Ahli Nilai Putusan Banding Harvey Moeis dan Helena Lim sebagai Miscarriage of Justice

Jum'at, 14 Februari 2025 - 06:05 WIB
loading...
Ahli Nilai Putusan Banding...
Majelis Hakim PT DKI Jakarta dalam putusan bandingnya memperberat hukuman terhadap Harvey Moeis dan Helena Lim, masing-masing 20 tahun dan 10 tahun penjara. FOTO/DOK.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Guru Besar Bidang Hukum Universitas Padjajaran Romli Atmasasmita menyebut putusan banding terhadap Harvey Moeis dan Helena Lim yang lebih berat dari vonis sebelumnya sebagai miscarriage of justice atau putusan sesat. Hal ini mengingat sejumlah kejanggalan dalam pertimbangan hukum yang diambil oleh majelis hakim.

"Tidak terbukti suap dan tidak terbukti gratifikasi. Kerugian negara dalam putusan pengadilan bukan kerugian nyata (actual loss), namun hukuman Harvey Moeis justru diberatkan menjadi 20 tahun penjara dan uang pengganti sebesar Rp420 miliar. Ini tidak tepat," kata Romli, Kamis (13/2/2025).

Menurut Romli, hukuman uang pengganti Rp420 miliar yang dibebankan kepada Harvey Moeis tidak dilengkapi dengan bukti yang sah. Selain itu, dakwaan pemufakatan jahat antara Harvey Moeis dan terdakwa lain juga dinilai tidak terbukti selama persidangan.



"Dakwaan tindak pidana korupsi dalam kasus ini secara normatif berdasarkan UU Nomor 31 Tahun 1999 bukanlah tindak pidana korupsi. Pelanggaran terhadap UU Pertambangan tidak secara tegas diatur sebagai tindak pidana korupsi," jelas Romli.

Hukuman terhadap Harvey Moeis dinilai tidak proporsional. Hukuman penjara yang awalnya 6,5 tahun naik menjadi 20 tahun, sementara uang pengganti dari Rp210 miliar melonjak menjadi Rp420 miliar. "Ini menunjukkan bahwa Harvey Moeis dianggap sebagai aktor intelektual, padahal fakta persidangan membuktikan sebaliknya," ujar Romli.

Perancang Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) ini menilai Harvey Moeis bukanlah penyelenggara negara maupun direksi PT Timah. Ia hanya terlibat dalam kontrak sewa smelter dan kontrak kerja dengan penduduk sekitar tambang, yang notabene bukan penambang liar melainkan warisan turun-temurun.

"Harvey Moeis dijerat pasal penyertaan (Pasal 55 KUHP), padahal ia tidak memiliki peran sebagai aktor intelektual," tambah Romli.

Sementara itu, Helena Lim yang hanya berperan sebagai pengusaha money changer dikenakan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kepada terdakwa sebesar Rp900 juta.

"Helena dan Harvey Moeis sama sekali tidak memiliki mens rea (niat jahat) untuk menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp317 triliun. Kerugian tersebut hanya berdasarkan perkiraan BPKP yang bertentangan dengan UU Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara, dan UU Pemeriksaan Pengelolaan Keuangan Negara," papar Romli.


Kasus Seharusnya Ditangani Secara Perdata

Di sisi lain, Pakar Bidang Studi Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Yoni Agus Setyono menilai kasus ini seharusnya diselesaikan melalui jalur perdata, bukan pidana korupsi.

"Kerugian negara dalam kasus ini masih diperdebatkan. Penyelesaian yang tepat adalah melalui gugatan perdata, bukan Tipikor," ujar Yoni.

Menurut Yoni, UU Lingkungan Hidup Tahun 2009 memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk mengajukan gugatan perdata terhadap subjek hukum lain, termasuk warga negara dan badan hukum.

"Ini pertama kalinya pemerintah memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan perdata. Hitungan kerugiannya pun sudah diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Tahun 2014," katanya.

Yoni menjelaskan, jika tujuannya adalah untuk mengembalikan kerugian negara atas dampak lingkungan yang ditimbulkan dari tata niaga timah di wilayah IUP PT Timah ini, jalur perdata lebih memungkinkan. Terlebih jika nilai kerugian negara masih belum jelas dan masih diperdebatkan.

"Kalau kerugiannya belum jelas, mengapa dibawa ke pidana korupsi? Ini keliru. Jangankan (divonis) 20 tahun, hukuman 6,5 tahun (Harvey Moeis) pun tidak tepat," tegasnya.

