Mengkritisi Penerimaan Calon Maba saat Pandemi

Kamis, 10 September 2020 - 06:47 WIB
loading...
Mengkritisi Penerimaan Calon Maba saat Pandemi
Aprilina Prastari
A A A
Aprilina Prastari
Penggiat Parenting

PANDEMI Covid-19 memang berdampak pada semua sektor, termasuk pendidikan di semua tingkatannya. Tak terkecuali pendidikan tinggi. Seperti sebelumnya, lulusan SMA yang ingin menjadi mahasiswa perguruan tinggi negeri (PTN) melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) wajib mengikuti Ujian Tertulis Berbasis Komputer (UTBK). Sempat tertunda dan mengalami perubahan jadwal dikarenakan pandemi Covid-19, ujian pun akhirnya dapat dilaksanakan.

Dari 713.230 peserta yang mendaftar, 662.409 hadir mengikuti ujian, sedangkan 50.821 tidak hadir. Pertengahan Agustus lalu, Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT) selaku penyelenggara UTBK telah mengumumkan kelulusan peserta. Dari peserta yang hadir mengikuti ujian, 23,87% atau 167.653 lolos SBMPTN 2020.

Di tengah pandemi yang mengharuskan peserta menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan mematuhi protokol kesehatan memang tidak mudah menyelenggarakan sebuah tes dengan jumlah peserta ribuan. Namun, melihat prosesnya, ada beberapa hal yang perlu dikritisi dan tentu saja diperbaiki sebagai upaya memberikan keadilan dan pemerataan kesempatan lebih banyak bagi para peserta.

Cenderung Merugikan Peserta
Dibandingkan dengan pelaksanaan tahun lalu, UTBK tahun ini memang mengalami beberapa perbedaan. Jika pada tahun 2019 peserta mengerjakan ujian sebanyak dua kali dan hasilnya diumumkan sebelum mengajukan ke PTN, tahun ini peserta hanya mengikuti ujian satu kali dan sudah memilih PTN sebelum hasil UTBK keluar.

Perbedaan lain, ujian tidak hanya dilaksanakan satu kali, namun jenis ujiannya pun hanya TPS (tes potensi skolastik) tanpa TKA (tes kompetensi akademik). Padahal, ini penting karena menyangkut ketepatan jurusan yang dipilih peserta. TPS mengukur kemampuan kognitif yang meliputi penalaran umum, pemahaman bacaan, pengetahuan dan pemahaman umum, dan pengetahuan kuantitatif, sedangkan TKA menguji kemampuan peserta sesuai dengan pelajaran yang selama ini dipelajari di sekolah. Untuk jurusan soshum (sosial humaniora), materi yang diujikan adalah matematika soshum, ekonomi, geografi, sejarah dan sosiologi, sedangkan TKA jurusan saintek meliputi matematika saintek, biologi, fisika, dan kimia.

Perbedaan-perbedaan ini jika dilihat lagi lebih lanjut dampaknya cenderung merugikan peserta, khususnya siswa jurusan IPS. Pemilihan ujian yang hanya satu kali, sebetulnya dapat dimaklumi. Memang, tidak mudah melakukan tes lebih dari satu kali dengan kondisi pandemi seperti ini. Namun, dengan dikeluarkannya hasil setelah peserta memilih PTN, kurang memberi keleluasaan bagi peserta untuk memilih PTN yang sesuai dengan nilai. Jika peserta sudah mengetahui hasil UTBK, tentu peserta memiliki gambaran PTN mana yang akan mereka pilih sesuai dengan hasil sehingga tidak terjadi penumpukan di beberapa PTN saja dan peluang mereka masuk di PTN yang sesuai dengan hasil UTBK lebih besar.

Tanpa TKA soshum dan peserta lulusan IPA diperbolehkan lintas jurusan tentu saja kurang menguntungkan bagi jurusan IPS. Hasil try out (TO) di sebuah sekolah menunjukkan, siswa jurusan IPA cenderung bisa lebih cepat mengerjakan soal-soal TPS dan mendapatkan nilai lebih tinggi daripada siswa jurusan IPS mengingat beban mengerjakan matematika untuk siswa IPA lebih banyak. Namun, ketika siswa jurusan IPA harus mengerjakan ujian TKA soshum, nilai mereka lebih rendah dibandingkan siswa IPS. Wajar saja karena siswa IPS lebih memahami mata pelajaran soshum yang diujikan karena selama tiga tahun mempelajarinya. Dengan ditiadakannya TKA dan jurusan IPA boleh lintas jurusan, tentu saja merugikan siswa jurusan IPS. Terlebih pola soalnya sama dan kriteria kelulusan hanya diambil dari rata-rata nilai UTBK tanpa melihat di variabel mana nilai peserta lebih tinggi.

Kurang Koordinasi
Dengan kondisi jadwal pelaksanaan yang berubah-ubah, bahkan beberapa hari menjelang pelaksanaan UTBK, ada kampus yang membatalkan ujian dikarenakan daerahnya masih memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) memperlihatkan kurangnya koordinasi antara LTMPT, universitas tempat pelaksanaan ujian, dan pemerintah daerah.

Begitu juga jika melihat jadwal pengumuman hasil UTBK dengan pendaftaran ujian mandiri. Hasil SBMPTN diumumkan pada 14 Agustus 2020 sementara beberapa PTN sudah menutup pendaftaran jalur mandiri sebelum tanggal pengumuman, meski sebagian PTN lain masih membukanya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1262 seconds (0.1#10.140)