Rencana Geser Cuti Lebaran Pada Hari Raya Idul Adha Belum Final

Selasa, 05 Mei 2020 - 06:38 WIB
loading...
Rencana Geser Cuti Lebaran...
Ilustrasi pemudik lebaran yang tahun ini tidak diperbolehkan karena penerapan PSBB di sejumlah wilayah. Foto: dok/SINDOphoto
A A A
JAKARTA - Cuti Lebaran 2020 bakal digeser saat perayaan Idul Adha pada akhir Juli nanti? Inilah opsi yang akan digodok pemerintah sebagai pengganti cuti Lebaran yang tidak bisa dinikmati karena terdampak pandemi corona (Covid-19).

Opsi tersebut lebih cepat dibanding rencana sebelumnya yang mengambil momen akhir tahun atau di bulan Desember. Namun, apakah rencana tersebut bisa terwujud atau tidak, semua tergantung perkembangan pandemi corona.

Rencana penentuan momen cuti bersama tersebut disampaikan Presiden Jokowi saat rapat terbatas kemarin. Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19 yang juga Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengungkapkan, untuk kepastiannya Presiden memberikan arahan ke Kepala Staf Presiden untuk melakukan kajian.

"Ada dua opsi mengganti hari Lebaran menjadi akhir Juli, Idul Adha, dan akhir Desember. Jadi, masih ada dua waktu mengganti Hari Lebaran Idul Fitri ke Idul Adha dan akhir Desember,” ujar Doni seusai rapat terbatas kemarin.

Kajian mengenai waktu yang tepat untuk dijadikan pengganti libur Lebaran sangat tergantung pada kedisiplinan masyarakat terhadap protokol kesehatan. Dia pun berharap kekompakan masyarakat bersama-sama menjalankan protokol dimaksud.

“Semakin kita patuh untuk mengikuti protokol kesehatan, semakin cepat kita menikmati suasana kehidupan normal. Normal dalam arti kata normal baru dengan tetap menggunakan masker, tetap jaga jarak, tetap memperhatikan protokol kesehatan,” kata Doni.

Dia kemudian mengungkapkan, sejauh ini kasus positif corona terus mengalami penurunan. Bahkan, laju penurunan kasus korona sudah mencapai 11%. Daerah mana saja yang mengalami penurunan, Doni menjawab masih menunggu beberapa hari ke depan setelah kemampuan laboratorium ditingkatkan.

"Artinya, peningkatan laboratorium bisa bekerja selama kurang lebih 16 jam. Maka, mungkin baru bisa kita ketahui secara lebih pasti lagi daerah mana yang mengalami penurunan secara signifikan, mana yang mendatar, mana yang mungkin mengalami peningkatan,” paparnya.

Walaupun ada tren penurunan kasus positif corona, Doni meminta semua pihak tidak lengah. Dia menyebut kehadiran sejumlah pekerja migran berpotensi menjadi bagian dari penularan. Selain pekerja migran, pemerintah memonitor kluster lain seperti Jamaah Tabligh, kluster Gowa, dan beberapa tempat industri yang telah menjadi episentrum. Termasuk pemudik yang lolos dari pemeriksaan aparat.

“Hal ini dapat berpotensi meningkatnya kasus kembali. Karenanya, kerja sama seluruh komponen masyarakat, pusat dan daerah, betul-betul harus terintegrasi dengan baik,” harapnya.

Hingga kemarin jumlah pasien positif korona masih menunjukkan peningkatan, bertambah 395 orang sehingga menjadi 11.587 orang. Kabar baiknya, kasus sembuh bertambah 78 orang sehingga akumulasinya menjadi 1.954 orang, sedangkan kasus yang meninggal bertambah 19 orang sehingga menjadi 864.

Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, mengungkapkan, kasus positif tersebar di 331 kabupaten/kota seluruh provinsi di Tanah Air. Data tersebut berasal dari 116.861 spesimen yang diperiksa dengan metode realtime PCR dari 861.06 orang. "Selain itu, kasus orang dalam pemantauan saat ini 238.178 orang, pasien dalam pengawasan sebanyak 24.020 orang,” ujarnya.

Pro-kontra

Pemerintah berencana menggeser cuti bersama dari Lebaran Idul Fitri ke Hari Raya Idul Adha memicu pro-kontra. Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Demokrat Anwar Hafid, misalnya, mengakui bahwa saat ini kondisinya memang tidak normal sehingga semua kebijakan bersifat darurat.

Namun, Anwar mempertanyakan esensi dari penundaan cuti bersama tersebut karena saat ini sebenarnya juga sudah terlalu banyak libur akibat pemberlakuan social distancing dan kebijakan bekerja dari rumah (work from home).

"Sebenarnya kalau cuti bersama apa pengaruhnya ya? Mungkin pengaruhnya pada mudik iya. Sekarang juga kita kan juga libur. Libur ini sudah cukup, apalagi sampai Lebaran cuma bedanya ini tidak mudik. Mungkin kepentingannya di situ," katanya kemarin.

Menurut Anwar, jika melihat pada produktivitas kerja, sekarang ini sudah terlalu banyak waktu untuk istirahat di rumah. Namun, kebijakan tersebut bisa dipahami jika alasan pemerintah menunda cuti Lebaran untuk kepentingan mudik, memberikan kesempatan masyarakat bertemu keluarga di kampung atau kembali ke daerah. "Tapi itu namanya bukan cuti Lebaran, tapi cuti mudik, cuti pulang kampung. Jadi tidak usah dibawa sampai ke Idul Adha, masa juga cuti Lebaran sampai banyak," gugatnya.

Adapun pengamat kebijakan publik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pheni Chalid, menyambut baik opsi Jokowi yang mengganti libur Idul Fitri menjadi libur di saat Idul Adha. Kebijakan ini dinilai dapat menjadi obat masyarakat yang sedang tertekan karena pandemi dan dampak ekonominya.

"Tetapi itu bukan definitif karena itu tiga bulan kemudian Mei, Juni, Juli, Agustus. Kan ada perkiraan bulan itu (pandemi mereda). Libur ini kan persoalan tentatif, bukan wajib, berhadapan dengan Covid-19 ini, jadi segala kebijakan soal libur ini bersifat tentatif. Kalau dimundurkan pada Lebaran Haji enggak apa-apa, orang kan sekarang stressful jadi untuk pengalihan pada libur Lebaran Haji,” kata Pheni kepada SINDO Media kemarin.

Namun, menurut Pheni, pemerintah harus tetap mengevaluasi kebijakan libur itu nantinya, apakah kondisi pandemi sudah benar-benar mereda atau tidak. Kalau memang belum mereda, tentu harus dimundurkan lagi liburnya. Apalagi, dalam suasana kepanikan sekarang, saat banyak masyarakat nekat melakukan mudik dengan berbagai cara.

“Alternatifnya mudik dibuka, jadi bukan harga mati. Penyebarannya kan belum dapat dipastikan. Kalau bisa dipastikan bahwa penyebaran Covid-19 berhenti sebelum Lebaran Haji boleh, enggak apa-apa. Karena libur tidak akan memengaruhi penyediaan kebutuhan pokok,” paparnya.

Terlebih, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Jakarta ini menjelaskan, Lebaran Haji ini menjadi perayaan yang besar di Arab Saudi sehingga tidak berbenturan. Di Indonesia, Idul Adha selama ini dirayakan dengan cara berkurban sehingga kebijakan ini penggantian Libur Lebaran ini diharapkan bisa memberikan efek domino bahwa nantinya masyarakat Indonesia akan terbagi menjadi dua, ada yang merayakan Lebaran Idul Fitri dan Idul Adha. (Dita Angga/Kiswondari/Abdul Rochim)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1214 seconds (0.1#10.140)