Jenderal Kopassus Ini Bertaruh Nyawa Menyamar Jadi Kuli Pasar demi Memata-matai Musuh
loading...
A
A
A
JAKARTA - Letjen TNI (Purn) Sutiyoso merupakan salah satu Jenderal Kopassus yang cukup disegani dan dihormati. Keberaniannya di medan operasi membuat abituren Akademi Militer (Akmil) 1968 ini kerap diterjunkan dalam berbagai misi berbahaya.
Salah satunya adalah Operasi Flamboyan yang menjadi cikal bakal dari Operasi Seroja. Operasi militer TNI berskala besar di Timor Portugis atau Timor Timur (Timtim) yang kini disebut dengan Timor Leste di akhir 1974 silam.
Dikutip dari buku bigorafinya berjudul, “Sutiyoso The Field General, Totalitas Prajurit Para Komando” dikisahkan bahwa Sutiyoso menjadi orang pertama yang ditugaskan menyusup ke perbatasan Timtim oleh Ketua G-1/Intelijen Hankam Mayjen TNI LB Moerdani.
Dalam misi berbahaya tersebut, Sutiyoso yang merupakan perwira intelijen Kopassus secara klandestin atau rahasia dan senyap masuk ke daerah musuh sendirian demi mengetahui kekuatan lawan.
Agar tidak diketahui musuh, mantan Gubernur DKI Jakarta ini menyamar sebagai mahasiswa yang tengah melakukan penelitian. ”Hal itu dilakukan karena bila tertangkap musuh, saya tidak bakal kembali dalam keadaan hidup,” kenangnya, Sabtu (21/9/2024).
Setibanya di Atambua, Sutiyoso yang saat itu masih berpangkat Kapten langsung mencari seorang penerjemah. Keduanya kemudian masuk ke perbatasan Timtim dengan menunggang kuda. Medan yang sangat berat dan terjal harus dilalui Sutiyoso.
Dari atas perbukitan, Sutiyoso dengan menggunakan teropong kecil mengamati wilayah Timtim. Mencari celah di antara pos penjagaan perbatasan yang sangat ketat. Setelah memperhatikan secara cermat, Sutiyoso akhirnya menemukan dua titik yang bisa menjadi pintu masuk ke Timtim.
Sutiyoso pun kembali ke Atambua untuk melaporkan kepada Kolonel Dading dan Mayjen TNI LB Moerdani. Namun, upayanya kembali ke Atambua tidak mudah, hujan deras yang mengguyur daerah tersebut membuat air sungai yang akan dilewatinya meluap.
Dalam kondisi basah kuyup dan lapar, Sutiyoso akhirnya menunggu sampai pagi. Saat itu, seorang petani yang membawa bibit jagung untuk dijual ke Kota Atambua melintas. Setelah mendapat jagung, Sutiyoso kemudian memanggang jagung yang sudah tua dengan api unggun.
Rasa lapar yang amat sangat membuat Sutiyoso terpaksa memakan jagung yang kerasnya seperti batu. Setibanya di Atambua, Sutiyoso melaporkan informasi yang didapatkannya selama mengamati perbatasan kepada atasannya.
Menyamar Jadi KuliPasar
Selesai menjalankan tugasnya, Sutiyoso kembali mendapat informasi penting dari perwira Kopassandha kini bernama Kopassus Mayor Toni Sumardjo yang ditugaskan sebagai perwakilan Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN) di Atambua.
Informasi tersebut mengenai Pasar Batugede, kota terdekat masuk wilayah Timtim di mana pada hari-hari tertentu orang Indonesia bisa masuk ke sana untuk melakukan transaksi jual beli dengan membawa surat keterangan. Informasi ini menginsipirasi Sutiyoso untuk kembali menyusup masuk ke wilayah musuh melalui Pasar Batugede.
Meski tidak diizinkan, atas inisiatif sendiri Sutiyoso memberitahu Mayor Toni Sumardjo untuk masuk Batugede. Walaupun Sutiyoso sangat menyadari hal itu sebuah misi amat berbahaya, tetapi Sutiyoso nekad melakukannya. Naluri intelijen Sutiyoso tak pernah surut dan takut bila nantinya tertangkap.
