Kesaksian Satpam DPP PDIP: Didatangi Orang Tak Dikenal, Berujung Ketemu Harun Masiku
loading...

Sidang kasus dugaan suap dengan terdakwa Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (8/5/2025). FOTO/NUR KHABIBI
A
A
A
JAKARTA - Satpam Kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( PDIP ) Nurhasan mengaku sempat didatangi dua orang tak dikenal. Pertemuan itu berujung pada pertemuannya dengan Harun Masiku, buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) Anggota DPR.
Nurhasan mengungkapkan hal tersebut saat menjadi saksi dalam kasus dugaan suap yang menyeret nama Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (8/5/2025). Nurhasan mengatakan, peristiwa itu terjadi saat dirinya ditugaskan berjaga di Rumah Aspirasi, Jalan Sutan Syahrir Nomor 12 A, Menteng, Jakarta Pusat. Di sore hari, dua orang tak dikenal mendatangi rumah tersebut.
"Ada dua orang itu, menanyakan Harun. 'Pak, Harun ada Pak Harun?'" kata Nurhasan mencontoh percakapan itu, Kamis (8/5/2025).
Nurhasan mengaku tak mengenal kedua orang itu. Dua orang yang menurutnya berparas layaknya aparat kemudian merangsek masuk Rumah Aspirasi dan mengambil ponsel miliknya.
Ia kemudian menguak saat itu dirinya diminta mengikuti perintah kedua orang tak dikenalnya itu. Salah satunya menghubungi nomor telepon seseorang. "Setelah ambil HP saudara tadi apa yang dilakukan?" tanya jaksa.
"Ini kamu ngomong sama ini. Tapi sebelum ngomong itu saya itu disuruh ntar kamu bilang ya. amanat. gitu amanat. amanat," jelas Nurhasan.
"Pokoknya Pak ada amanat, itu sebelum telepon diarahkan dulu, setelah menyambung baru saya ngomong, langsung di loudspeaker. Dua orang itu mengarahkan saya," ungkap Nurhasan.
Di sambungan telepon itu, Nurhasan mengaku belum mengetahui siapa lawan bicaranya. Namun demikian, orang yang ditelponnya itu meminta untuk bertemu.
"Dia itu minta ketemuan Pak, yang telepon orang sononya minta ketemuan," ujar Nurhasan.
Nurhasan mengaku merasa di bawah tekanan hingga akhirnya mengamini permintaan orang yang dihubunginya. Pertemuan saat itu dijanjikan terjadi jadi Masjid Cut Meutia.
Baca juga: Cerita Staf Hasto Merasa Ditipu Penyidik KPK Berujung Penyitaan HP
Ia lantas mengikuti permintaan itu, ia mengendarai lokasi pertemuan menggunakan sepeda motor miliknya. Selanjutnya, dua orang tak dikenal yang mendatangi di awal tetap mengikuti dan mengawasi dari kejauhan.
Nurhasan mengaku dia bertemu dengan sosok Harun Masiku di Masjid Cut Meutia. Dalam kesaksian itu juga, Nurhasan mengaku belum mengetahui bahwa Harun Masiku merupakan DPO kasus korupsi.
"Nggak tahu saya karena saya belum kenal," sebutnya.
"Saudara mulai tahu kapan (kalau Harun Masiku)?" tanya jaksa.
"Yaitu pas ramai-ramai, saya oh ini orang kemarin maaf Pak saya agak kesel juga," ujarnya.
Nurhasan mengungkap Harun menitipkannya tas laptop yang tak diketahui isinya. Selanjutnya tas itu pun diberikan kepada dua orang tak dikenal yang mendatanginya.
Sebelumnya, Hasto Kristiyanto didakwa melakukan perintangan penyidikan kasus dugaan suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI yang menyeret buronan Harun Masiku.
Hal itu dilakukan dengan memerintahkan Harun Masiku selaku caleg PDIP pada Pemilu 2019 dan Kusnadi sebagai orang kepercayaannya untuk merendam ponsel.
