Penundaan Proses Hukum saat Pilkada, Pengamat: Jangan Tebang Pilih

Kamis, 03 September 2020 - 14:13 WIB
loading...
Penundaan Proses Hukum saat Pilkada, Pengamat: Jangan Tebang Pilih
Kapolri Jenderal Idham Azis menerbitkan surat TR mewujudkan profesionalisme dan menjaga netralitas anggota Polri saat pelaksanaan Pilkada Serentak 2020. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Kapolri Jenderal Idham Azis menerbitkan surat Telegram Rahasia (TR) untuk mewujudkan profesionalisme dan menjaga netralitas anggota Polri saat pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak Desember 2020.

Di antaranya adalah penundaan proses hukum kepada calon kepala daerah yang ikut dalam Pilkada 2020. (Baca juga: Kabareskrim Instruksikan Jajaran Patuhi Penundaan Proses Hukum Pilkada)

Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo menginstruksikan kepada seluruh jajarannya untuk mematuhi dan melaksanakan Surat Telegram Rahasia bernomor ST/2544/VIII/RES.1.24./2020 per tanggal 31 Agustus 2020 tersebut.

(Baca juga: PDIP Pastikan Tak Ada Faksi-faksi di Pilkada Surabaya)

Menanggapi hal itu, pengamat hukum Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad menilai, proses hukum berdasarkan alat bukti yang dilakukan secara objektif, rasional dan proporsional dengan tujuan untuk menegakkan keadilan, kepastian dan kemanfaatan, netralitas dan profesionalitas aparat penegak hukum.

"Keberpihakan penegakan hukum adalah pada nilai-nilai hukum, bukan pada persepsi publik," kata Suparji saat dihubungi SINDOnews, Kamis (3/9/2020). (Baca juga: Ini Daftar Lengkap Cakada PDIP Gelombang V di 21 Daerah)

Suparji mengatakan, soal kekhawatiran akan adanya persepsi menjadi kendaraan politik kandidat tertentu, seharusnya bukan direspon dengan penundaan proses hukum. Tetapi dengan kerja-kerja yang independen, profesional, proporsional dan imparsial.

Lebih lanjut ia menyarankan, prinsip penegakan hukum tetap tidak tebang pilih. Sehingga, jika proses hukum ditunda maka menjadi tidak ada kepastian hukum dan berpotensi menimbulkan masalah di kemudian hari.

"Misalnya sudah terpilih, tetapi ternyata terkena masalah hukum. Tentunya hal ini menjadi masalah yang lebih kompleks dibandingkan dengan masalah kecurigaan publik," pungkasnya.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2936 seconds (0.1#10.140)