Sutiyoso ingin melihat dari jarak dekat keadaan tentara dan polisi Timtim seperti apa, senjatanya, markasnya seperti apa, dan sebagainya. Sutiyoso pun masuk ke Batugede dengan menyamar sebagai kuli toke atau pedagang asal China yang membawa truknya ke sana.
Saat tu, Yunus Yosfiah selaku Komandan Tim Susi yang sudah dipersiapkan ke Timtim sedang melakukan peninjauan ke Atambua dan menyatakan ikut. Mereka pun menyamar layaknya kuli mengangkuti barang. Sambil mengangkuti barang, Sutiyoso pun mengamati semua keadaan terutama yang menyangkut tentara, polisi dan peralatannya.
Saat tengah asyik mengamati dengan menyamar bagai kuli mengangkuti barang milik pedagang China, tak disangka-sangka, datang helikopter dari Dili ke Batugede. Sutiyoso berusaha secepatnya mencari informasi, siapa-siapa yang datang naik helikopter itu. Sutiyoso kemudian mendapat informasi bahwa yang datang naik helikopter itu adalah polisi militer Timor Portugis dari Dili.
Polisi militer itu datang untuk memeriksa para pendatang, jangan-jangan ada tentara penyusup. Sutiyoso pun mengamati gerak-gerik polisi militer tersebut. Ada dua orang, satu perwira dan satu bintara dengan pakaian preman. "Uh matilah, aku bisa disiksa dan dipenjara," gumam Sutiyoso.
Kedua polisi militer itu berjalan ke sana ke mari mengamati setiap orang dan menanyai identitas orang-orang yang dicurigai. Beruntung, Sutiyoso luput dari kecurigaan kedua polisi militer tersebut. Mungkin karena postur tubuhnya kecil, tak pantas dicurigai sebagai tentara. Apalagi saat itu, Sutiyoso memelihara rambut panjang. Tampangnya terlihat benar-benar layaknya kuli. Sehingga, sampai pulang sore harinya, Sutiyoso aman.
Sutiyoso pun mengetahui banyak hal dari penyusupan tersebut. Di antaranya, di depan pantai ada benteng Portugis yang kuat. Tidak hanya itu, Sutiyoso juga mengetahui jenis senjata yang digunakan dan seperti apa tentara Timor Portugas. Termasuk dari mana pintu masuk untuk menyerang Batugede jika suatu saat diperlukan.
Salah satunya adalah Operasi Flamboyan yang menjadi cikal bakal dari Operasi Seroja. Operasi militer TNI berskala besar di Timor Portugis atau Timor Timur (Timtim) yang kini disebut dengan Timor Leste di akhir 1974 silam.
Dikutip dari buku bigorafinya berjudul, “Sutiyoso The Field General, Totalitas Prajurit Para Komando” dikisahkan bahwa Sutiyoso menjadi orang pertama yang ditugaskan menyusup ke perbatasan Timtim oleh Ketua G-1/Intelijen Hankam Mayjen TNI LB Moerdani.
Dalam misi berbahaya tersebut, Sutiyoso yang merupakan perwira intelijen Kopassus secara klandestin atau rahasia dan senyap masuk ke daerah musuh sendirian demi mengetahui kekuatan lawan.
Agar tidak diketahui musuh, mantan Gubernur DKI Jakarta ini menyamar sebagai mahasiswa yang tengah melakukan penelitian. ”Hal itu dilakukan karena bila tertangkap musuh, saya tidak bakal kembali dalam keadaan hidup,” kenangnya, Sabtu (21/9/2024).
Setibanya di Atambua, Sutiyoso yang saat itu masih berpangkat Kapten langsung mencari seorang penerjemah. Keduanya kemudian masuk ke perbatasan Timtim dengan menunggang kuda. Medan yang sangat berat dan terjal harus dilalui Sutiyoso.
Dari atas perbukitan, Sutiyoso dengan menggunakan teropong kecil mengamati wilayah Timtim. Mencari celah di antara pos penjagaan perbatasan yang sangat ketat. Setelah memperhatikan secara cermat, Sutiyoso akhirnya menemukan dua titik yang bisa menjadi pintu masuk ke Timtim.