"Dengan sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku," kata JPU membacakan surat dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025).
Jaksa menjelaskan, perbuatan Perintangan Hasto bermula pada 8 Januari 2020. Saat itu KPK sudah mengantongi informasi adanya penerimaan suap yang diterima Wahyu Setiawan dan Tio Agustiani Fridelina terkait memuluskan langkah Harun menjadi anggota DPR melalui mekanisme PAW.
Sore harinya, Hasto menerima informasi jika Wahyu Setiawan yang saat itu merupakan komisioner KPU tertangkap oleh KPK.
"Terdakwa melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun Masiku agar merendam telepon genggam miliknya kedalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu di Kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh Petugas KPK," ujarnya.
Akibatnya, keberadaan Harun tidak diketahui lantaran hp-nya sudah direndam. KPK kemudian melacak lokasi keberadaan Harun melalui update lokasi Nasaruddin.
Keduanya pun terdeteksi di PTIK. Namun tim penyidik KPK gagal menemukan Harun di lokasi tersebut dan belum bisa menangkap Harun hingga saat ini.
Sementara itu, Hasto yang meminta Kusnadi merendam ponselnya terjadi ketika ia akan diperiksa sebagai saksi dalam kasus Harun pada 10 Juni 2024. Hasto yang menerima surat pemanggilan seminggu sebelum hari H kemudian memerintahkan Kusnadi untuk merendam ponselnya.
"Atas pemanggilan tersebut, pada tanggal 06 Juni 2024 Terdakwa memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggamnya sebagai antisipasi upaya paksa oleh Penyidik KPK. Menindaklanjuti perintah Terdakwa tersebut Kusnadi melaksanakannya," ujarnya.
Atas perbuatannya itu, Hasto didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHAP.
Selain itu, Hasto Kristiyanto didakwa turut menyuap eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan senilai Rp600 juta. Uang tersebut diserahkan dalam mata uang SGD.
"Terdakwa bersama-sama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku telah memberi SGD 57.350 atau setara Rp600 juta kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yaitu kepada Wahyu Setiawan," kata Jaksa di ruang sidang.
Atas perbuatan tersebut, Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP. (Jonathan Simanjuntak).
Nurhasan mengungkapkan hal tersebut saat menjadi saksi dalam kasus dugaan suap yang menyeret nama Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (8/5/2025). Nurhasan mengatakan, peristiwa itu terjadi saat dirinya ditugaskan berjaga di Rumah Aspirasi, Jalan Sutan Syahrir Nomor 12 A, Menteng, Jakarta Pusat. Di sore hari, dua orang tak dikenal mendatangi rumah tersebut.
"Ada dua orang itu, menanyakan Harun. 'Pak, Harun ada Pak Harun?'" kata Nurhasan mencontoh percakapan itu, Kamis (8/5/2025).
Nurhasan mengaku tak mengenal kedua orang itu. Dua orang yang menurutnya berparas layaknya aparat kemudian merangsek masuk Rumah Aspirasi dan mengambil ponsel miliknya.
Ia kemudian menguak saat itu dirinya diminta mengikuti perintah kedua orang tak dikenalnya itu. Salah satunya menghubungi nomor telepon seseorang. "Setelah ambil HP saudara tadi apa yang dilakukan?" tanya jaksa.
"Ini kamu ngomong sama ini. Tapi sebelum ngomong itu saya itu disuruh ntar kamu bilang ya. amanat. gitu amanat. amanat," jelas Nurhasan.
"Pokoknya Pak ada amanat, itu sebelum telepon diarahkan dulu, setelah menyambung baru saya ngomong, langsung di loudspeaker. Dua orang itu mengarahkan saya," ungkap Nurhasan.
Di sambungan telepon itu, Nurhasan mengaku belum mengetahui siapa lawan bicaranya. Namun demikian, orang yang ditelponnya itu meminta untuk bertemu.
