Selesaikan Konflik di Papua, Pemerintah Harus Lakukan Pendekatan Holistik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) prihatin dan berbelasungkawa atas meninggalnya anggota TNI Serka Sahlan pada Kamis (17/9/2020) di Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, Papua . Almarhum diduga ditembak oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB).
(Baca juga: KKB di Papua Kembali Berulah, Warga Sipil dan TNI Jadi Korban)
Sebelumnya, KKB juga menyerang tukang ojek bernama Badawi hingga meninggal dunia. Anggota Komisi I DPR Sukamta mengatakan, penyerangan beruntun ini perlu ditangani secara serius agar tidak ada korban jiwa lagi.
(Baca juga: Kontak Tembak dengan OPM, 1 Anggota Koramil Hitadipa Papua Gugur)
"Pada tahun 2020 menurut keterangan Polda Papua terjadi 46 kali serangan KKB. Jika dihitung dengan kejadian terakhir, kurang lebih 11 korban meninggal dan 25 orang terluka," ujar Sukamta melalui keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Jumat (18/9/2020).
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mendesak pemerintah memberikan perhatian ekstra untuk melindungi masyarakat sipil dan anggota TNI/Polri yang bertugas di Papua. "Pemerintah perlu tegas menyebut KKB ini sebagai kelompok separatis sehingga bisa direspon secara cepat dan tepat oleh TNI/Polri," ucapnya.
Sukamta meminta penanganan masalah di Papua dilakukan dengan pendekatan yang holistik dan menyentuh akar masalah. Hal itu untuk membuat ruang gerak gerakan separatis semakin sempit.
"Saya yakin mayoritas masyarakat Papua tetap berjiwa NKRI. Hanya beberapa gelintir orang saja yang terlibat gerakan separatisme papua merdeka. Akan tetapi, yang segelintir ini bergerak sistematis dan terindikasi disokong pihak-pihak di luar negeri," kata Sukamta.
Dia menerangkan pendekatan ekonomi dengan membangun infrastruktur secara besar-besaran di Papua ternyata belum bisa meredakan konflik. Artinya, masih ada akar persoalan yang belum tersentuh oleh program-program pemerintah.
Politisi dari dapil Yogyakarta itu mengusulkan dibentuk gugus tugas khusus untuk Papua. Gugus tugas itu harus melibatkan unsur pemerintah pusat, pemerintah daerah, akademisi, tokoh-tokoh adat, dan agama di Papua.
Gugus tugas ini harus melakukan pendekatan sosial, politik, budaya, ekonomi, dan keamanan secara integral. Dia menjelaskan tuntutan soal ketimpangan dan ketidakadilan yang berbalut etnisitas ini bisa jadi sumbu konflik yang mudah meletus.
"Pertanyaanya, mengapa sekian tahun otonomi khusus dengan anggaran triliunan rupiah belum bisa hadirkan kesejahteraan yang merata? Di sini perlu ada evaluasi secara menyeluruh pelaksanaan Otsus selama ini dengan memperhatikan aspirasi masyarakat Papua," paparnya.
Komisi I mengingatkan pemerintah untuk terus memperkuat jalur diplomasi baik di tingkat regional maupun internasional. "Langkah diplomasi ini perlu terus dilakukan guna menjamin dan memastikan tuntutan OPM untuk memisahkan diri dari NKRI tidak mendapatkan dukungan internasional karena tidak berdasar," pungkasnya.
(Baca juga: KKB di Papua Kembali Berulah, Warga Sipil dan TNI Jadi Korban)
Sebelumnya, KKB juga menyerang tukang ojek bernama Badawi hingga meninggal dunia. Anggota Komisi I DPR Sukamta mengatakan, penyerangan beruntun ini perlu ditangani secara serius agar tidak ada korban jiwa lagi.
(Baca juga: Kontak Tembak dengan OPM, 1 Anggota Koramil Hitadipa Papua Gugur)
"Pada tahun 2020 menurut keterangan Polda Papua terjadi 46 kali serangan KKB. Jika dihitung dengan kejadian terakhir, kurang lebih 11 korban meninggal dan 25 orang terluka," ujar Sukamta melalui keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Jumat (18/9/2020).
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mendesak pemerintah memberikan perhatian ekstra untuk melindungi masyarakat sipil dan anggota TNI/Polri yang bertugas di Papua. "Pemerintah perlu tegas menyebut KKB ini sebagai kelompok separatis sehingga bisa direspon secara cepat dan tepat oleh TNI/Polri," ucapnya.
Sukamta meminta penanganan masalah di Papua dilakukan dengan pendekatan yang holistik dan menyentuh akar masalah. Hal itu untuk membuat ruang gerak gerakan separatis semakin sempit.
"Saya yakin mayoritas masyarakat Papua tetap berjiwa NKRI. Hanya beberapa gelintir orang saja yang terlibat gerakan separatisme papua merdeka. Akan tetapi, yang segelintir ini bergerak sistematis dan terindikasi disokong pihak-pihak di luar negeri," kata Sukamta.
Dia menerangkan pendekatan ekonomi dengan membangun infrastruktur secara besar-besaran di Papua ternyata belum bisa meredakan konflik. Artinya, masih ada akar persoalan yang belum tersentuh oleh program-program pemerintah.
Politisi dari dapil Yogyakarta itu mengusulkan dibentuk gugus tugas khusus untuk Papua. Gugus tugas itu harus melibatkan unsur pemerintah pusat, pemerintah daerah, akademisi, tokoh-tokoh adat, dan agama di Papua.
Gugus tugas ini harus melakukan pendekatan sosial, politik, budaya, ekonomi, dan keamanan secara integral. Dia menjelaskan tuntutan soal ketimpangan dan ketidakadilan yang berbalut etnisitas ini bisa jadi sumbu konflik yang mudah meletus.
"Pertanyaanya, mengapa sekian tahun otonomi khusus dengan anggaran triliunan rupiah belum bisa hadirkan kesejahteraan yang merata? Di sini perlu ada evaluasi secara menyeluruh pelaksanaan Otsus selama ini dengan memperhatikan aspirasi masyarakat Papua," paparnya.
Komisi I mengingatkan pemerintah untuk terus memperkuat jalur diplomasi baik di tingkat regional maupun internasional. "Langkah diplomasi ini perlu terus dilakukan guna menjamin dan memastikan tuntutan OPM untuk memisahkan diri dari NKRI tidak mendapatkan dukungan internasional karena tidak berdasar," pungkasnya.
(maf)