Yoni menyarankan agar upaya hukum lanjutan dilakukan melalui Mahkamah Agung (MA). "MA masih bisa membatalkan putusan ini jika melihat secara utuh dari memori kasasi. Jika pelanggaran lingkungan hidup, maka harus dilihat berdasarkan UU Lingkungan Hidup, bukan UU Tipikor," ujarnya.

Dia mengatakan, dengan jalur perdata benang kusut kasus ini dapat diurai, sehingga menemukan siapa seharusnya yang bertanggung jawab atas kerugian lingkungan yang timbul atas aktivitas pertambangan itu.

"Perdata bisa melibatkan semua pihak, baik pemilik lama (perusahaan) maupun baru. Ini lebih adil dan sesuai dengan aturan yang berlaku," kata Yoni.

Untuk diketahui, vonis yang dijatuhkan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terhadap Harvey Moeis lebih berat dari putusan PN Jakpus yang 6,5 tahun penjara. Selain memperberat vonis hukuman menjadi 20 tahun penjara, Harvey juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp1 miliar subsider 8 bulan penjara. Tak hanya itu, ia dikenai kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp420 miliar.

Hal yang sama juga berlaku untuk Helena Lim. Hukumannya diperberat dari 5 tahun menjadi 10 tahun. Helena juga dikenakan denda Rp1 miliar dan wajib membayar uang pengganti sebesar Rp900 juta.

Harvey Moeis dan Helena Lim disebut terbukti melakukan korupsi dan tindakan pidana pencucian uang secara bersama-sama yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp300 triliun.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Lanjut Baca Berita Terkait Lainnya
Berita Terkait
7 Fakta Menarik Seputar...
7 Fakta Menarik Seputar Rompi Tahanan Pink yang Dipakai Harvey Moeis
Kuasa Hukum Harvey Moeis Tepis...
Kuasa Hukum Harvey Moeis Tepis Telah Tentukan Sikap Ajukan Kasasi
Harvey Moeis Siap Tempuh...
Harvey Moeis Siap Tempuh Kasasi, Kejaksaan Agung Tegaskan Siap Hadapi!
Profil Teguh Harianto,...
Profil Teguh Harianto, Hakim yang Berani Vonis Harvey Moeis 20 Tahun Penjara
DPR Apresiasi Hasil...
DPR Apresiasi Hasil Banding Kejaksaan di Kasus Harvey Moeis
Vonis Harvey Moeis Cs...
Vonis Harvey Moeis Cs Diperberat, Ini Kata Kuasa Hukum
Vonis Banding Harvey...
Vonis Banding Harvey Moeis Dinilai Tidak Tepat
Vonis Eks Dirut PT Timah...
Vonis Eks Dirut PT Timah Riza Pahlevi Diperberat Jadi 20 Tahun Penjara
Harvey Moeis Menyakiti...
Harvey Moeis Menyakiti Hati Rakyat Jadi Alasan Majelis Hakim PT Jakarta Vonis 20 Tahun Penjara
Rekomendasi
Gedung Pascasarjana...
Gedung Pascasarjana Universitas Negeri Padang Kebakaran
Pendaftaran SNBT Ditutup...
Pendaftaran SNBT Ditutup 27 Maret 2025, Ini Daya Tampung Prodi di Unair untuk Jenjang Diploma Tiga
Samsung Siap Luncurkan...
Samsung Siap Luncurkan Peralatan Rumah Tangga Berteknologi AI
Berita Terkini
Erupsi Dahsyat, Status...
Erupsi Dahsyat, Status Gunung Lewotobi Laki-laki Naik Menjadi Awas
1 jam yang lalu
Ketua Umum HMI UNJ:...
Ketua Umum HMI UNJ: Pengesahan RUU TNI Jadi UU Momentum Perkuat Pertahanan Nasional
1 jam yang lalu
ICC Tangkap Duterte,...
ICC Tangkap Duterte, Pakar: Permasalahan Anggota ASEAN Harus Diselesaikan di Kawasan
1 jam yang lalu
Peringati Nuzulul Quran,...
Peringati Nuzulul Quran, Gubernur Lemhannas: Jadikan Kekayaan Alam untuk Kesejahteraan Rakyat
1 jam yang lalu
Timnas Indonesia Takluk...
Timnas Indonesia Takluk oleh Australia, Sekjen Perindo: Jangan Patah Semangat Garuda!
2 jam yang lalu
Kasus Korupsi BJB, KPK...
Kasus Korupsi BJB, KPK Panggil Ridwan Kamil Setelah Lebaran
2 jam yang lalu
Infografis
2 Alasan Buaya Hidup...
2 Alasan Buaya Hidup Berdampingan dan Tidak Mau Memakan Capybara
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved