Resesi Tinggal Tunggu Pengumuman BPS

Jum'at, 25 September 2020 - 06:35 WIB
loading...
Resesi Tinggal Tunggu...
Untuk mengurangi dampak resesi ekonomi, sejumlah ekonom menawarkan kepada pemerintah beberapa obat penawar. Ilustrasi/SINDOnews
A A A
HAMPIR pasti resesi ekonomi melanda Indonesia atau tinggal menunggu pengumuman Badan Pusat Statistik (BPS) seputar kinerja perekonomian nasional pada triwulan ketiga. Dari proyeksi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) disebutkan level pertumbuhan ekonomi bakal bercokol pada kisaran minus 2,9% hingga minus 1% pada kuartal ketiga. Dengan demikian, Indonesia resmi memasuki masa resesi ekonomi sebab pada kuartal kedua lalu pertumbuhan ekonomi tercatat minus 5,32%, lalu kuartal ketiga kembali negatif. Perekonomian sebuah negara disebut mengalami resesi apabila selama dua kuartal secara berturut-turut mencatatkan pertumbuhan minus. Sejumlah negara sekawasan Asia Tenggara sudah terlebih dahulu masuk jurang resesi ekonomi.

Bagi masyarakat awam timbul sebuah pertanyaan sederhana, bila Indonesia masuk dalam jurang resesi apa yang akan terjadi? Pertanyaan ini sederhana, tetapi mendasar dan perlu jawaban atau penjelasan yang akurat sehingga tidak menimbulkan kepanikan di tengah masyarakat. Tentu penjelasan secara sederhana adalah apabila terjadi resesi ekonomi, maka kondisi perekonomian nasional mengalami pelemahan yang signifikan dan berdampak pada pelemahan daya beli, lalu diikuti pemutusan hubungan kerja (PHK) yang masif, dan pada ujungnya adalah meningkatnya angka kemiskinan. Nah, selanjutnya pertanyaan yang sulit dijawab adalah sampai kapan resesi ini berlangsung? Dan, bagaimana upaya pemerintah mengatasi resesi ekonomi sehingga tidak berlarut-larut yang bisa menjelma menjadi krisis ekonomi?

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers secara virtual yang digelar awal pekan ini, menyampaikan bahwa pemerintah telah merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional di level minus 2,9% hingga minus 1% pada triwulan ketiga 2020. Pertumbuhan ekonomi yang minus itu diprediksi berlanjut pada triwulan keempat nanti. Selain itu, pihak Kemenkeu juga memprediksi pertumbuhan perekonomian nasional berada di level minus 1,7% hingga minus 0,6% sepanjang tahun ini. Bandingkan dengan proyeksi sejumlah lembaga internasional, diantaranya Bank Dunia (World Bank) menetapkan minus 3,3%, lalu International Monetary Fund (IMF) pada level 0,3%, Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) di level minus 3,3%, serta Asian Development Bank (ADB) dan Bloomberg di level minus 1%.

Untuk mengurangi dampak resesi ekonomi, sejumlah ekonom menawarkan kepada pemerintah beberapa "obat" penawar. Di antaranya, dari Yusuf Rendy Manilet, ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia mengingatkan pemerintah mempercepat penyaluran bantuan sosial terutama bantuan langsung tunai (BLT) kepada lebih banyak penerima yang membutuhkan. Sementara itu, ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengusulkan penghentian penyaluran dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang pencairannya terlalu kecil. Dana PEN sebaiknya dialihkan menjadi BLT untuk usaha mikro dan ultramikro (UMKM).

Selanjutnya, mekanisme stimulus jangan terpaku pada pihak perbankan saja, seharusnya dapat melibatkan koperasi lebih serius sehingga bisa menjaring lebih banyak UMKM yang belum tersentuh oleh pihak perbankan. Ekonom Bhima yang cukup rajin mengkritisi setiap kebijakan ekonomi menilai dari awal konsep stimulus pemerintah terlalu fokus pada perbankan. Mulai dari penempatan dana untuk restrukturisasi kredit hingga menyalurkan bantuan produktif pada UMKM lewat perbankan. Padahal, sebelum pandemi Covid-19 pada umumnya UMKM masuk dalam kategori unbankable atau tidak layak mendapat pinjaman bank. Dan, penanganan pandemi Covid-19 lebih serius lagi dengan menyelaraskan koordinasi antar kementerian dan lembaga yang ada.

Memang, fakta lapangan membuktikan bahwa anggaran PEN sebesar Rp695 triliun yang diharapkan dapat menghidupkan mesin pertumbuhan ekonomi guna menghadang resesi ekonomi ternyata tidak sesuai harapan. Tingkat penyerapan dana PEN belum mencapai separuh dari angka yang dianggarkan, tercatat baru terserap sebesar Rp240,9 triliun. Dari angka yang terserap itu sebanyak Rp87,5 triliun digelontorkan oleh Satuan Tugas (Satgas) PEN dan akan ditingkatkan menjadi Rp100 triliun hingga akhir September 2020.

Lalu bagaimana masyarakat menyikapi resesi ekonomi? Tentu, langkah pertama, adalah jangan panik menghadapi situasi. Khawatir boleh tetapi jangan panik sebab dapat memicu dampak resesi ekonomi lebih besar lagi. Selain itu, mengurangi tingkat konsumsi yang berlebihan, termasuk menunda membeli barang yang sifatnya sekunder sebagai antisipasi bila resesi berlangsung lama. Jangan lupa menyiapkan dana darurat sebagai kesiapan bila terkena PHK. Tetap waspada dan jangan panik.
(ras)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0955 seconds (0.1#10.140)