"Dia itu minta ketemuan Pak, yang telepon orang sononya minta ketemuan," ujar Nurhasan.
Nurhasan mengaku merasa di bawah tekanan hingga akhirnya mengamini permintaan orang yang dihubunginya. Pertemuan saat itu dijanjikan terjadi jadi Masjid Cut Meutia.
Baca juga: Cerita Staf Hasto Merasa Ditipu Penyidik KPK Berujung Penyitaan HP
Ia lantas mengikuti permintaan itu, ia mengendarai lokasi pertemuan menggunakan sepeda motor miliknya. Selanjutnya, dua orang tak dikenal yang mendatangi di awal tetap mengikuti dan mengawasi dari kejauhan.
Nurhasan mengaku dia bertemu dengan sosok Harun Masiku di Masjid Cut Meutia. Dalam kesaksian itu juga, Nurhasan mengaku belum mengetahui bahwa Harun Masiku merupakan DPO kasus korupsi.
"Nggak tahu saya karena saya belum kenal," sebutnya.
"Saudara mulai tahu kapan (kalau Harun Masiku)?" tanya jaksa.
"Yaitu pas ramai-ramai, saya oh ini orang kemarin maaf Pak saya agak kesel juga," ujarnya.
Nurhasan mengungkap Harun menitipkannya tas laptop yang tak diketahui isinya. Selanjutnya tas itu pun diberikan kepada dua orang tak dikenal yang mendatanginya.
Sebelumnya, Hasto Kristiyanto didakwa melakukan perintangan penyidikan kasus dugaan suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI yang menyeret buronan Harun Masiku.
Hal itu dilakukan dengan memerintahkan Harun Masiku selaku caleg PDIP pada Pemilu 2019 dan Kusnadi sebagai orang kepercayaannya untuk merendam ponsel.
"Dengan sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku," kata JPU membacakan surat dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025).
Jaksa menjelaskan, perbuatan Perintangan Hasto bermula pada 8 Januari 2020. Saat itu KPK sudah mengantongi informasi adanya penerimaan suap yang diterima Wahyu Setiawan dan Tio Agustiani Fridelina terkait memuluskan langkah Harun menjadi anggota DPR melalui mekanisme PAW.
Sore harinya, Hasto menerima informasi jika Wahyu Setiawan yang saat itu merupakan komisioner KPU tertangkap oleh KPK.
"Terdakwa melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun Masiku agar merendam telepon genggam miliknya kedalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu di Kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh Petugas KPK," ujarnya.
Akibatnya, keberadaan Harun tidak diketahui lantaran hp-nya sudah direndam. KPK kemudian melacak lokasi keberadaan Harun melalui update lokasi Nasaruddin.
Keduanya pun terdeteksi di PTIK. Namun tim penyidik KPK gagal menemukan Harun di lokasi tersebut dan belum bisa menangkap Harun hingga saat ini.
Sementara itu, Hasto yang meminta Kusnadi merendam ponselnya terjadi ketika ia akan diperiksa sebagai saksi dalam kasus Harun pada 10 Juni 2024. Hasto yang menerima surat pemanggilan seminggu sebelum hari H kemudian memerintahkan Kusnadi untuk merendam ponselnya.
"Atas pemanggilan tersebut, pada tanggal 06 Juni 2024 Terdakwa memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggamnya sebagai antisipasi upaya paksa oleh Penyidik KPK. Menindaklanjuti perintah Terdakwa tersebut Kusnadi melaksanakannya," ujarnya.
Atas perbuatannya itu, Hasto didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHAP.
Selain itu, Hasto Kristiyanto didakwa turut menyuap eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan senilai Rp600 juta. Uang tersebut diserahkan dalam mata uang SGD.
"Terdakwa bersama-sama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku telah memberi SGD 57.350 atau setara Rp600 juta kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yaitu kepada Wahyu Setiawan," kata Jaksa di ruang sidang.
Atas perbuatan tersebut, Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP. (Jonathan Simanjuntak).
(abd)
Lihat Juga :