Hoaks Timbulkan 'Tsunami' Sosial di Banyak Negara

Selasa, 03 September 2019 - 16:32 WIB
Hoaks Timbulkan Tsunami Sosial di Banyak Negara
Hoaks Timbulkan 'Tsunami' Sosial di Banyak Negara
A A A
JAKARTA - Peneliti dari Klinik Digital Vokasi Humas Universitas Indonesia (UI) mengimbau masyarakat untuk cerdas dalam menerima dan mengolah informasi.

Ajakan itu mereka lakukan dengan menggelar roadshow berupa Seminar Nasional Penelitian dan Pengabdian Masyarakat ke berbagai wilayah dan tema berbeda.

Kali ini tema yang diangkat Kecerdasan Digital, Antibodi Serangan Hoax yang diikuti 200 peserta dari 24 perguruan tinggi di seluruh Indonesia.

Hadir dalam seminar, Mohammad Winugroho dari Universitas Djuanda Bogor, Netti Herawati dari Universitas Riau dan Rasmita dari Universitas Djuanda.

Peneliti Klinik Digital Vokasi UI, Devie Rahmawati mengatakan, "gelombang panas" hoaks yang muncul setiap hari telah banyak menimbulkan "tsunami" sosial di banyak negara, tak terkecuali Indonesia.

Studi kasus di India misalnya, dalam dua bulan saja, hoaks mampu membuat masyarakat India saling menyakiti hingga menimbulkan korban jiwa sebanyak 20 orang.

Korban jiwa akibat "tersapu arus" hoaks juga menimpa masyarakat negara maju seperti Amerika Serikat dalamkasus penembakan di salah satu rumah ibadah di Charleston.

“Hasil penelitian Andreas Harsono (peneliti-red) selama 15 tahun misalnya mengungkap bahwa dalam beberapa momen bersejarah yang mengandung aksi kekerasan di negeri ini, hampir semuanya dimulai dengan adanya hoaks, sebut saja kasus 1965,1974, 1998. Tidak hanya itu, masyarakat lokal juga tidak steril dari konflik yang diawali hoaks, seperti Maluku, yang konfliknya diawali dari isu agama,” katanya.

Terbaru, kasus Papua yang menurut Devie sepertinya memiliki pola sama, yaitu konflik ditengarai oleh hoaks yang disebarluaskan. Untuk itu pembatasan sementara jaringan komunikasi dinilainya menjadi keputusan yang strategis.

Bila diilustrasikan, saat ini internet adalah mobil. Masyarakat saat ini seakan-akan sedang mengendarai mobil. Namun, masyarakat belum memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk berkendara.

Alhasil masyarakat pengguna internet diibaratkan seperti sopir yang tidak terampil, menabrak ke sana dan ke sini. “Dalam situasi dengan potensi ekskalasi konflik tinggi, para pengguna internet memang harus dibatasi karena dikhawatirkan kebiasaan mereka berselancar di internet, justru akan menambah masalah baru,” ujar Devie yang juga peneliti Komunikasi Sosial Budaya.

Menurut dia, ketidakmampuan masyarakat dalam memilih dan memilah berita, bukan hanya di Indonesia. Studi di AS terhadap mahasiswa di 12 negara bagian, ternyata mengalami kondisi sama.

“Siswa di AS juga kesulitan untuk membedakan antara iklan dan berita sekalipun, “ ucap Devie.

Penggiat pendidikan keluarga, Netti Herawati mengatakan salah satu upaya memberdayakan masyarakat agar siap melawan hoaks, yakni melalui gizi.

Menurut dia, kekurangan gizi berpotensi menjadikan anak menghadapi kasus gagal tumbuh kembang dan metabolisme. “Salah satu upaya memberdayakan masyarakat agar siap melawan hoaks, melalui gizi. Kekurangan gizi akan membuat anak menghadapi kasus gagal tumbuh kembang dan metabolisme,” katanya.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8055 seconds (0.1#10.140)