Komisioner KPU Terciduk OTT, Perludem: Momentum Bersih-bersih KPU
A
A
A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menyesalkan atas terjadinya Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang menciduk salah satu Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
"Hal ini sangat kontradiktif dengan semangat antikorupsi yang digadang-gadang KPU, yang misalnya pernah mencoba membuat terobosan hukum untuk melarang pencalonan mantan napi korupsi di Pemilu 2019. Ini tentu jadi pukulan berat bagi kelembagaan KPU," ujar Titi dalam keterangan tertulisnya, Rabu (8/1/2020).
Titi mengungkapkan, kasus OTT ini bukan yang pertama di KPU. Anggota KPU Mulyana W Kusumah (penyelenggara Pemilu 2004) adalah anggota KPU yang pertama kena OTT KPK. (Baca juga: Salah Satu Komisioner Terjaring OTT KPK, Ini Respons KPU )
Dia pun berharap usai diciduknya salah satu komisionernya, KPU harus menjadikan momentum ini untuk bersih-bersih total di tubuh KPU baik internal maupun pola hubungan eksternal.
"KPU mesti persilakan KPK untuk mengusut tuntas kasus ini. Di saat yang sama KPU harus membangun mekanisme pengawasan internal yang lebih baik dalam mencegah perilaku koruptif jajarannya. Apalagi banyak godaan menjelang pilkada," jelasnya.
KPU, kata Titi, perlu meminta dukungan KPK dalam membangun strategi pencegahan untuk internal kelembagaan KPU dan juga dalam rangka mengantisipasi potensi penyimpangan ketika pilkada 2020.
Selain itu, KPU juga harus mewanti-wanti jajarannya di daerah untuk tidak coba-coba main mata dan melakukan praktik koruptif. "Sebab selain akan ada ancaman hukuman yang berat hal itu juga akan semakin meruntuhkan kredibilitas KPU sebagai institusi demokrasi, anak kandung reformasi, yang dibangun secara susah payah," jelasnya.
Tak hanya itu, menurut Titi KPU harus lebih ketat dalam mengawasi internalnya dan harus segera membangun mekanisme hubungan dengan eksternal secara lebih akuntabel dan berintegritas. (Baca juga: KPK Tangkap Komisioner KPU, DPR: Peringatan untuk Penyelenggara Pemilu )
"KPU mau tidak mau harus meningkatkan keterbukaan, transparansi, dan akuntabilitas tata kelola institusinya sehingga memungkinkan kontrol publik bisa berjalan optimal," tandasnya.
"Hal ini sangat kontradiktif dengan semangat antikorupsi yang digadang-gadang KPU, yang misalnya pernah mencoba membuat terobosan hukum untuk melarang pencalonan mantan napi korupsi di Pemilu 2019. Ini tentu jadi pukulan berat bagi kelembagaan KPU," ujar Titi dalam keterangan tertulisnya, Rabu (8/1/2020).
Titi mengungkapkan, kasus OTT ini bukan yang pertama di KPU. Anggota KPU Mulyana W Kusumah (penyelenggara Pemilu 2004) adalah anggota KPU yang pertama kena OTT KPK. (Baca juga: Salah Satu Komisioner Terjaring OTT KPK, Ini Respons KPU )
Dia pun berharap usai diciduknya salah satu komisionernya, KPU harus menjadikan momentum ini untuk bersih-bersih total di tubuh KPU baik internal maupun pola hubungan eksternal.
"KPU mesti persilakan KPK untuk mengusut tuntas kasus ini. Di saat yang sama KPU harus membangun mekanisme pengawasan internal yang lebih baik dalam mencegah perilaku koruptif jajarannya. Apalagi banyak godaan menjelang pilkada," jelasnya.
KPU, kata Titi, perlu meminta dukungan KPK dalam membangun strategi pencegahan untuk internal kelembagaan KPU dan juga dalam rangka mengantisipasi potensi penyimpangan ketika pilkada 2020.
Selain itu, KPU juga harus mewanti-wanti jajarannya di daerah untuk tidak coba-coba main mata dan melakukan praktik koruptif. "Sebab selain akan ada ancaman hukuman yang berat hal itu juga akan semakin meruntuhkan kredibilitas KPU sebagai institusi demokrasi, anak kandung reformasi, yang dibangun secara susah payah," jelasnya.
Tak hanya itu, menurut Titi KPU harus lebih ketat dalam mengawasi internalnya dan harus segera membangun mekanisme hubungan dengan eksternal secara lebih akuntabel dan berintegritas. (Baca juga: KPK Tangkap Komisioner KPU, DPR: Peringatan untuk Penyelenggara Pemilu )
"KPU mau tidak mau harus meningkatkan keterbukaan, transparansi, dan akuntabilitas tata kelola institusinya sehingga memungkinkan kontrol publik bisa berjalan optimal," tandasnya.
(kri)