Ahli Perencanaan Wajibkan Syarat Ini sebelum Berlakukan Lockdown
A
A
A
JAKARTA - Meningkatnya kasus Corona (Covid-19) di kota-kota besar di Indonesia, menguatkan pendapat berbagai pihak agar pemerintah segera menerapkan lockdown. Tetapi, selain durasi waktu, pemilihan skala penerapan menjadi krusial agar efektivitas pelayanan dan dampak dari lockdown tersebut masih bisa ditangani.
Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Hendricus Andy Simarmata mengatakan, dari perspektif perencanaan kota, setidaknya terdapat tiga kriteria berlapis yang perlu dipertimbangkan sebelum melakukan lockdown .
Tahap pertama, memfokuskan pada Pulau Jawa serta Provinsi Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan, karena saat ini paling banyak kejadian. Tahap kedua, menseleksi 10 kota besar dan 56-60 kota sedang sebagai calon lokasi lockdown. Tahap ketiga, memprioritaskan kota-kota yang masuk pada kategori rasio kejadian terhadap populasi yang terbesar.
"Setelah teridentifikasi kota-kota dengan kriteria tersebut, maka opsi pertama adalah penutupan simpul pergerakan eskternal (bandara, terminal/stasiun kereta, pelabuhan) dan internal kota (jaringan jalan) dengan tidak membahayakan cadangan logistik pangan dan medis di masing-masing daerah," ungkapnya dalam keterengan tertulis yang diperoleh, Minggu (29/3/2020). (Baca juga: Kalau Lockdown, Pemerintah Harus Tanggung Semua Kebutuhan Rakyat)
Setelah kota-kota yang akan di-lockdown terpilih, maka setidaknya ada empa tantangan yang harus diatasi dalam persiapannya, yaitu ketersediaan data rinci (persona) sebaran suscpects, keberadaan permukiman informal, ketersediaan ASN Pejabat Karantina Kesehatan yang kompeten, serta manajemen pembiayaan dan dampak ekonomi dan sosialnya karena akan ada sanksi pidana sesuai UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. .
"Karena ketiadaan blueprint kota, pemerintah perlu melibatkan kolaborasi para ahli lintas disiplin (interdisciplinary teamwork) untuk membahas teknis persiapan dan pengelolaan dampaknya sehingga nantinya skenario lockdown lebih komprehensif," ujarnya. (Baca juga: Serius Mau Lockdown? Ini Poin-poin yang Harus Diperhatikan)
Bagi perencanaan kota di Indonesia, kata dia, kejadian pandemik Corona memberikan banyak pelajaran untuk meninjau kembali standar perencanaan kota yang lebih adaptif terhadap berbagai upaya mitigasi dari kejadian luar biasa.
Bagi perencanaan kota di Indonesia, pandemik Corona yang sedang berlangsung memberikan pelajaran mahal tentang bagaimana menyusun rencana kota yang lebih siap terhadap kejadian luar biasa seperti sekarang ini. Pengaturan kembali tingkat kepadatan, penyediaan ruang publik yang multi-guna, maupun perancangan struktur kota hanyalah sebagian kecil dari banyak standar perencanaan kota yang perlu dikaji kembali. (Baca juga: Bogor Siap Lakukan Lockdown, Jamin Pasokan Pangan Aman)
"Bagi pemerintah dan para pengambil keputusan di perkotaan, seharusnya menjadi kesadaran kolektif tentang pentingnya keberadaan blueprint perkotaan dalam menghadapi kondisi krisis. Rencana kota yang disusun dari kompilasi rencana sektoral mengakibatkan lambannya dan tidak efektifnya pengambilan keputusan karantina kesehatan. Ketiadaan komisi perencanaan (planning commission) sebagai mitra pemerintah dalam pengambilan keputusan dan ketiadaan zoning manager di level kawasan menyulitkan pengaturan tata kelola lockdown," bebernya.
Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Hendricus Andy Simarmata mengatakan, dari perspektif perencanaan kota, setidaknya terdapat tiga kriteria berlapis yang perlu dipertimbangkan sebelum melakukan lockdown .
Tahap pertama, memfokuskan pada Pulau Jawa serta Provinsi Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan, karena saat ini paling banyak kejadian. Tahap kedua, menseleksi 10 kota besar dan 56-60 kota sedang sebagai calon lokasi lockdown. Tahap ketiga, memprioritaskan kota-kota yang masuk pada kategori rasio kejadian terhadap populasi yang terbesar.
"Setelah teridentifikasi kota-kota dengan kriteria tersebut, maka opsi pertama adalah penutupan simpul pergerakan eskternal (bandara, terminal/stasiun kereta, pelabuhan) dan internal kota (jaringan jalan) dengan tidak membahayakan cadangan logistik pangan dan medis di masing-masing daerah," ungkapnya dalam keterengan tertulis yang diperoleh, Minggu (29/3/2020). (Baca juga: Kalau Lockdown, Pemerintah Harus Tanggung Semua Kebutuhan Rakyat)
Setelah kota-kota yang akan di-lockdown terpilih, maka setidaknya ada empa tantangan yang harus diatasi dalam persiapannya, yaitu ketersediaan data rinci (persona) sebaran suscpects, keberadaan permukiman informal, ketersediaan ASN Pejabat Karantina Kesehatan yang kompeten, serta manajemen pembiayaan dan dampak ekonomi dan sosialnya karena akan ada sanksi pidana sesuai UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. .
"Karena ketiadaan blueprint kota, pemerintah perlu melibatkan kolaborasi para ahli lintas disiplin (interdisciplinary teamwork) untuk membahas teknis persiapan dan pengelolaan dampaknya sehingga nantinya skenario lockdown lebih komprehensif," ujarnya. (Baca juga: Serius Mau Lockdown? Ini Poin-poin yang Harus Diperhatikan)
Bagi perencanaan kota di Indonesia, kata dia, kejadian pandemik Corona memberikan banyak pelajaran untuk meninjau kembali standar perencanaan kota yang lebih adaptif terhadap berbagai upaya mitigasi dari kejadian luar biasa.
Bagi perencanaan kota di Indonesia, pandemik Corona yang sedang berlangsung memberikan pelajaran mahal tentang bagaimana menyusun rencana kota yang lebih siap terhadap kejadian luar biasa seperti sekarang ini. Pengaturan kembali tingkat kepadatan, penyediaan ruang publik yang multi-guna, maupun perancangan struktur kota hanyalah sebagian kecil dari banyak standar perencanaan kota yang perlu dikaji kembali. (Baca juga: Bogor Siap Lakukan Lockdown, Jamin Pasokan Pangan Aman)
"Bagi pemerintah dan para pengambil keputusan di perkotaan, seharusnya menjadi kesadaran kolektif tentang pentingnya keberadaan blueprint perkotaan dalam menghadapi kondisi krisis. Rencana kota yang disusun dari kompilasi rencana sektoral mengakibatkan lambannya dan tidak efektifnya pengambilan keputusan karantina kesehatan. Ketiadaan komisi perencanaan (planning commission) sebagai mitra pemerintah dalam pengambilan keputusan dan ketiadaan zoning manager di level kawasan menyulitkan pengaturan tata kelola lockdown," bebernya.
(thm)