Kesaksian Jenderal Kopassus saat Timtim Lepas dari Indonesia, Suasana Mencekam, 2 Kubu Saling Bunuh
loading...
A
A
A
“Mengenai Timtim, insya Allah pokoknya mulai 1 Januari 2000 kita tidak mengenal masalah Timtim lagi, enggak mau dipersukar oleh masalah yang sebenarnya tidak perlu ada. Jika rakyat Timtim tidak mau tawaran otonomi yang diperluas, lebih baik wilayah itu berpisah sebagai kawan. Jadi selamat jalan, you tentukan sendiri, saya tidak mau ikut campur. Saya minta saudara-saudara kita di Indonesia tidak turut campur,” ujar Habibie.
Penegasan Presiden Habibie pun langsung memicu kegelisahan di masyarakat pro integrasi di Timtim. Eksodus besar-besaran terjadi di awal Maret 1999, Tidak hanya masyarakat umum tapi seluruh Pegawai Negeri Sipil (PNS) mengungsikan keluarganya keluar dari Timtim.
Di sisi lain, kelompok pro kemerdekaan mulai berani terang-terangan melakukan perlawanan. Mereka semakin menunjukkan eksistensinya dengan melakukan intimidasi, pemerasan dari rumah ke rumah.
Aksi Penculikan, Penembakan, Pembunuhan Marak
Seorang Bintara Pembina Desa (Babinsa) di Desa Uato-Lari Viqueque gugur ditembak GPK. Begitu juga di Baucau, seorang anggota Polri asal Bali Sertu I Made Koji gugur ditembak GPK saat hendak menelepon di wartel. Termasuk seorang guru SD Abel Martin yang juga ditembak di wilayah Faturase, Bobonaro.
Merasa ditinggalkan oleh pemerintah dan rakyat Indonesia, kelompok pro integrasi mulai mengorganisasikan diri dalam kelompok perlawanan atau milisi seperti Pasukan Aitarak pimpinan Eurico Guterres di Dili, Pasukan Besi Merah Putih (BMP) pimpinan Domingus Sousa. Pasukan Pejuang Junior Merah Putih atau Bebui Junior 59 di Viqueque dipimpin Bupati Martinho Fernandez, Hadomi Merah Putih (HMP) dipimpin Bupati Manatuto Vidal Doutel Sarmento dan sebagainya.
Bentrokan antara kedua kubu yang berseberangan semakin meningkat, seorang pro kemerdekaan bernama Bendito ditembak pada 14 Februari 1999, kemudian bentrokan di Liquica Laran pada 15 Februari 1999 membuat satu orang pro kemerdekaan tewas. Selang beberapa hari kemudian bentrokan juga mengakibatkan dua orang pro kemerdekaan tewas dan satu luka.
Pasukan Interfet dikawal TNI menuju Dili dari Bandara Komora pascajajak pendapat. Foto/istimewa
Pada 24 Februari 1999, kerusuhan terjadi di Becora, Dili. Dalam bentrokan itu, dua orang pro kemerdekaan ditembak dan satu anggota TNI gugur. Bahkan, di Maubara, sebanyak 100 orang pro otonomi disandera kubu pro kemerdekaan. Tidak hanya itu, dua orang pro otonomi yang diculik di Baucau ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa.
Di Maliana, pada 19 Maret 1999 ditemukan empat orang pro otonomi tewas ditembak. Begitu juga di Baucau, ditemukan dua jenazah anggota TNI yang diculik kubu pro kemerdekaan sejak 7 Maret 1999. Bahkan, sejak opsi II yakni kemerdekaan bagi Timtim diumumkan sampai jajak pendapat tercatat 25 orang pro otonomi tewas, tujuh orang lka dan 119 orang dilaporkan hilang, diculik, atau disandera.
Penegasan Presiden Habibie pun langsung memicu kegelisahan di masyarakat pro integrasi di Timtim. Eksodus besar-besaran terjadi di awal Maret 1999, Tidak hanya masyarakat umum tapi seluruh Pegawai Negeri Sipil (PNS) mengungsikan keluarganya keluar dari Timtim.
Di sisi lain, kelompok pro kemerdekaan mulai berani terang-terangan melakukan perlawanan. Mereka semakin menunjukkan eksistensinya dengan melakukan intimidasi, pemerasan dari rumah ke rumah.
Aksi Penculikan, Penembakan, Pembunuhan Marak
Seorang Bintara Pembina Desa (Babinsa) di Desa Uato-Lari Viqueque gugur ditembak GPK. Begitu juga di Baucau, seorang anggota Polri asal Bali Sertu I Made Koji gugur ditembak GPK saat hendak menelepon di wartel. Termasuk seorang guru SD Abel Martin yang juga ditembak di wilayah Faturase, Bobonaro.
Merasa ditinggalkan oleh pemerintah dan rakyat Indonesia, kelompok pro integrasi mulai mengorganisasikan diri dalam kelompok perlawanan atau milisi seperti Pasukan Aitarak pimpinan Eurico Guterres di Dili, Pasukan Besi Merah Putih (BMP) pimpinan Domingus Sousa. Pasukan Pejuang Junior Merah Putih atau Bebui Junior 59 di Viqueque dipimpin Bupati Martinho Fernandez, Hadomi Merah Putih (HMP) dipimpin Bupati Manatuto Vidal Doutel Sarmento dan sebagainya.
Bentrokan antara kedua kubu yang berseberangan semakin meningkat, seorang pro kemerdekaan bernama Bendito ditembak pada 14 Februari 1999, kemudian bentrokan di Liquica Laran pada 15 Februari 1999 membuat satu orang pro kemerdekaan tewas. Selang beberapa hari kemudian bentrokan juga mengakibatkan dua orang pro kemerdekaan tewas dan satu luka.
Pasukan Interfet dikawal TNI menuju Dili dari Bandara Komora pascajajak pendapat. Foto/istimewa
Pada 24 Februari 1999, kerusuhan terjadi di Becora, Dili. Dalam bentrokan itu, dua orang pro kemerdekaan ditembak dan satu anggota TNI gugur. Bahkan, di Maubara, sebanyak 100 orang pro otonomi disandera kubu pro kemerdekaan. Tidak hanya itu, dua orang pro otonomi yang diculik di Baucau ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa.
Di Maliana, pada 19 Maret 1999 ditemukan empat orang pro otonomi tewas ditembak. Begitu juga di Baucau, ditemukan dua jenazah anggota TNI yang diculik kubu pro kemerdekaan sejak 7 Maret 1999. Bahkan, sejak opsi II yakni kemerdekaan bagi Timtim diumumkan sampai jajak pendapat tercatat 25 orang pro otonomi tewas, tujuh orang lka dan 119 orang dilaporkan hilang, diculik, atau disandera.