Kenaikan PPN Dinilai Berpotensi Picu Pengurangan Tenaga Kerja
loading...
A
A
A
“Besar sekali kerugian negara akibat rokok ilegal. Padahal, negara butuh sumber daya untuk melakukan pembangunan. Permasalahan rokok ilegal bukan sekadar pendapatan negara, tapi ada faktor lainnya, ada buruh, petani, dan lain-lain,” ujar Direktur Eksekutif Indodata, Danis TS Wahidin hasil survei pada 18 November 2024.
Peningkatan harga rokok menjadi penyebab pergeseran konsumsi ke rokok yang lebih murah, yang berkontribusi pada meningkatnya konsumsi rokok ilegal. Untuk itu, pemerintah perlu berhati-hati dalam merumuskan kebijakan yang berdampak pada kenaikan harga rokok karena berkaitan secara langsung dengan perubahan pola konsumsi masyarakat ke rokok ilegal, serta keberlangsungan pekerja yang terlibat dalam industri.
Sebelumnya, terjadi pengetatan yang dianggap berlebihan terhadap IHT. Selain keberadaan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan (PP Kesehatan) yang melarang penjualan produk tembakau dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan area bermain anak, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan juga mendorong perumusan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan mengenai Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik (RPMK Tembakau).
Dalam draf aturan Permenkes tersebut, pemerintah memaksa melakukan penyeragaman kemasan, dengan semakin mempersulit konsumen untuk membedakan antara rokok legal dan ilegal. Kebijakan nonfiskal tersebut dapat mendorong pertumbuhan rokok ilegal yang mengancam keberlangsungan industri di tengah situasi ekonomi yang belum stabil.
Kebijakan lain, seperti rencana pemerintah untuk menaikkan PPN menjadi 12% dapat berdampak langsung pada pekerja di sektor tembakau. Ke depannya, peraturan yang disusun perlu didukung oleh kajian yang objektif, komprehensif, dan inklusif, dengan dukungan data yang sesuai, lengkap, dan transparan.
Peningkatan harga rokok menjadi penyebab pergeseran konsumsi ke rokok yang lebih murah, yang berkontribusi pada meningkatnya konsumsi rokok ilegal. Untuk itu, pemerintah perlu berhati-hati dalam merumuskan kebijakan yang berdampak pada kenaikan harga rokok karena berkaitan secara langsung dengan perubahan pola konsumsi masyarakat ke rokok ilegal, serta keberlangsungan pekerja yang terlibat dalam industri.
Sebelumnya, terjadi pengetatan yang dianggap berlebihan terhadap IHT. Selain keberadaan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan (PP Kesehatan) yang melarang penjualan produk tembakau dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan area bermain anak, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan juga mendorong perumusan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan mengenai Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik (RPMK Tembakau).
Dalam draf aturan Permenkes tersebut, pemerintah memaksa melakukan penyeragaman kemasan, dengan semakin mempersulit konsumen untuk membedakan antara rokok legal dan ilegal. Kebijakan nonfiskal tersebut dapat mendorong pertumbuhan rokok ilegal yang mengancam keberlangsungan industri di tengah situasi ekonomi yang belum stabil.
Kebijakan lain, seperti rencana pemerintah untuk menaikkan PPN menjadi 12% dapat berdampak langsung pada pekerja di sektor tembakau. Ke depannya, peraturan yang disusun perlu didukung oleh kajian yang objektif, komprehensif, dan inklusif, dengan dukungan data yang sesuai, lengkap, dan transparan.
(cip)