Puan Maharani Matikan Mikrofon saat Legislator Interupsi, Formappi: Memalukan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tindakan Ketua DPR RI Puan Maharani yang mematikan mikrofon saat legislator dari Partai Demokrat Irwan berbicara di Rapat Paripurna DPR Senin 5 Oktober 2020 masih menuai kritikan. Kali ini, kritikan pedas disampaikan peneliti senior Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus.
"Jika benar Puan Maharani yang mematikan mikrofon di saat anggota melakukan interupsi dalam rapat paripurna kemarin, saya kira itu memprihatinkan bahkan mungkin memalukan," ujar Lucius Karus kepada SINDOnews, Selasa (6/10/2020).
"Bagaimana seorang pimpinan bisa seotoriter itu menghambat penyampaian pendapat anggota dalam forum paripurna?" tambah Lucius.
Apalagi, lanjut dia, sila keempat Pancasila sudah jelas-jelas mengatakan bahwa yang memimpin kita itu adalah 'Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan'. "Sudah jelas bahwa DPR itu adalah wakil rakyat, dan setiap anggota merupakan representasi sekian banyak warga dari daerah pemilihan," ujarnya.
( ).
Karena itu, kata dia, suara setiap anggota dewan harus dianggap sebagai suara warga negara Indonesia. "Kesadaran akan posisi DPR sebagai perwakilan rakyat itu harusnya membuat semua anggota DPR itu sama kedudukannya," ungkapnya.
Dia melanjutkan, hanya fungsi di kelembagaan saja yang membedakan mereka. Ada yang menjadi ketua DPR, ada yang menjadi anggota, dan lain-lain. Dia mengatakan, yang menjadi ketua tak serta merta lebih tinggi derajatnya dari anggota lain karena posisi sebagai ketua hanya fungsional.
"Maka ketika ada pimpinan yang punya akses untuk mengontrol persidangan dan menggunakan itu untuk menghambat interupsi atau penyampaian usulan anggota di rapat paripurna, saya kira ia terlalu berlebihan memanfaatkan jabatannya untuk menyumbat proses permusyawaratan yang menjadi perintah Pancasila," imbuhnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, rapat paripurna yang mengagendakan pembuatan keputusan untuk sebuah kebijakan yang berlaku secara nasional selalu mengandaikan berjalannya proses musyawarah untuk mufakat. Kata Lucius, proses bermusyawarah itu harus dilakukan dengan mendengar semua usulan dan masukan.
"Tidak boleh pimpinan itu semau dia saja menolak permintaan anggota untuk menyampaikan usulan. Apalagi jika dilakukan dengan menggunakan akses untuk mengontrol pengeras suara, saya kira itu terlihat kekanak-kanakan," tuturnya.
Dia mengakui bahwa ada aturan tata tertib yang harus dipatuhi, tetapi aturan prosedural jangan sampai mengabaikan yang substansi. "Pimpinan DPR harus memastikan biar mendengar semua usulan karena setiap anggota diandaikan membawa suara rakyat yang diwakili. Mengabaikan anggota sama saja dengan mengabaikan rakyat," pungkasnya.
( ).
Sekadar diketahui, peristiwa Puan Maharani mematikan mikrofon itu terjadi saat Rapat Paripurna DPR dengan agenda Pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi undang-undang, Senin 5 Oktober 2020. Video Puan Maharani mematikan mikrofon itu viral di media sosial.
Awalnya, Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Irwan menyampaikan pandangannya mengenai RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Kemudian, Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Partai Golkar yang saat itu sebagai pimpinan sidang, Azis Syamsuddin, terlihat berdiskusi sebentar dengan Puan Maharani yang duduk di sebelahnya. Setelah itu, Puan Maharani terlihat menekan tombol mematikan mikrofon, suara Irwan pun langsung tak terdengar.
"Jika benar Puan Maharani yang mematikan mikrofon di saat anggota melakukan interupsi dalam rapat paripurna kemarin, saya kira itu memprihatinkan bahkan mungkin memalukan," ujar Lucius Karus kepada SINDOnews, Selasa (6/10/2020).
"Bagaimana seorang pimpinan bisa seotoriter itu menghambat penyampaian pendapat anggota dalam forum paripurna?" tambah Lucius.
Apalagi, lanjut dia, sila keempat Pancasila sudah jelas-jelas mengatakan bahwa yang memimpin kita itu adalah 'Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan'. "Sudah jelas bahwa DPR itu adalah wakil rakyat, dan setiap anggota merupakan representasi sekian banyak warga dari daerah pemilihan," ujarnya.
( ).
Karena itu, kata dia, suara setiap anggota dewan harus dianggap sebagai suara warga negara Indonesia. "Kesadaran akan posisi DPR sebagai perwakilan rakyat itu harusnya membuat semua anggota DPR itu sama kedudukannya," ungkapnya.
Dia melanjutkan, hanya fungsi di kelembagaan saja yang membedakan mereka. Ada yang menjadi ketua DPR, ada yang menjadi anggota, dan lain-lain. Dia mengatakan, yang menjadi ketua tak serta merta lebih tinggi derajatnya dari anggota lain karena posisi sebagai ketua hanya fungsional.
"Maka ketika ada pimpinan yang punya akses untuk mengontrol persidangan dan menggunakan itu untuk menghambat interupsi atau penyampaian usulan anggota di rapat paripurna, saya kira ia terlalu berlebihan memanfaatkan jabatannya untuk menyumbat proses permusyawaratan yang menjadi perintah Pancasila," imbuhnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, rapat paripurna yang mengagendakan pembuatan keputusan untuk sebuah kebijakan yang berlaku secara nasional selalu mengandaikan berjalannya proses musyawarah untuk mufakat. Kata Lucius, proses bermusyawarah itu harus dilakukan dengan mendengar semua usulan dan masukan.
"Tidak boleh pimpinan itu semau dia saja menolak permintaan anggota untuk menyampaikan usulan. Apalagi jika dilakukan dengan menggunakan akses untuk mengontrol pengeras suara, saya kira itu terlihat kekanak-kanakan," tuturnya.
Dia mengakui bahwa ada aturan tata tertib yang harus dipatuhi, tetapi aturan prosedural jangan sampai mengabaikan yang substansi. "Pimpinan DPR harus memastikan biar mendengar semua usulan karena setiap anggota diandaikan membawa suara rakyat yang diwakili. Mengabaikan anggota sama saja dengan mengabaikan rakyat," pungkasnya.
( ).
Sekadar diketahui, peristiwa Puan Maharani mematikan mikrofon itu terjadi saat Rapat Paripurna DPR dengan agenda Pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi undang-undang, Senin 5 Oktober 2020. Video Puan Maharani mematikan mikrofon itu viral di media sosial.
Awalnya, Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Irwan menyampaikan pandangannya mengenai RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Kemudian, Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Partai Golkar yang saat itu sebagai pimpinan sidang, Azis Syamsuddin, terlihat berdiskusi sebentar dengan Puan Maharani yang duduk di sebelahnya. Setelah itu, Puan Maharani terlihat menekan tombol mematikan mikrofon, suara Irwan pun langsung tak terdengar.
(zik)