Vonis Ringan Koruptor Timah Jadi Tantangan Pemerintahan Prabowo Subianto
loading...
A
A
A
"Pembuktian terbalik harus menjadi instrumen utama untuk memastikan bahwa setiap aset yang diperoleh dari hasil tindak pidana dapat dikembalikan kepada negara," kata Pieter Zulkifli.
Dia juga menegaskan untuk memberikan efek jera bagi koruptor, negara harus memiliki regulasi, peraturan perundang-undangan yang tegas, bukan vonis lamanya terdakwa harus dihukum, tetapi aset-aset terdakwa harus bisa ditelusuri dan disita Negara. Oleh sebab itu, kata Pieter Zulkifli, negara dan pemimpin partai politik harus jujur dan serius menciptakan sistem pemberantasan korupsi yang tegas dan membuat efek jera.
Sebagai perbandingan, Singapura berhasil menciptakan sistem pemberantasan korupsi yang efektif meskipun hukuman penjaranya relatif ringan. "Di sana, hukuman maksimal bagi koruptor hanya 6 bulan penjara, tapi semua aset-aset terdakwa disita oleh Negara. Tak hanya itu, setelah terdakwa menjalani hukuman penjara, selamanya mereka tidak boleh lagi memiliki rekening bank, SIM dan paspor mantan terdakwa korupsi dicabut, kegiatan sehari-hari harus menggunakan transportasi umum, dan bahkan KTP diberi tanda khusus," ujarnya.
"Keluarga mantan terdakwa korupsi juga di bawah pengawasan negara. Pendekatan seperti ini menciptakan efek jera yang nyata," sambungnya.
Pieter Zulkifli mengingatkan jika penilaian baik kepemimpinan Prabowo tidak hanya dari kebijakan ekonominya saja, tetapi juga dari keberhasilannya mereformasi sistem hukum dan memberantas korupsi. Di samping dari itu, Prabowo juga harus sadar bahwa kritik terhadap pemerintahannya kali ini memiliki agenda tersembunyi, seperti upaya delegitimasi oleh pihak-pihak tertentu yang menggunakan isu ini untuk melemahkan kredibilitasnya.
Dia menilai Prabowo perlu memastikan bahwa gaya kepemimpinannya bisa menciptakan suasana yang nyaman bagi kabinetnya. Kepemimpinan yang terlalu kaku dan militeristik hanya akan menciptakan ketakutan di kalangan menteri, sehingga laporan dan aspirasi bisa terhambat.
"Sebagai presiden, Prabowo harus menjadi seorang negarawan yang mampu memimpin dengan pendekatan yang humanis dan inklusif," kata dia.
Pieter Zulkifli kembali menegaskan bahwa untuk memberantas korupsi dengan efektif, Indonesia membutuhkan sistem hukum yang lebih transparan dan tegas. Penegakan hukum tidak boleh hanya fokus pada individu tertentu seperti Harvey, tetapi harus menyentuh seluruh aktor utama dan sistem yang mendukung praktik korupsi.
Selanjutnya, penyelidikan, penyidikan, dan penerapan pasal harus dilakukan dengan cermat dan konsisten agar keadilan tidak hanya menjadi slogan. Tak hanya itu, presiden dan pemimpin politik harus bersikap sebagai negarawan yang mampu menciptakan sistem yang adil, transparan, dan berorientasi pada kepentingan rakyat.
Namun, diakui Pieter Zulkifli jika langkah itu membutuhkan keberanian, kejujuran, dan komitmen yang tak tergoyahkan. Jangan sampai hukum hanya menjadi alat permainan elite, sementara keadilan bagi rakyat tetap menjadi angan-angan belaka.
Dia juga menegaskan untuk memberikan efek jera bagi koruptor, negara harus memiliki regulasi, peraturan perundang-undangan yang tegas, bukan vonis lamanya terdakwa harus dihukum, tetapi aset-aset terdakwa harus bisa ditelusuri dan disita Negara. Oleh sebab itu, kata Pieter Zulkifli, negara dan pemimpin partai politik harus jujur dan serius menciptakan sistem pemberantasan korupsi yang tegas dan membuat efek jera.
Sebagai perbandingan, Singapura berhasil menciptakan sistem pemberantasan korupsi yang efektif meskipun hukuman penjaranya relatif ringan. "Di sana, hukuman maksimal bagi koruptor hanya 6 bulan penjara, tapi semua aset-aset terdakwa disita oleh Negara. Tak hanya itu, setelah terdakwa menjalani hukuman penjara, selamanya mereka tidak boleh lagi memiliki rekening bank, SIM dan paspor mantan terdakwa korupsi dicabut, kegiatan sehari-hari harus menggunakan transportasi umum, dan bahkan KTP diberi tanda khusus," ujarnya.
"Keluarga mantan terdakwa korupsi juga di bawah pengawasan negara. Pendekatan seperti ini menciptakan efek jera yang nyata," sambungnya.
Pieter Zulkifli mengingatkan jika penilaian baik kepemimpinan Prabowo tidak hanya dari kebijakan ekonominya saja, tetapi juga dari keberhasilannya mereformasi sistem hukum dan memberantas korupsi. Di samping dari itu, Prabowo juga harus sadar bahwa kritik terhadap pemerintahannya kali ini memiliki agenda tersembunyi, seperti upaya delegitimasi oleh pihak-pihak tertentu yang menggunakan isu ini untuk melemahkan kredibilitasnya.
Dia menilai Prabowo perlu memastikan bahwa gaya kepemimpinannya bisa menciptakan suasana yang nyaman bagi kabinetnya. Kepemimpinan yang terlalu kaku dan militeristik hanya akan menciptakan ketakutan di kalangan menteri, sehingga laporan dan aspirasi bisa terhambat.
"Sebagai presiden, Prabowo harus menjadi seorang negarawan yang mampu memimpin dengan pendekatan yang humanis dan inklusif," kata dia.
Pieter Zulkifli kembali menegaskan bahwa untuk memberantas korupsi dengan efektif, Indonesia membutuhkan sistem hukum yang lebih transparan dan tegas. Penegakan hukum tidak boleh hanya fokus pada individu tertentu seperti Harvey, tetapi harus menyentuh seluruh aktor utama dan sistem yang mendukung praktik korupsi.
Selanjutnya, penyelidikan, penyidikan, dan penerapan pasal harus dilakukan dengan cermat dan konsisten agar keadilan tidak hanya menjadi slogan. Tak hanya itu, presiden dan pemimpin politik harus bersikap sebagai negarawan yang mampu menciptakan sistem yang adil, transparan, dan berorientasi pada kepentingan rakyat.
Namun, diakui Pieter Zulkifli jika langkah itu membutuhkan keberanian, kejujuran, dan komitmen yang tak tergoyahkan. Jangan sampai hukum hanya menjadi alat permainan elite, sementara keadilan bagi rakyat tetap menjadi angan-angan belaka.