Pentingnya Peran Pemimpin Menyiapkan SDM Beradaptasi dengan Situasi VUCA

Rabu, 23 September 2020 - 06:05 WIB
loading...
Pentingnya Peran Pemimpin Menyiapkan SDM Beradaptasi dengan Situasi VUCA
Muhamad Ali
A A A
Muhamad Ali
Pemerhati Human Capital



ISTILAH
VUCA belum lama kita dengar dalam dunia bisnis. Padahal sebagai definisi atau istilah, ia sudah lama dipakai dalam dunia yang non-bisnis. Tepatnya dunia militer. Dunia militer sendiri tercatat memberikan kontribusi penting dalam perubahan-perubahan besar di dunia sipil, yang kemudian berkembang lebih jauh lagi mengubah peradaban. Salah satunya adalah teknologi internet.

VUCA --merupakan kepanjangan dari Volatile, Uncertain, Complexity, Ambiguity-- diadopsi ke dalam lingkungan bisnis dari istilah yang diperkenalkan pada dunia militer pada tahun 1980-an. Dalam terminologi asalinya, VUCA menggambarkan situasi yang sangat cepat berubah, penuh ketidakpastian, rumit, dan sarat ambigu. VUCA merupakan gambaran situasi yang terbentuk akibat adanya perang dingin (Cold War) antara Blok Barat yang dipimpin Amerika Serikat dengan Blok Timur yang dipimpin oleh Uni Soviet. Ancamannya pada saat itu yang terasa menjalar ke seluruh dunia, memenuhi bilik-bilik rumah setiap manusia di kolong bumi ini, adalah perlombaan senjata nuklir. Senjata-senjata mematikan ini sama-sama diploriferasi oleh masing-masing Blok dan ditempatkan di negara-negara satelit mereka seantero Eropa, dan siap menyalak kapan saja di tangan pemimpin yang gegabah.

Era Perang Dingin berakhir tanpa ada satupun letusan hulu ledak nuklir, dan mengubah wajah dunia hingga hari ini. Tetapi VUCA tetap menjadi catatan sejarah dan kemudian relevan untuk digunakan sebagai kacamata untuk melihat dunia dari sisi non-militeristik. Dalam ekosistem bisnis hari ini, VUCA berkembang oleh karena beberapa faktor. Mula-mula, faktor yang berperan signifikan adalah perkembangan teknologi informasi. Kecepatan mesin komputasi modern yang bergerak berlipat-lipat setiap tahunnya telah memicu perubahan yang sangat ekstrem mulai dari level hulu hingga hilir, mulai dari level korporasi hingga konsumer, mulai dari level organisasi hingga individual.

Pandemi global Covid-19 yang sudah melanda lebih dari setengah tahun, menyempurnakan eksistensi VUCA. Meyakinkan setiap pemimpin dan setiap orang, bahwa kita sedang berada dalam kegentingan yang sama dengan situasi peperangan. Karakter dari setiap situasi VUCA berbeda-beda dan memerlukan respons yang spesifik. Untuk dapat merespons secara spesifik tersebut, setiap orang dalam organisasi bisnis maupun birokrasi memerlukan skillsets yang dapat diaktivasi pada setiap kondisi yang terjadi. Tantangannyanya adalah bagaimana menyiapkan sumber daya manusia yang mampu beradaptasi dan merespons setiap karakteristik yang muncul dalam masing-masing situasi spesifik.

Kunci dari pemenuhan sumber daya manusia yang mumpuni terletak pada para pemimpinnya, yang kemudian di-cascading pada level berikutnya di tingkat manajemen atas, manajemen menengah, manajemen bawah, sampai dengan seluruh pegawai dalam organisasi. Jika kuncinya terletak pada pemimpin di level tertinggi, hal-hal apa saja yang paling dibutuhkan dan wajib dimiliki oleh setiap pemimpin untuk dapat menyiapkan “pasukan” yang siap setiap saat bilamana diperlukan.

Sebagaimana elaborasi VUCA-World.org, terdapat empat prasyarat pemimpin yang bilamana memiliki semua kriteria berikut ini, dapat membangun sumber daya manusia yang paling mereka butuhkan. Pertama, pemimpin yang memiliki visi. Seorang pemimpin yang mampu memberikan gambaran dan imajinasi tentang masa depan yang ingin dibangun dan diinginkan bersama-sama. Visi pemimpin ini bekerja sebagai suluh bagi setiap orang di bawahnya. Menggerakkan, dan tidak hanya menggerakkan, tapi juga menggerakkan secara efektif dan afektif.

Kedua, pemimpin yang mampu membangun dan mengembangkan pemahaman dan pengertian kolektif. Dalam situasi VUCA, kecenderungan setiap individu untuk bergerak mengikuti naluri dan kepentingan individual sangatlah besar. Oleh karena itu, diperlukan seorang pemimpin yang mampu menjahit dan menghubungkan masing-masing kepentingan individual ke dalam kepentingan kolektif, dan setiap orang masih dapat merasakan bahwa kepentingan individual mereka terwakili atau terlibatkan di dalam kepentingan kolektif tersebut.

Prasyarat ketiga adalah pemimpin yang memiliki kejernihan dan kejelasan dalam berpikir, bersikap, dan bertindak. Seorang pemimpin organisasi –baik bisnis maupun korporasi—adalah manusia yang setiap gerak-geriknya akan menjadi acuan atau rujukan bagi orang-orang di bawahnya. Kejernihan dan kejelasan sangatlah signifikan untuk membuat pergerakan organisasi menjadi efektif dan efisien.

Prasyarat terakhir adalah pemimpin yang adaptif sekaligus liat atau ulet. Untuk menjadi adaptif, dibutuhkan fleksibilitas. Untuk menjadi liat atau ulet, diperlukan latihan atau simulasi yang berulang-ulang, sehingga ia menjadi mumpuni. Dalam konteks membangun SDM yang mampu beradaptasi dengan situasi VUCA, setiap harus memiliki imajinasi dan sekaligus asosiasi bahwa medan yang mereka hadapi adalah medan peperangan yang sangat berbahaya, sehingga ia harus memiliki senjata yang memadai untuk memenangkan pertarungan, dan memiliki keterampilan yang mencukupi untuk dapat menggunakan senjata yang mereka punya dalam menghadapi medan peperangan tadi.

Apabila kita mempelajari sejarah perang di masa silam –Perang Dunia I, dan terutama Perang Dunia II--, keberhasilan seorang komandan perang dalam merebut hegemoni lewat penguasaan wilayah sangat ditentukan oleh keempat faktor yang harus melekat dalam diri seorang pemimpin. Jenderal McArthur, Jenderal Eisenhower, atau bahkan Napoleon Bonaparte sekalipun, memiliki reputasi yang gemilang dan ditulis sejarah dalam berbagai buku sejarah perang karena memiliki syarat-syarat tersebut.

Jika kita mengambil pelajaran dari medan peperangan di masa silam ketika hari ini seluruh dunia sedang menghadapi tantangan pandemi Covid-19 yang menyerbu secara serempak, tiba-tiba, mengakibatkan ketidakpastian, dan sarat dengan ambiguitas, maka fungsi seorang pemimpin sangatlah sentral dan menentukan atas berhasil tidaknya suatu organisasi, korporasi, ataupun negara, memenangkan “peperangan” yang wujud dan sifatnya sangat berbeda sebagaimana bila kita membayangkan perang-perang fisik yang melibatkan mesiu, meriam, dan artileri.

Perang hari ini, dalam realitas pandemi, adalah perang nirfisik. Perang menghadapi musuh yang tidak kelihatan. Tidak ada bau mesiu, tidak ada bau darah segar, tetapi ketika musuh itu menyerang, tiba-tiba titik-titik yang menjadi pusat serangan telah lumpuh dan satu per satu menjadi korban. Dan tanpa kepemimpinan, seluruh pasukan akan kocar-kacir dan tidak tahu apa yang harus mereka lakukan.
(ras)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0760 seconds (0.1#10.140)