Sutiyoso pun kembali ke Atambua untuk melaporkan kepada Kolonel Dading dan Mayjen TNI LB Moerdani. Namun, upayanya kembali ke Atambua tidak mudah, hujan deras yang mengguyur daerah tersebut membuat air sungai yang akan dilewatinya meluap.
Dalam kondisi basah kuyup dan lapar, Sutiyoso akhirnya menunggu sampai pagi. Saat itu, seorang petani yang membawa bibit jagung untuk dijual ke Kota Atambua melintas. Setelah mendapat jagung, Sutiyoso kemudian memanggang jagung yang sudah tua dengan api unggun.
Rasa lapar yang amat sangat membuat Sutiyoso terpaksa memakan jagung yang kerasnya seperti batu. Setibanya di Atambua, Sutiyoso melaporkan informasi yang didapatkannya selama mengamati perbatasan kepada atasannya.
Menyamar Jadi KuliPasar
Selesai menjalankan tugasnya, Sutiyoso kembali mendapat informasi penting dari perwira Kopassandha kini bernama Kopassus Mayor Toni Sumardjo yang ditugaskan sebagai perwakilan Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN) di Atambua.
Informasi tersebut mengenai Pasar Batugede, kota terdekat masuk wilayah Timtim di mana pada hari-hari tertentu orang Indonesia bisa masuk ke sana untuk melakukan transaksi jual beli dengan membawa surat keterangan. Informasi ini menginsipirasi Sutiyoso untuk kembali menyusup masuk ke wilayah musuh melalui Pasar Batugede.
Meski tidak diizinkan, atas inisiatif sendiri Sutiyoso memberitahu Mayor Toni Sumardjo untuk masuk Batugede. Walaupun Sutiyoso sangat menyadari hal itu sebuah misi amat berbahaya, tetapi Sutiyoso nekad melakukannya. Naluri intelijen Sutiyoso tak pernah surut dan takut bila nantinya tertangkap.
Sutiyoso ingin melihat dari jarak dekat keadaan tentara dan polisi Timtim seperti apa, senjatanya, markasnya seperti apa, dan sebagainya. Sutiyoso pun masuk ke Batugede dengan menyamar sebagai kuli toke atau pedagang asal China yang membawa truknya ke sana.
Saat tu, Yunus Yosfiah selaku Komandan Tim Susi yang sudah dipersiapkan ke Timtim sedang melakukan peninjauan ke Atambua dan menyatakan ikut. Mereka pun menyamar layaknya kuli mengangkuti barang. Sambil mengangkuti barang, Sutiyoso pun mengamati semua keadaan terutama yang menyangkut tentara, polisi dan peralatannya.
Saat tengah asyik mengamati dengan menyamar bagai kuli mengangkuti barang milik pedagang China, tak disangka-sangka, datang helikopter dari Dili ke Batugede. Sutiyoso berusaha secepatnya mencari informasi, siapa-siapa yang datang naik helikopter itu. Sutiyoso kemudian mendapat informasi bahwa yang datang naik helikopter itu adalah polisi militer Timor Portugis dari Dili.
Polisi militer itu datang untuk memeriksa para pendatang, jangan-jangan ada tentara penyusup. Sutiyoso pun mengamati gerak-gerik polisi militer tersebut. Ada dua orang, satu perwira dan satu bintara dengan pakaian preman. "Uh matilah, aku bisa disiksa dan dipenjara," gumam Sutiyoso.
Kedua polisi militer itu berjalan ke sana ke mari mengamati setiap orang dan menanyai identitas orang-orang yang dicurigai. Beruntung, Sutiyoso luput dari kecurigaan kedua polisi militer tersebut. Mungkin karena postur tubuhnya kecil, tak pantas dicurigai sebagai tentara. Apalagi saat itu, Sutiyoso memelihara rambut panjang. Tampangnya terlihat benar-benar layaknya kuli. Sehingga, sampai pulang sore harinya, Sutiyoso aman.
Sutiyoso pun mengetahui banyak hal dari penyusupan tersebut. Di antaranya, di depan pantai ada benteng Portugis yang kuat. Tidak hanya itu, Sutiyoso juga mengetahui jenis senjata yang digunakan dan seperti apa tentara Timor Portugas. Termasuk dari mana pintu masuk untuk menyerang Batugede jika suatu saat diperlukan.
(cip)