Kejaksaan Selidiki Dugaan Korupsi Proyek PDNS Rp958 Miliar, Geledah Kantor Komdigi
loading...

Dirjen Aptika Kementerian Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan mundur dari jabatannya setelah Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 diserang ransomware, Kamis (4/7/2024). Kini Proyek PDNS sedang diselidiki olek Kejari Jakarta Pusat. Foto/DOK.SindoNews
A
A
A
JAKARTA - Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) tengah menyelidiki dugaan korupsi proyek Pusat Data Nasional Sementara ( PDNS ) di lingkungan Kementerian Kominfo (saat ini bernama Kementerian Komdigi) pada 2020-2024. Surat perintah penyidikan atas kasus ini pun telah dikeluarkan pada Kamis (13/3/2025) kemarin.
"Atas adanya dugaan tindak pidana korupsi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Dr. Safrianto Zuriat Putra, S.H., M.H. menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-488/M.1.10/Fd.1/03/2025 tanggal 13 Maret 2025 dan memerintahkan sejumlah Jaksa Penyidik untuk melakukan penyidikan terhadap perkara tersebut," kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Jakpus, Bani Immanuel Ginting dalam keterangan, Jumat (14/3/2025).
Ia mengungkapkan, tim penyidik telah melakukan beberapa penggeledahan di beberapa tempat, salah satunya di Kantor Komdigi, dan beberapa tempat lainnya di Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Bogor, dan Tanggerang Selatan. Dari penggeladahan tersebut tim penyidik menyita sejumlah barang bukti yang berkaitan dengan dugaan korupsi itu.
"Berdasarkan penggeledahan tersebut jaksa penyidik telah menemukan dan menyita beberapa barang bukti seperti dokumen, uang, mobil, tanah dan bangunan serta barang bukti elektronik, dan lain-lain yang patut diduga berhubungan dengan tindak pidana korupsi a quo," tuturnya.
Dia juga menyampaikan akibat dugaan korupsi ini, kerugian negara ditaksir ratusan miliar. "Atas dugaan tindak pidana korupsi tersebut diperkirakan menimbulkan kerugian keuangan negara dalam jumlah ratusan miliar," ucapnya.
Sekedar informasi, pada tahun 2020-2024, Kementerian Kominfo kala itu melalukan pengadaan baran/jasa dan pengelolaan PDNS dengan pagu anggaran Rp958 Miliar. Dalam proses lelang, Kejari Jakpus melihat ada oknum pejabat Kominfo yang sengaja memenangkan tender salah satu perusahaan.
"Dalam pelaksanaannya tahun 2020 terdapat pejabat dari Kominfo bersama-sama dengan perusahaan swasta melakukan pengkondisian untuk memenangkan PT. AL dengan nilai kontrak Rp60.378.450.000," ujar Bani.
"Kemudian pada tahun 2021 kembali perusahaan swasta yang sama memenangkan tender dengan nilai kontrak Rp102.671.346.360," tambahnya.
Lalu, pada tahun 2022, perusahaan yang sama terpilih sebagai pelaksana kegiatan tersebut dengan nilai kontrak Rp 188.900.000.000.
"Di tahun 2023 dan 2024 kembali perusahaan yang sama memenangkan pekerjaan komputasi awan dengan nilai kontrak tahun 2023 senilai Rp350.959.942.158 dan tahun 2024 senilai Rp256.575.442.952," ucapnya.
Bani menjelaskan, perusahaan pemenang tender itu bermitra dengan pihak yang tidak mampu memenuhi persyaratan pengakuan kepatuhan ISO 22301. Akibat dari tidak dimasukkannya pertimbangan kelaikan dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebagai syarat penawaran, sehingga pada Juni 2024 terjadi serangan ransomware.
"Meskipun anggaran pelaksanaan pengadaan PDSN ini telah menghabiskan total sebesar lebih dari Rp959.485.181.470, tetapi pelaksanaan kegiatan tersebut tidak sesuai dengan Perpres Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik yang hanya mewajibkan pemerintah untuk membangun Pusat Data Nasional (PDN) dan bukan PDNS serta tidak dilindunginya keseluruhan data sesuai dengan BSSN," ujarnya.
"Atas adanya dugaan tindak pidana korupsi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Dr. Safrianto Zuriat Putra, S.H., M.H. menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-488/M.1.10/Fd.1/03/2025 tanggal 13 Maret 2025 dan memerintahkan sejumlah Jaksa Penyidik untuk melakukan penyidikan terhadap perkara tersebut," kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Jakpus, Bani Immanuel Ginting dalam keterangan, Jumat (14/3/2025).
Ia mengungkapkan, tim penyidik telah melakukan beberapa penggeledahan di beberapa tempat, salah satunya di Kantor Komdigi, dan beberapa tempat lainnya di Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Bogor, dan Tanggerang Selatan. Dari penggeladahan tersebut tim penyidik menyita sejumlah barang bukti yang berkaitan dengan dugaan korupsi itu.
"Berdasarkan penggeledahan tersebut jaksa penyidik telah menemukan dan menyita beberapa barang bukti seperti dokumen, uang, mobil, tanah dan bangunan serta barang bukti elektronik, dan lain-lain yang patut diduga berhubungan dengan tindak pidana korupsi a quo," tuturnya.
Dia juga menyampaikan akibat dugaan korupsi ini, kerugian negara ditaksir ratusan miliar. "Atas dugaan tindak pidana korupsi tersebut diperkirakan menimbulkan kerugian keuangan negara dalam jumlah ratusan miliar," ucapnya.
Sekedar informasi, pada tahun 2020-2024, Kementerian Kominfo kala itu melalukan pengadaan baran/jasa dan pengelolaan PDNS dengan pagu anggaran Rp958 Miliar. Dalam proses lelang, Kejari Jakpus melihat ada oknum pejabat Kominfo yang sengaja memenangkan tender salah satu perusahaan.
"Dalam pelaksanaannya tahun 2020 terdapat pejabat dari Kominfo bersama-sama dengan perusahaan swasta melakukan pengkondisian untuk memenangkan PT. AL dengan nilai kontrak Rp60.378.450.000," ujar Bani.
"Kemudian pada tahun 2021 kembali perusahaan swasta yang sama memenangkan tender dengan nilai kontrak Rp102.671.346.360," tambahnya.
Lalu, pada tahun 2022, perusahaan yang sama terpilih sebagai pelaksana kegiatan tersebut dengan nilai kontrak Rp 188.900.000.000.
"Di tahun 2023 dan 2024 kembali perusahaan yang sama memenangkan pekerjaan komputasi awan dengan nilai kontrak tahun 2023 senilai Rp350.959.942.158 dan tahun 2024 senilai Rp256.575.442.952," ucapnya.
Bani menjelaskan, perusahaan pemenang tender itu bermitra dengan pihak yang tidak mampu memenuhi persyaratan pengakuan kepatuhan ISO 22301. Akibat dari tidak dimasukkannya pertimbangan kelaikan dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebagai syarat penawaran, sehingga pada Juni 2024 terjadi serangan ransomware.
"Meskipun anggaran pelaksanaan pengadaan PDSN ini telah menghabiskan total sebesar lebih dari Rp959.485.181.470, tetapi pelaksanaan kegiatan tersebut tidak sesuai dengan Perpres Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik yang hanya mewajibkan pemerintah untuk membangun Pusat Data Nasional (PDN) dan bukan PDNS serta tidak dilindunginya keseluruhan data sesuai dengan BSSN," ujarnya.
(abd)
Lihat Juga :