PMI yang Akan Dideportasi dari Sabah Kerap Mengalami Pemerasan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Koalisi Buruh Migran Berdaulat (KBMB) menemukan sejumlah fakta di balik deportasi pekerja migran Indonesia ( PMI ) di Sabah, Malaysia. PMI mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi di Pusat Tahanan Sementara (PTS).
Ketua Tim Pencari Fakta KBMB, Abu Mufakhir mengatakan ada beberapa masalah yang dihadapi PMI di Sabah. Masalah-masalah itu, antara lain, tidak terpenuhi prinsip dan standar minimal peradilan dan mendapatkan hukuman yang tidak manusiawi dan merendahkan di PTS. (Baca juga: Koalisi Buruh Migran Sebut Arus Deportasi PMI dari Sabah Meningkat Sejak Juni 2020)
Abu mengungkapkan PMI yang dideportasi itu ada yang memiliki dokumen lengkap. Biasanya, mereka ditangkap aparat ketika di kebun sehingga tidak bisa menunjukkan dokumen izin kerja dan tinggal.
Dokumen itu biasa disimpan di rumah atau dipegang majikan. Namun, karena saat penangkapan tidak bisa menunjukkan, mereka tetap menjalani proses hukum. KBMB menilai proses pemeriksaan dan penangkapan tidak kompeten dan penuh stigma terhadap PMI.
“Tidak ada satu pun deportan yang pernah didampingi penasihat hukum. Di hadapan pengadilan atau mahkamah yang berlangsung 5-10 menit, hanya satu pilihan mengaku bersalah atas pengakuan sendiri,” terang Abu dalam diskusi daring, Rabu (7/10/2020).
Para PMI itu, menurutnya, sudah diajarkan oleh aparat sebelum memasuki ruang persidangan. Kalimat yang harus diucapkan,” Yang mulia, kami mengaku bersalah dan minta hukuman dikurangi”.
“Tidak ada satupun dari deportan yang pernah menerima dokumen peradilan atas nama diri mereka sendiri. Bayangkan mereka diadili, tetapi tidak pernah menerima satu dokumen pun. Dokumen penangkapan saja tidak ada,” jelasnya.
Abu memaparkan perlakuan yang diterima PMI saat di PTS. Setiap pagi mereka harus mengucapkan,”Selamat pagi, Cikgu”, kepada penjaga PTS. Kemudian, penjaga akan meminta para PMI untuk menaruh tangannya di belakang dan kepala menunduk.
Siapa yang melakukan kesalahan akan dipukul. Setelah itu, PMI harus mengucapkan,”Terima kasih. Para PMI juga mengalami pemerasan dan eksploitasi. Para penghuni PTS biasa menghubungi saudaranya untuk mengirim uang dan makan. (Baca juga: Imbas Terapkan Lockdown, Malaysia Deportasi 240 Pekerja Migran Indonesia)
“Tetapi uang dan makanan selalu diambil petugas. 30 persennya hilang. Jika dikasih mie instan, yang sampai hanya 7 buah,” pungkasnya.
Ketua Tim Pencari Fakta KBMB, Abu Mufakhir mengatakan ada beberapa masalah yang dihadapi PMI di Sabah. Masalah-masalah itu, antara lain, tidak terpenuhi prinsip dan standar minimal peradilan dan mendapatkan hukuman yang tidak manusiawi dan merendahkan di PTS. (Baca juga: Koalisi Buruh Migran Sebut Arus Deportasi PMI dari Sabah Meningkat Sejak Juni 2020)
Abu mengungkapkan PMI yang dideportasi itu ada yang memiliki dokumen lengkap. Biasanya, mereka ditangkap aparat ketika di kebun sehingga tidak bisa menunjukkan dokumen izin kerja dan tinggal.
Dokumen itu biasa disimpan di rumah atau dipegang majikan. Namun, karena saat penangkapan tidak bisa menunjukkan, mereka tetap menjalani proses hukum. KBMB menilai proses pemeriksaan dan penangkapan tidak kompeten dan penuh stigma terhadap PMI.
“Tidak ada satu pun deportan yang pernah didampingi penasihat hukum. Di hadapan pengadilan atau mahkamah yang berlangsung 5-10 menit, hanya satu pilihan mengaku bersalah atas pengakuan sendiri,” terang Abu dalam diskusi daring, Rabu (7/10/2020).
Para PMI itu, menurutnya, sudah diajarkan oleh aparat sebelum memasuki ruang persidangan. Kalimat yang harus diucapkan,” Yang mulia, kami mengaku bersalah dan minta hukuman dikurangi”.
“Tidak ada satupun dari deportan yang pernah menerima dokumen peradilan atas nama diri mereka sendiri. Bayangkan mereka diadili, tetapi tidak pernah menerima satu dokumen pun. Dokumen penangkapan saja tidak ada,” jelasnya.
Abu memaparkan perlakuan yang diterima PMI saat di PTS. Setiap pagi mereka harus mengucapkan,”Selamat pagi, Cikgu”, kepada penjaga PTS. Kemudian, penjaga akan meminta para PMI untuk menaruh tangannya di belakang dan kepala menunduk.
Siapa yang melakukan kesalahan akan dipukul. Setelah itu, PMI harus mengucapkan,”Terima kasih. Para PMI juga mengalami pemerasan dan eksploitasi. Para penghuni PTS biasa menghubungi saudaranya untuk mengirim uang dan makan. (Baca juga: Imbas Terapkan Lockdown, Malaysia Deportasi 240 Pekerja Migran Indonesia)
“Tetapi uang dan makanan selalu diambil petugas. 30 persennya hilang. Jika dikasih mie instan, yang sampai hanya 7 buah,” pungkasnya.
(kri)