AHY Meminta Pemerintah Mau Mendengarkan Rakyat

Sabtu, 26 September 2020 - 11:37 WIB
loading...
AHY Meminta Pemerintah Mau Mendengarkan Rakyat
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono. Foto/dok.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menilai bahwa kualitas demokrasi Indonesia mulai menurun sebagaimana yang terjadi di sejumlah negara. Hal ini disampaikan AHY dalam pidato resminya kepada seluruh kader Partai Demokrat dalam rangka memperingati hari jadi Partai Demokrat ke-19, yang disiarkan lewat stasiun televisi swasta pada Jumat (25/9/2020) pukul 19.00 WIB.

AHY mengajak para kader Partai Demokrat untuk mencegah penyimpangan dan kemunduran kualitas demokrasi, sebagaimana terjadi di sejumlah negara. Penurunan itu bisa dilihat dari kebebasan sipil yang semakin rapuh, eksploitasi politik identitas, membuat masyarakat terbelah, independensi dan netralitas sebagian media juga semakin dipertanyakan.

"Ruang politik digital, terasa lebih sesak akibat provokasi, hoaks, kebohongan, dan ujaran kebencian, yang melampaui batas. Dengan jujur, kita harus mengakui, bahwa beberapa fenomena tersebut, juga terjadi di Indonesia,” ujar AHY.

(Baca: Emil Dardak Jabat Plt Ketua Partai Demokrat Jawa Timur)

Putra sulung Presiden RI ke-6 ini menuturkan, setiap warga negara memang memiliki hak untuk menyampaikan pendapat, dan aspirasinya sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945. Namun, hak tersebut, harus digunakan secara bertanggung jawab. Di sisi lain, negara juga wajib mendengarkan suara rakyatnya, termasuk kritik, dan pendapat yang berbeda.

“Jangan karena kita tidak tahan menghadapi kritik, lalu kebebasan sipil dibatasi, dan kualitas demokrasi kita korbankan. Kritik dari masyarakat, adalah ekspresi kepedulian rakyat, terhadap pemimpinnya, dan kecintaan rakyat, terhadap negaranya. Rakyat ingin negara, pemerintah, dan para pemimpinnya, sukses,” terang AHY.

Karena itu, Direktur Eksekutif The Yudhoyono Institute ini mengajak pemerintah untuk mendengarkan suara rakyat. Jika pemerintah pusat dan daerah mau mendengar rakyatnya, maka rakyat juga akan menghormati dan mencintai pemimpinnya.

“Saya ingin mengingatkan, demokrasi yang kita pilih dan rebut, melalui gerakan reformasi tahun 1998, dan juga, gerakan-gerakan rakyat lainnya, sepanjang sejarah Indonesia, tidak diperoleh dengan mudah,” ujarnya.

(Baca: Legislator Partai Demokrat Minta Ahok Tak Pencitraan)

Mengingat perjuangan yang membutuhkan pengorbanan, keringat, darah, air mata dan bahkan nyawa dari para aktivis, mahasiswa, dan para pejuang demokrasi lainnya, AHY menegaskan bahwa perangkat dan instrumen demokrasi ini harus dipastikan tetap berjalan, sesuai tatanan.

“Ini penting, agar demokrasi kita tidak berjalan pincang. Jangan justru, mundur lagi ke belakang. Terlalu mahal, harga yang harus kita bayar, jika kita harus kembali lagi, ke zaman sebelum reformasi,” tegas AHY.

Kemudian, sambung lulusan Harvard University ini, tatanan demokrasi yang baik juga membutuhkan supremasi hukum. Hukum adalah panglima dalam kehidupan bernegara. Karena itu, demokrasi harus dijalankan di atas koridor hukum yang independen, netral, dan imparsial. Bukan penegakan hukum yang mudah diintervensi, dipolitisasi, atau bahkan dimanipulasi.

“Karena itu, mari bersama-sama kita pastikan, agar pedang keadilan, tidak tumpul ke atas, dan tajam ke bawah. No Justice, No Peace. Artinya, absennya keadilan, akan berpotensi menimbulkan konflik, dan perpecahan. Jalan demokrasi dan tegaknya keadilan, adalah pilihan kita,” seru penerima Bintang Penghargaan Adi Makayasa ini.
(muh)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0945 seconds (0.1#10.140)