Denny JA: AI Mempercepat Proses Kreatif dalam Menulis Puisi Esai
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penggunaan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) dalam penulisan Puisi Esai sangat membantu. Sebab AI dapat mempercepat proses kreatif.
Penggagas Genre Puisi Esai, Denny JA mengungkap arti penting AI tersebut di sela-sela Festival Puisi Esai Jakarta II, pada 13-14 Desember 2024 di PDS HB Jassin, Taman Ismail Marzuki, Menteng, Jakarta Pusat.
“Seorang penulis Puisi Esai dapat menggunakan AI untuk menyusun draf cepat, di mana kemudian draf itu diperhalus secara manual,” ujarnya, Rabu (18/12/2024).
Karena pentingnya isu ini, topik “Puisi Esai dan Artificial Intelligence” juga dibahas dalam dialog, yang diadakan di Festival Puisi Esai Jakarta II. Hadir sebagai narasumber Amelia Fitriani, Irsyad Mohamad, dan Gunawan Trihantoro, dengan moderator Milastri Muzakkar.
Penulis Muda Amelia Fitriani sepakat dengan Denny JA tentang pentingnya menggunakan AI dalam menulis Puisi Esai. “AI menjadi alat bantu baru untuk menjelajah lebih dalam kreativitas,” ujarnya.
Perkembangan AI mustahil dilawan, maka beradaptasi untuk bisa memanfaatkannya adalah pilihan yang logis. Batasan yang bisa ditembus dari AI adalah kreativitas.
Menurut Amelia, AI membawa transformasi cara berpikir. AI mengubah cara manusia mengakses dan memproses informasi. AI mengubah pendekatan dalam pemecahan masalah dari linear menjadi lebih kompleks.
“Batasan yang perlu dijaga dari AI adalah norma dan etika. Bermain di antara ranah tersebut menjadi seni tersendiri,” imbuh Amelia.
Sedangkan Penulis Puisi Esai Irsyad Mohammad menyatakan para penulis perlu lebih dulu mengetahui fungsi AI atau kecerdasan buatan. “Bila tidak mengetahui, akan menganggap AI sebagai ancaman,” katanya.
Menurut Irsyad, AI memiliki kelemahan sekaligus kekuatan yang terletak pada prompt-nya. “Kita bisa beri AI perintah di awal, hanya untuk memastikan tahu sebanyak apa AI itu? Kadang kita tahu lebih detail daripada AI. Prompt adalah kunci bagi siapa pun yang ingin berkarya dengan AI,” tuturnya.
“Salah satu cara memperkuat prompt-nya adalah AI assistant terlebih dahulu diberikan data. Misalkan, ketika kita ingin membuat suatu tema, hendaknya AI disuplai data dulu, lalu beri perintah suruh ia baca,” imbuh Irsyad.
Sementara itu, Gunawan Trihantono yang bergiat memajukan literasi di perdesaan menyatakan Puisi Esai dan sastra pada umumnya mengubah paradigma desa menjadi lebih maju. Gunawan mengaku memiliki pesantren binaan di desa.
Bagi Gunawan, penggunaan AI dalam penulisan Puisi Esai adalah kolaborasi AI dan manusia. “Ini simbiosis unik antara teknologi dan kreativitas manusia. AI memproses data, manusia menambahkan sentuhan emosional,” terangnya.
Penulis moderasi beragama dalam Puisi Esai ini mengumumkan pada peserta diskusi, ia akan meluncurkan buku Puisi Esai pada 15 Januari mendatang.
Penggagas Genre Puisi Esai, Denny JA mengungkap arti penting AI tersebut di sela-sela Festival Puisi Esai Jakarta II, pada 13-14 Desember 2024 di PDS HB Jassin, Taman Ismail Marzuki, Menteng, Jakarta Pusat.
“Seorang penulis Puisi Esai dapat menggunakan AI untuk menyusun draf cepat, di mana kemudian draf itu diperhalus secara manual,” ujarnya, Rabu (18/12/2024).
Karena pentingnya isu ini, topik “Puisi Esai dan Artificial Intelligence” juga dibahas dalam dialog, yang diadakan di Festival Puisi Esai Jakarta II. Hadir sebagai narasumber Amelia Fitriani, Irsyad Mohamad, dan Gunawan Trihantoro, dengan moderator Milastri Muzakkar.
Penulis Muda Amelia Fitriani sepakat dengan Denny JA tentang pentingnya menggunakan AI dalam menulis Puisi Esai. “AI menjadi alat bantu baru untuk menjelajah lebih dalam kreativitas,” ujarnya.
Perkembangan AI mustahil dilawan, maka beradaptasi untuk bisa memanfaatkannya adalah pilihan yang logis. Batasan yang bisa ditembus dari AI adalah kreativitas.
Menurut Amelia, AI membawa transformasi cara berpikir. AI mengubah cara manusia mengakses dan memproses informasi. AI mengubah pendekatan dalam pemecahan masalah dari linear menjadi lebih kompleks.
“Batasan yang perlu dijaga dari AI adalah norma dan etika. Bermain di antara ranah tersebut menjadi seni tersendiri,” imbuh Amelia.
Sedangkan Penulis Puisi Esai Irsyad Mohammad menyatakan para penulis perlu lebih dulu mengetahui fungsi AI atau kecerdasan buatan. “Bila tidak mengetahui, akan menganggap AI sebagai ancaman,” katanya.
Menurut Irsyad, AI memiliki kelemahan sekaligus kekuatan yang terletak pada prompt-nya. “Kita bisa beri AI perintah di awal, hanya untuk memastikan tahu sebanyak apa AI itu? Kadang kita tahu lebih detail daripada AI. Prompt adalah kunci bagi siapa pun yang ingin berkarya dengan AI,” tuturnya.
“Salah satu cara memperkuat prompt-nya adalah AI assistant terlebih dahulu diberikan data. Misalkan, ketika kita ingin membuat suatu tema, hendaknya AI disuplai data dulu, lalu beri perintah suruh ia baca,” imbuh Irsyad.
Sementara itu, Gunawan Trihantono yang bergiat memajukan literasi di perdesaan menyatakan Puisi Esai dan sastra pada umumnya mengubah paradigma desa menjadi lebih maju. Gunawan mengaku memiliki pesantren binaan di desa.
Bagi Gunawan, penggunaan AI dalam penulisan Puisi Esai adalah kolaborasi AI dan manusia. “Ini simbiosis unik antara teknologi dan kreativitas manusia. AI memproses data, manusia menambahkan sentuhan emosional,” terangnya.
Penulis moderasi beragama dalam Puisi Esai ini mengumumkan pada peserta diskusi, ia akan meluncurkan buku Puisi Esai pada 15 Januari mendatang.
(cip)