Rapid Test dan Swab Test Efektif Percepat Penanganan Corona

Kamis, 09 April 2020 - 08:59 WIB
Rapid Test dan Swab...
Rapid Test dan Swab Test Efektif Percepat Penanganan Corona
A A A
JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR Muchamad Nabil Haroen mengaku pihaknya mendukung pernyataan Presiden Jokowi yang menginginkan percepatan rapid test (uji cepat) dan swab test (uji usap), serta penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), contohnya di DKI Jakarta yang akan mulai diberlakukan Jumat 10 April 2020.

Menurut Nabil, percepatan rapid test dan swab test dapat memperkuat lembaga riset bidang kesehatan. Ia mendukung rapid test karena dianggap penting agar ada percepatan tes massal bagi sebanyak mungkin warga, yang bisa diklasifikasi dari zona kawasan.

"Dari hasil rapid test itu bisa dilanjutkan dengan swab test untuk tindak lanjut penelitian di laboratorium, sekaligus penanganan pasien lebih lanjut," tutur Nabil kepada SINDOnews, Kamis (9/4/2020).

Politikus asal PDI Perjuangan itu mengatakan, data terakhir dari 'Worldmeter' menyebutkan, pemerintah Indonesia telah melakukan tes terhadap 13.186 warga, dengan jumlah kasus 2.738. Namun, hanya ada 48 tes dari 1 juta penduduk (data 7 April 2020). (Baca Juga: Studi Sosial Covid-19: Masyarakat Setuju Karantina Wilayah).

"Indonesia termasuk negara dengan persentase tes paling rendah, jika dibanding negara-negara lain di Asia Tenggara. Ini jelas fakta yang harus dibuka untuk pembelajaran dan kewaspadaan, bukan ditutupi," ujar pria yang akrab disapa Gus Nabil ini.

Lanjut Gus Nabil, pemberlakuan status PSBB di DKI Jakarta harus disusul dengan koordinasi strategis dengan kawasan Tangerang Selatan, Bogor dan Bekasi. Jadi, harus ada dukungan pemerintah terhadap Provinsi Banten dan Jawa Barat.

Menurut dia, dukungan ini penting, agar status PSBB tidak hanya DKI Jakarta, karena pekerja di Jakarta juga berasal dari wilayah penyangga dari Tangerang Selatan, Bogor, dan Bekasi.

Gus Nabil berharap, ada dukungan dari Presiden atau kementerian terkait untuk koordinasi teknis dalam komunikasi antarprovinsi. Sebab, jika beban hanya ada di Kementerian Kesehatan, dikhawatirkan terjadi overlapping. "Karena banyak beban kerjanya. Jadi, harus ada detail skema yang bisa dipahami masing-masing kepala daerah," kata Ketua Umum PP Pagar Nusa NU ini.

Di sisi lain, sambung dia, Badan Intelijen Negara (BIN) juga harus buka modelling terkait Coronavirus. Ia sangat berharap BIN membuka modelling dan data-data yang bisa diakses publik. Di beberapa negara lain, modelling itu bekerja sama dengan institusi riset kampus, sehingga, bisa langsung dipublikasikan.

"Jangan sampai modelling Covid-19 jadi misterius dan hanya menjadi isu politik. Seharusnya kita memberi ruang bagi periset dan ilmu pengetahuan untuk mengedukasi publik, sekaligus mendukung rencana kebijakan strategis pemerintah," pungkasnya.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8058 seconds (0.1#10.140)