Tertinggi di Indonesia, DBD di Buleleng Capai 2.677 Kasus

Selasa, 15 September 2020 - 14:00 WIB
loading...
Tertinggi di Indonesia, DBD di Buleleng Capai 2.677 Kasus
Buleleng menjadi salah satu dari kabupaten/kota di Indonesia yang mencatatkan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) tertinggi. FOTO/DOK.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik, Kementerian Kesehatan , Didik Budijanto mengatakan, Buleleng menjadi salah satu dari kabupaten/kota di Indonesia yang mencatatkan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) tertinggi.

Kemenkes mencatat ada 10 kabupaten/kota dengan kasus DBD tertinggi yakni Buleleng dengan 2.677 kasus, Kota Bandung 2.138 kasus, Badung 2.138 kasus, Sikka 1.736 kasus, Jakarta Timur 1.452 kasus, Lombok Barat 1.421 kasus, Kota Denpasar 1.266 kasus, Malang 1.265 kasus, Gianyar 1.224 kasus, dan Ciamis 1.216 kasus.

"Kita lihat kabupaten/kota yang paling tertinggi kasus DBD ini justru di Buleleng, Bali; Bandung, Jawa Barat; Badung, Bali; Sikka; Jakarta Timur; Lombok Barat, Denpasar, Malang, Gianyar, dan Ciamis. Kalau di kabupaten/kota ini tertinggi ada di Bali ya,” kata Didik dalam webinar, Selasa (15/9/2020). ( )

Didik pun menjelaskan ada beberapa faktor resiko terjadinya kasus DBD. "Kalau kita lihat dari faktor risiko terjadinya DBD ini ada beberapa hal yang pertama adalah dari virus dengue-nya sendiri yaitu termasuk ke dalam arthropod borne virus, ini yang harus kita antisipasi. Kemudian juga dari nyamuk, jadi nyamuk dari genus virus yang berukuran cukup kecil 55 mm. Itu dari sisi virusnya," katanya.

Selain itu, ada dari sisi nyamuknya yakni nyamuk Aedes aegypti yang membawa virus dengue. Serta dari faktor lingkungan yang mempengaruhi siklus hidup nyamuk Aedes aegypti ini. "Kemudian dari host-nya atau manusianya, bagaimana sirkulasinya, bagaimana siklus hidupnya dari penjamu host-nya ini ketika terjadi infeksi pada seseorang. Dan yang berkaitan dengan hal ini adalah faktor risiko lingkungan. Karena banyak sekali tadah hujan di daerah kita," kata Didik.

Didik mengatakan, populasi nyamuk Aedes aegypti penyebab DBD ini meningkat pada saat musim penghujan. "Siklus hidup terjadi DBD karena hujan. Jadi ketika musim penghujan maka terjadi kasus yang tinggi tapi ketika kemarau ini malah populasi nyamuknya rendah. Tapi begitu hujan lagi populasinya naik lagi. Nah ini karena lingkungan kita berpotensi untuk bisa menjadi sarang untuk bertelur menjadi jentik-jentik nyamuk," katanya. ( )

Upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah kasus DBD ini terutama dengan kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan 3M Plus. "Upaya-upaya untuk bisa mengendalikan ketika terjadi pergantian musim dari kemarau ke penghujan. Ini yang perlu diantisipasi dengan kegiatan-kegiatan PSN dan 3M Plus, ini yang bisa kita lakukan," kata Didik.
(abd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.5641 seconds (0.1#10.140)