung jiwa, dan pengguna narkotika. Membludaknya penghuni lapas itu tidak sebanding dengan tenaga kesehatan atau fasilitas kesehatan.
Hal itu ditakutkan akan memudahkan atau berpotensi terjadi penularan di tengah pandemi Covid-19. Peran bapas sangat penting dalam melakukan pengawasan dan penilaian keberhasilan program pembinaan. "Maka, masa depan reformasi sistem peradilan pidana bertumpu pada penguatan peran bapas dan tenaga pembimbungan kemasyarakatan," ucap Erasmus.
Dia mendorong pengembalian fungsi rutan dan lapas. Prang yang dipenjara itu harus yang sangat perlu diasingkan dari masyarakat. Sedangkan, pengguna narkotika dan terpidana kasus ringan itu sebaiknya hukumannya diganti dengan pidana percobaan, kerja sosial, dan membayar ganti rugi.
"Ataupun jenis intervensi lain di luar pemenjaraan yang berdampak bukan hanya kepada pelaku, tapi juga korban dan masyarakat," pungkasnya.
(maf)