DPR Dorong Tarif Sertifikasi Halal untuk Semua Lembaga
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi VIII DPR mendorong agar Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama dengan Kementerian Agama (Kemenag) merampungkan tarif layanan sertifikasi produk halal yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
(Baca juga: Data Terbaru, 1.108 WNI di Luar Negeri Sembuh Covid-19)
Sehingga bisa dijadikan acuan semua lembaga dan memberikan kepastian dalam tarif sertifikasi halal, sebagaimana amanat Undang-Undang (UU) Nomor 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH).
(Baca juga: Gatot Ungkap Kebangkitan Komunis, Pengamat: Terlalu Dibesar-besarkan)
"Kalau saya ingin, seharusnya Kemenkeu terlepas siapa yang akan melaksanakan, seharusnya tarifnya ditetapkan saja, itu yg diadikan standar oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia) maupun BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal) untuk menentukan berapa yang harus dikenakan pengusaha ataupun produsen produk, itu mandatori dalam UU 33/2014," kata Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzili dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (28/9/2020).
Ace menjelaskan, dalam UU JPH, MUI, BPJPH atau lembaga pengkajian pangan, obat-obatan dan kosmetika (LPP) lainnya dapat merujuk pada penentuan tarif sehingga, persoalan tarif ini bisa transparan dan memberikan kepastian bagi dunia usaha terkait dengan pengajuan sertifikasi halal ini.
"Kita bisa transparan, terbuka dan ada kepastian bagi pelaku usaha," tegasnya.
Politikus Partai Golkar ini juga mendukung soal self declare atau sertifikasi gratis untuk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Namun, untuk produk yang punya nilai jual tinggi, produk besar, harus terbuka dan transparan atas tarif itu.
"Kesimpulan kita penetapan tarif harus segera dikeluarkan sesuai semangat Undang-Undang Cipta Kerja. Berarapun itu kewenangan Kemenkeu, Kemenag dan BPJPH karena menurut Undang-Undang maksimal peralihan 5 tahun, jangan terlalu lama langgar undang-undang," ujar Ace.
Senada, Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto juga menyayangkan, sudah hampir 6 tahun UU JPH ini disahkan. Sudah semestinya bahwa besaran tarif layanan sertifikasi halal ini sudah diselesaikan mengingat, dibutuhkannya sertifikasi halal dan ini juga penting untuk pemasukan negara.
"Kebutuhan sertifikat dibutuhkan untuk dunia usaha, dan tarif ini bisa memberikan kepastian bagi pelaku usaha," kata Yandri di kesempatan sama.
(Baca juga: Data Terbaru, 1.108 WNI di Luar Negeri Sembuh Covid-19)
Sehingga bisa dijadikan acuan semua lembaga dan memberikan kepastian dalam tarif sertifikasi halal, sebagaimana amanat Undang-Undang (UU) Nomor 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH).
(Baca juga: Gatot Ungkap Kebangkitan Komunis, Pengamat: Terlalu Dibesar-besarkan)
"Kalau saya ingin, seharusnya Kemenkeu terlepas siapa yang akan melaksanakan, seharusnya tarifnya ditetapkan saja, itu yg diadikan standar oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia) maupun BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal) untuk menentukan berapa yang harus dikenakan pengusaha ataupun produsen produk, itu mandatori dalam UU 33/2014," kata Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzili dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (28/9/2020).
Ace menjelaskan, dalam UU JPH, MUI, BPJPH atau lembaga pengkajian pangan, obat-obatan dan kosmetika (LPP) lainnya dapat merujuk pada penentuan tarif sehingga, persoalan tarif ini bisa transparan dan memberikan kepastian bagi dunia usaha terkait dengan pengajuan sertifikasi halal ini.
"Kita bisa transparan, terbuka dan ada kepastian bagi pelaku usaha," tegasnya.
Politikus Partai Golkar ini juga mendukung soal self declare atau sertifikasi gratis untuk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Namun, untuk produk yang punya nilai jual tinggi, produk besar, harus terbuka dan transparan atas tarif itu.
"Kesimpulan kita penetapan tarif harus segera dikeluarkan sesuai semangat Undang-Undang Cipta Kerja. Berarapun itu kewenangan Kemenkeu, Kemenag dan BPJPH karena menurut Undang-Undang maksimal peralihan 5 tahun, jangan terlalu lama langgar undang-undang," ujar Ace.
Senada, Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto juga menyayangkan, sudah hampir 6 tahun UU JPH ini disahkan. Sudah semestinya bahwa besaran tarif layanan sertifikasi halal ini sudah diselesaikan mengingat, dibutuhkannya sertifikasi halal dan ini juga penting untuk pemasukan negara.
"Kebutuhan sertifikat dibutuhkan untuk dunia usaha, dan tarif ini bisa memberikan kepastian bagi pelaku usaha," kata Yandri di kesempatan sama.
(maf)